Kata Tongkonan berasal dari kata “Tongkon” (duduk_berkumpul) mengandung arti bahwa rumah Tongkonan itu ditempati untuk duduk mendengarkan serta tempat untuk membicarakan dan menyelesaikan segala permasalahan penting dari anggota masyarakat dan keturunannya.
Dinding Tongkonan dihiasi dengan tanduk kerbau dan ukiran yang indah–berfungsi sebagai penanda status pemilik rumah. Menurut masyarakat asli Toraja, hanya mereka yang berdarah bangsawan yang boleh membangun Tongkonan. Masyarakat biasa tinggal di rumah yang lebih kecil dengan desain yang tidak terlalu rumit seperti Tongkonan.
BACA JUGA:Menyusuri Kerajaan Bekantan di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan
Jika dilihat dari luar, Tongkonan memiliki kekhasan bentuk atap seperti perahu besar. Proses pembangunan rumah adat ini pun cukup sulit. Untuk membangunnya, proses ini harus dibantu oleh seluruh anggota keluarga.
Salah satu Tongkonan telah diubah fungsinya menjadi museum. Ia memamerkan benda-benda unik dan bersejarah dari adat istiadat kuno. Keramik Tiongkok, patung, belati, parang, hingga bendera pertama yang pernah dikibarkan di Toraja pun terpajang di sana.
Warga Desa Ke'te Kesu dikenal sebagai pengrajin yang sangat terampil. Ornamen unik pada bambu atau batu diukir dengan abstrak atau geometris.
BACA JUGA:Bermain dan Bercengkrama Langsung dengan Hiu Paus di Whale Shark Botubarani Gorontalo
Wisatawan dapat membeli beberapa suvenir yang dibuat oleh masyarakat Desa Ke'te Kesu. Souvenir yang dijual diantaranya adatatakan gelas, perhiasan, hiasan dinding, tau-tau, dan bahkan senjata tradisional.
Harganya pun beragam, mulai dari yang murah hingga mahal. Untuk hiasan dinding yang rumit dan lukisan berukir misalnya, dapat dibanderol dengan harga jutaan rupiah.
Berkat keunikkan dan kekhasan tradisi mereka, desa Ke'te Kesu menjadi salah satu warisan megah Toraja yang patut Anda kunjungi. Menarik sekali bukan? ternayata Indonesia memiliki keragaman budaya yang masih dijaga dan dilestarikan hingga kini.(**)