“Aku mohon bibi mengurusnya dengan serius. Bibi harus mendatangi dan bicara serius dengan keluarga mereka, sebab pernikahan memang gampang. Namun membina rumah tangga tidaklah segampang ucapan ijab-qabul disaat akad nikah. Pernikahan adalah menyangkut masa depan dan untuk selamanya,’’ ungkap Rosna.
Ada dua hal yang terpenting menurut Rosna untuk dibicarakan secara serius dengan pihak keluarga Ichwan. Pertama, adalah karena ia sama sekali belum mengenal Ichwan, maka jika lamaran itu tidak bisa diurungkan lagi, ia mohon jangan langsung menikah, tapi diikat dengan pertunangan terlehih dahulu. Walaupun sebentar, dengan harapan selama dalam masa pertunangan itu ia dapat sering bertemu dan mengenal Ichwan lebih dekat lagi.
Kedua, menurut informasi dari ibunya, bahwa pemuda yang bernama Ichwan itu sudah bekerja di Jakarta. Persoalan ini harus dibicarakan secara serius, karena menyangkut kelangsungan rumah tangganya setelah menikah nanti. Satu sisi ia berat meninggalkan ibunya yang sudah semakin tua dan lemah tinggal sendiri di rumah. Di sisi lain Ichwan (kalau nanti menjadi suaminya) juga tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya di Jakarta. Hal itu menyangkut kehidupan rumah tangga mereka nantinya.
Sedangkan di dalam diri Rosna sudah tertanam prinsip yang tidak bisa ditawar lagi, yaitu, “Lebih baik tidak menikah kalau akan berpisah atau ditinggal oleh suaminya.” Untuk membicarakan hal ini, maka Bibi Rahmah dimintanya untuk menemui keluarga Ichwan.
Setelah mendengarkan penuturan sang keponakan yang begitu dewasa tersebut, tidak ada alasan bagi bibi Rahmah untuk tidak menuruti permintaannya. Tidak lama setelah itu bibi Rahmah bersilaturrahim ke rumah keluarga Ichwan sebagai kunjungan balasan.
Dalam pembicaraan antara bibi Rahmah dengan keluarga Ichwan semuanya berjalan lancar. Pada prinsipnya keluarga Ichwan dapat memaklumi persoalan-persoalan yang diajukan Rosna melalui bibinya ini. Akan tapi karena Ichwan terikat dengan pekerjaan, tidak mungkin berlama-lama meninggalkan tugasnya, maka untuk permintaan pertama tidak mungkin dikabulkan.
Adapun permasalahan kedua, antara Ichwan dan Rosna mempunyai persamaan prinsip. Ichwan pun tidak mau berpisah atau meninggalkan isterinya jika nanti sudah menikah. Dengan demikian maka harus ada yang mengalah. Dalam hal ini yang paling memungkinkan untuk mengalah adalah ibunda Rosna, ia harus merelakan anak bungsunya pergi mengikuti suaminya.
Sekembalinya dari rumah Ichwan, Bibi Rahmah tidak mau menunda-nunda waktu untuk mendiskusikan hasil pertemuannya dengan keluarga Ichwan, termasuk dengan Ibu Rosna. Setelah berdiskusi cukup lama antara bibi dan keponakan, antara ibu dan anak, dan antara bibi dan kakaknya, akhirnya Rosna menyerah juga. Tidak ada alasan yang kuat untuk menolak lamaran Ichwan. Proses lamaran pun berjalan, dan disaat lamaran itulah ditetapkan hari dan tanggal pernikahan.
Baik Ichwan maupun Rosna tidak ingat dengan pasti berapa hari jarak lamaran dengan pernikahannya, tetapi yang pasti sangat singkat. Dalam waktu beberapa hari itulah ia berkesempatan bertemu dengan Ichwan.(bersambung)