BENGKULUEKSPRESS.COM - Di Indonesia pakaian yang selalu disertai saat berpenampilan adalah peci. Apapun latar agama dan budayanya pasti pakai peci. Saat pemilihan kepala desa sampai presiden, para kandidat hampir dipastikan memakai peci.
Saat sudah resmi jadi pejabat pun, para pria memakai peci dalam foto resminya. Dari seluruh presiden dan wakil presiden Indonesia, hanya Megawati Soekarnoputri saja yang tidak pakai peci saat foto.
Dalam acara formal yang tidak dihadiri orang penting sekalipun, para pria kerap memadukan jas dan peci. Biasanya sih mereka memakai peci agar kelihatan necis, berwibawa, gagah, juga ganteng, meski semua ini relatif sih.
BACA JUGA:Info Terbaru! 29.109 Peserta Lulus Calon PPPK Kemenag, Masa Sanggah 3 Hari
Jadi, apapun acaranya tidak sah dan afdol apabila tidak mengenakan penutup kepala itu. Kebiasaan ini menunjukkan kalau peci sudah menjadi budaya dan identitas. Hal ini menjadi menarik karena peci sendiri bukan asli Indonesia, tapi kok sering dipakai oleh masyarakat kita, ya?
Sebetulnya, penutup kepala berwarna hitam itu memiliki nama berbeda di tiap negara. Di Arab Saudi, mereka mengenalnya dengan sebutan keffieh, kaffiye, atau kufiya. Namun, keffieh tidak seperti peci. Dia hanya kain bermotif jaring yang melilit kepala.Sedangkan di Turki, benda serupa disebut Fez. Fez sering dipakai oleh kaum nasionalis Turki sejak tahun 1827.
Ensiklopedia Britannica mencatat Fez dipakai sebagai outfit modern dalam pertempuran. Jika melihat visualnya, Fez lebih mirip dengan peci. Karena keduanya sama-sama berbahan dasar bludru yang dibentuk tegak oleh rangka plastik. Perlu diketahui peci sendiri adalah serapan bahasa Belanda, yakni petje atau topi kecil.
BACA JUGA:Banyak yang Gak Tahu 4 Artis Cantik Ini Ternyata Berasal dari Bengkulu, Ini Namanya
Dalam tulisan yang dimuat Brunei Times, sejarawan dari Brunei Darussalam Rozan Yunos menyebut kedatangan peci, keffieh atau penutup kepala ke tanah Melayu dan Asia Tenggara dibawa oleh para pedagang Arab. Mereka memperkenalkan peci sembari menyebarkan agama Islam pada abad ke-13.
Akibat Nabi Muhammad menganjurkan memakai penutup kepala saat salat, maka peci yang dibawa oleh orang Arab laku dipakai masyarakat. Dan karena bersentuhan dengan unsur keagamaan, maka peci, kopiah, atau sejenisnya erat kaitannya dengan Islam. Padahal, di belahan bumi lain penutup kepala serupa peci juga dipakai kaum Kristen Ortodoks dan Yahudi.
Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) keberadaan peci juga turut menggantikan penutup kepala lain, sebut salah satunya blangkon. Masyarakat dari berbagai lapisan ikut juga menggunakannya.
Popularitas peci semakin besar ketika digunakan oleh banyak kaum nasionalis Indonesia.
Tokoh paling terkenal adalah Sukarno. Selama berjuang mendapat kemerdekaan, Sukarno kerap memakai peci di tiap acara. Dengan berdiri di atas mimbar, Sukarno pidato berapi-api dengan outfit khasnya: jas krem atau putih lengkap memakai peci. Dari sini, peci kemudian dianggap sebagai kombinasi pakaian terbaik yang menambah kewibawaan.
Dalam wawancaranya dengan jurnalis Cindy Adam yang dimuat buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat (1965), Bung Karno menyebut pemakaian peci dan jas sebagai ciri khas nasionalisme Indonesia. Dengan memadu dua pakaian dari budaya berbeda, orang Indonesia memiliki level setara dengan orang Belanda.
Praktis penggunaan peci oleh pendiri bangsa, yang selalu jadi sorotan, diikuti oleh banyak orang. Apapun acara dan latar budayanya, peci kemudian jadi sesuatu yang wajib dipakai sampai sekarang. (**)