BACA JUGA:Ingin Kurban Secara Online, Bagaimana Hukumnya dalam Islam? Berikut Penjelasan Buya Yahya
BACA JUGA:Kurban Setiap Tahun atau Cukup Sekali Seumur Hidup? Berikut Penjelasan Buya Yahya
Jika menahan kentut membuat sakit perut, disarankan untuk membatalkan sholatnya. Namun, jika hanya menahan buang angin dan anginnya tidak keluar, sholatnya tidak batal.
Namun demikian, menahan kentut atau buang angin di dalam sholat dapat mengganggu khusyu'nya, sehingga dikhawatirkan menjadi makruh.
Tidak ada hadits yang secara langsung mengatasi hal ini, tetapi terdapat hadits yang menjelaskan pentingnya menahan keinginan untuk makan ketika makanan telah tersedia, dan menahan untuk buang air ketika sedang dalam sholat.
Hal tersebut dijelaskan dalam Hadits Imam Muslim yang artinya:
"Tidak ada sholat di hadapan makanan, begitu juga tidak ada sholat sedang ia menahan air kencing dan air besar (al-akhbatsani),".
Pembahasan tentang menahan keinginan makan dan buang air mirip dengan menahan untuk buang angin atau kentut.
Ketika dikatakan tidak ada sholat, maksudnya adalah tidak ada sholat yang sempurna atau tidak khusyuk.
"Di hadapan makanan" berarti ketika makanan sudah dihidangkan atau tersedia. Jika kita melakukan shalat sebelum memakannya dan menahan keinginan untuk makan, ini dapat menyebabkan shalat tidak khusyuk.
Hadis tersebut mencerminkan hukum makruh karena tindakan tersebut dapat mengurangi kesempurnaan shalat atau membuatnya tidak khusyuk. Makruh berarti suatu hal yang boleh dilakukan, namun lebih baik untuk dihindari.
Dalam Madzhab Syafi'i, menahan kentut saat shalat dianggap makruh, dengan syarat bahwa masih ada cukup waktu untuk menyelesaikan shalat.
BACA JUGA:Apakah Rumah Kita Termasuk? Buya Yahya Jelaskan Tanda-tanda Rumah Diberi Kelimpah Rezeki
Oleh karena itu, lebih baik untuk mengeluarkan kentutnya, berwudhu kembali, dan kemudian melakukan shalat.
Meskipun sh0lat tetap sah dalam hal ini, disunnahkan untuk mengulanginya jika kentut tersebut terjadi selama shalat, agar dapat menjaga khusyuknya ibadah tersebut sesuai dengan ajaran Madzhab Syafi'i.