Menyongsong Kewajiban Adopsi Teknologi Manufaktur

Senin 27-10-2025,16:05 WIB
Reporter : ANTARA
Editor : Rajman Azhar

JAKARTA, BENGKULUEKSPRESS.COM - Di panggung industri global, kecerdasan buatan atau AI telah dinobatkan sebagai pemain kunci penentu kemenangan. Indonesia, melalui inisiatif ambisius Making Indonesia 4.0, bukan sekadar penonton. Kita telah memiliki bukti konkret yang menunjukkan bahwa AI bukanlah utopia, melainkan mesin pendorong pertumbuhan yang nyata.

Bukti ini tersemat pada 29 perusahaan yang berhasil ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai "National Lighthouse Industry". Gelar ini diberikan bukan tanpa alasan, melainkan karena mereka secara eksplisit membuktikan bahwa integrasi kecerdasan buatan mampu mengubah efisiensi menjadi keuntungan kompetitif.

Keberhasilan 29 lighthouse ini bukan hanya milik satu sektor. Perusahaan-perusahaan ini mewakili beragam industri vital nasional, mulai dari sektor kimia dan petrokimia yang mengandalkan optimasi proses berkelanjutan, makanan dan minuman yang fokus pada efisiensi pabrik dan traceability produk, semen dan material bangunan yang membutuhkan akurasi prediksi permintaan dan kualitas, hingga otomotif dan komponen yang unggul dalam robotika dan perakitan presisi, serta tekstil dan farmasi.

Diversifikasi ini membuktikan bahwa manfaat AI bersifat lintas sektor, tidak terbatas pada satu jenis manufaktur saja, melainkan dapat diimplementasikan untuk berbagai tantangan operasional.

Keberhasilan 29 lighthouse ini menjadi fondasi optimisme kita. Mereka telah merasakan lonjakan besar: efisiensi proses produksi meningkat signifikan, penghematan biaya berujung pada kenaikan pendapatan yang tegas, dan daya saing produk pun menguat di pasar internasional.

Lebih dari itu, AI memungkinkan mereka untuk melakukan fungsi-fungsi vital dengan presisi tinggi, sistem berbasis data membantu memprediksi kebutuhan bahan baku secara akurat, melancarkan distribusi logistik, dan mempercepat arus informasi di dalam organisasi.Bahkan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa perkembangan AI telah menjadi faktor penentu kemajuan manufaktur global, sejalan dengan temuan Deloitte yang menyebutkan 93 persen pelaku industri dunia mengakui AI sebagai teknologi utama pendorong inovasi dan pertumbuhan.

Fakta-fakta ini memberi sinyal kuat bahwa AI benar-benar bekerja dan membawa hasil besar bagi dunia usaha di Indonesia. Namun, secerah apapun sinar dari 29 lighthouse tersebut, kita harus jujur melihat ke bawah, ke tengah lautan industri manufaktur kita yang jauh lebih luas.

Ketika berbagai studi akademik dan jurnal manajemen menganalisis tingkat kesiapan adopsi AI, realitas yang ditemukan cenderung kontras. Mayoritas industri manufaktur Indonesia, khususnya di luar lighthouse company, masih berada di level "AI Aware" (Sadar AI).

Artinya, mereka tahu tentang AI, mengapresiasi potensinya, tetapi belum mampu mengimplementasikannya secara kompeten. Kesenjangan lebar antara potensi yang terbukti dan realitas kesiapan yang rendah inilah yang harus kita bedah

Penghalang

Pengamatan spesifik terhadap kondisi riil di lapangan mengungkap tiga tembok struktural yang menghalangi percepatan industri kita menuju fase kompeten AI. Ini adalah masalah operasional dan finansial yang dihadapi sebagian besar perusahaan di luar radar sorotan.

Pertama, adalah masalah krisis keterampilan SDM. Investasi AI membutuhkan engineer, data scientist, dan operator yang mampu mengoperasikan, memelihara, dan mengembangkan sistem canggih ini.

Tanpa SDM yang memadai, investasi miliaran rupiah pada robot atau algoritma canggih akan sia-sia. Kurangnya talenta yang siap pakai ini menciptakan risiko: investasi mahal bisa terdampar karena tidak ada yang mampu mengoptimalkan atau bahkan memanfaatkannya secara maksimal.

Kedua, biaya implementasi yang membengkak. Khususnya bagi usaha kecil dan menengah (UKM) yang ingin bertransformasi, biaya awal untuk perangkat keras robotika, lisensi software AI canggih, dan kompleksitas integrasi adalah beban finansial yang sangat berat.

Skala biaya ini sering kali mematikan niat adopsi, meskipun manfaatnya sudah diketahui.

Kategori :