Terdakwa PLTMH Dituntut 6 Tahun
RATU SAMBAN, BE - Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan handtractor tahun 2007 senilai Rp 22,5 miliar kembali digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu, kemarin. Ketiga terdakwa yakni mantan Kadis Pertanian Provinsi Ir Muchlis Ibrahim, PPTK Agus Afriadi dan panitia lelang Sofyan Salim membacakan pembelaannya atas tuntutan jaksa 1 tahun penjara serta denda Rp 50 juta dengan subsider selama 3 bulan kurungan.
Muchlis Cs membantah semua yang dituduhkan jaksa penuntut umum. Mereka mempertanyakan akurasi kejaksaan atas jumlah kerugian negara dalam proyek paket multiyears tersebut senilai Rp 2,5 miliar. Estimasi tersebut, nilai mereka tidak dihitung oleh tenaga ahli, melainkan estimasi penyidik semata. Menariknya pula, Muchlis Cs meminta agar uang kerugian negara Rp 2,5 miliar yang telah mereka setorkan ke jaksa untuk dikembalikan. Ini jika hakim nantinya membebaskan mereka dari segala tuduhan. \"Kami minta dibebaskan, kami tidak bersalah dalam kasus ini,\" ucap Muchlis.
Mereka juga membantah adanya tuduhan mark up dalam pengadaan handtractor yang menjadi program andalan gubernur saat itu Agusrin M Najamudin. Semua proses pengadaan dianggap telah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku. Termasuk tender tanpa adanya rekayasa.\"Kasus ini terlalu dipaksakan penyidik untuk menyerat terdakwa,\" ucap pengacara terdakwa, Ali Tjasa SH MH.
Sementara itu Ketua Majelis Hakim H Firdaus SH MH menyampaikan akan memberikan kesempatan bagi jaksa penuntut umum untuk memberikan tanggapan atas pembelaan para terdakwa minggu depan.\"Sidang akan kita lanjutkan minggu depan,\" tuturnya.
Sekadar mengingatkan pengadaan handtraktor sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), hanya ditetapkan pembelian handtraktor bermesin 8,5 PK sebanyak 1205 unit. Namun oleh para terdakwa, rencana tersebut berubah dengan pembelian mesin Kubota 8,5 PK sebanyak 572 unit, Kubota 6,5 PK sebanyak 216 unit, Kubota 5,5 PK sebanyak 40 unit dan Yanmar 8,5 PK sbanyak 377 unit.
Panitia lelang yang diketuai Sofyan Salim diketahui tidak melakukan survei harga langsung ke pabrikan. Termasuk penentuan pemenang lelang proyek diusulkan oleh terdakwa Agus Afriadi. Karena itu kasus ini hingga menyeret 3 terdakwa sebagai kontraktor proyek. JPU juga mengungkapkan masih banyak para kelompok petani yang belum mendapatkan handtraktor dan hanya menumpuk di gudang Dispertan Provinsi. Item fiktif dan mark up item belanja anggaran dalam pengadaan handtraktor ini diperikakan menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp 2,343 miliar.
PLTMH
Di bagian lain PN Tipikor Bengkulu juga menggelar sidang dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), kemarin. Sidang yang sempat tertunda berulang kali ini mengagendakan pembacaan tuntutan. Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 6 terdakwa kasus PLTMH ini lebih berat dibanding kasus pengadaan handtractor. Namun ke-6 terdakwa tersebut dituntut dengan tuntutan yang beragam.
Paling berat dijatuhkan terhadap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Ir Corby Simanjuntak dan kontraktor proyek, Aswan dengan tuntutan 6 tahun penjara. Bedanya Corby didenda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan sedangkan Aswan denda Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan. Aswan juga dibebankan agar membayar uang pengganti sebanyak Rp 3 miliar dengan ketentutan subsidair 2 tahun 6 bulan kurungan tambahan.
Sedangkan 4 terdakwa lainnya yakni mantan Kadis ESDM Kabupaten Seluma Firman, Kabid Listrik & Migas ESDM Bengkulu Utara Kaisar Robinson, dan Kabid ESDM Lebong Darsuan dituntut 4 tahun dengan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
\"Perbuatan mereka membuat kerugian negara yang sangat besar senilai Rp 7 miliar. Ini dibuktikan dengan kondisi tidak ada satupun PLTMH yang bisa dimanfaatkan masyarakat,\" terang JPU Ahlal SH serta Rahman SH.
Terdakwa Aswan dan Corby Simanjuntak dituntut lebih berat, beber jaksa, lantaran fisik PLTMH di setiap daerah sasaran tidak dikerjakan. Sedangkan pejabat ESDM di daerah dinilai lalai dengan tidak melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan PLTMH tersebut. Sehingga laporan yang dibuat kontraktor dan KPA direkayasa dengan persetujuan dari Dinas ESDM setempat dengan menyatakan pembangunan tersebut telah selesai 100 persen. Saat dicek tim ahli di lapangan, bendungan PLTMH tidak sesuai dengan peruntukan dan jauh dari bentuk yang direncanakan. Sidang pun akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda mendengarkan pembelaan para terdakwa.(333)