Namun kemudian ia kembali bertanya, apakah hal itu bisa ia lakukan? Bagaimana caranya? Beberapa setelah itu, pertanyaan tersebut ia jawab sendiri dengan pertanyaan lain, mengapa tidak?
Bukankah sistem peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia sejak era reformasi membuka peluang selebar-lebarnya kepada warga negara Indonesia untuk menjadi kepala daerah di Pemerintahan Kabupaten, provinsi dan juga kepala negara. Selama yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan serta dipilih oleh rakyat.
Demikian terjadi diskusi panjang antara pikiran dan perasaan, antara idialis dan realita dalam diri Ichwan Yunus. Ia ajukan pertanyaan dan ia jawab sendiri. Ia ajukan lagi pertanyaan yang lain, kemudian ia jawab sendiri, sehingga ia sampai pada kesimpulan bahwa wajib baginya berbuat untuk pemberdayaan rakyatnya, dan untuk berbuat lebih banyak, efektif dan lebih cepat harus dengan tanganya sendiri. Ia sangat yakin dengan kemampuannya jika diberi kesempatan oleh rakyatnya.
Secara pribadi Ichwan Yunus duah clear. Ia sudah siap lahir batin. Di dalam dirinya kini timbul semangat baru, yaitu semangat pengabdian kepada rakyatnya yang memang membutuhkan sentuhan tangannya. Timbul pula cita-cita baru untuk membantu rakyatnya keluar dari lingkaran ketidakberdayaan yang berkepanjangan. Serta merta timbul pula semangat dan tekad baru untuk segera mewujudkan cita-citanya.
Dengan keyakinan baru, bahwa ia pasti akan mampu bekerja keras dan sungguh-sungguh demi tekad dan cita-citanya tersebut. Akan tetapi ia tidak boleh egois, betapa pun mengebu-gebunya semangat. Seberapapun tinggi dan luhurnya cita-cita dan sekuat apa tekadnya, ada istri dan anak-anak tercintanya. Minimal doa restu sangat ia butuhkan. Bergeser sedikit dari lingkaran terdekat itu, ada sanak famili, relasi dan sahabat yang mungkin satu saat dapat dimintai pendapat dan sarannya.(bersambung)