BENGKULUEKSPRESS.COM - Pisang epe merupakan jajanan tradisional yang terkenal dan mewakili kota Makassar di Sulawesi Selatan.
Jajanan ini mudah ditemukan, terutama di sepanjang Pantai Losari yang banyak dijumpai penjualnya. Sentra pedagang kaki lima (PKL) yang menjual pisang epe, terutama di sepanjang Pantai Losari.
Epek atau dalam KBBI disebut pisang epe, terbuat dari pisang kepok layu yang disangrai di atas tungku kecil atau anglo lalu dibaluri saus gula merah. Dalam bahasa Makassar, epek berarti cubit.
Nama ini sesuai dengan cara pembuatannya, yaitu dengan menjepitnya di antara dua papan kayu sebelum dipanggang. Dengan demikian, pisang epe dapat digambarkan sebagai pisang yang dipanggang dengan cara dijepit.
BACA JUGA:Sate Rembiga, Makanan Khas Lombok yang Menggelitik Lidah
BACA JUGA:Resep dan Cara Membuat Kue Bulan, Kue Khas Tiongkok yang Terbuat dari Pasta Biji Teratai
Penjepit pisang epe biasanya dibuat dengan menyatukan dua papan persegi dengan engsel. Kedua pegangannya terbuat dari bahan yang tahan panas.
Sejarah Pisang Epe
Pisang epe mulai populer pada tahun 1970-an, ketika Pantai Rosali menjadi ikon kota Makassar dan dipenuhi dengan banyak kios.
Pemerintah terus mempercantik area ini dan berkembang tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati matahari terbenam, tetapi juga sebagai pusat kegiatan warga.
Matahari terbenam terlihat indah dengan pemandangan pulau Sankaran dan Spermonde. Seiring berjalannya waktu, Makassar menjadi identik dengan Pantai Rosali dan Pisang Epe.
BACA JUGA:Tajin Sobih, Suguhan Manis Tradisional Madura yang Mirip dengan Bubur SumSum
BACA JUGA:Kenali Pisang Keju Mama Gemoy, Camilan Hits di Bengkulu!
Tidak ada catatan sejarah yang mengungkap kapan masyarakat Makassar mulai mengenal dan mengolah pisang epe sebagai makanan tradisional.
Namun, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mencatat bahwa pisang epe dipercaya sebagai santapan kaum bangsawan Kerajaan Gowa Taro pada abad ke-16 hingga ke-19.