Ichwan Yunus Mulai Bekerja dan Tugas Belajar (bagian 1)

Jumat 08-03-2013,08:40 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Dihadapkan Pada Pilihan Yang Sulit Setelah menyelesaikan dengan baik Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), bukannya ia merasa puas, tapi sebaliknya Ichwan Yunus semakin ingin menambah ilmu pengetahuannya.   Semakin kuat pula keinginannya untuk tetap belajar dan  belajar lagi. Namun ia dihadapkan pada pilihan yang sulit. Di satu sisi keinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi masih sangat kuat.   Di sisi lain ia juga sadar kalau biaya memasuki perguruan tinggi sangat mahal sedang  ia dan keluarganya tidak mungkin mampu menyediakan dana untuk itu. Kalau pun mampu untuk memasukinya, Ichwan khawatir akan terputus di tengah jalan. Untuk itu ia tidak kuasa untuk mengutarakan maksudnya, apalagi harus memaksakan diri, karena Ichwan merasa selama ini orang tua dan keluarga bibinya sudah terlalu banyak berkorban guna membiayai hidup dan studinya. Tidak ada pilihan lain bagi Ichwan ketika itu, kecuali harus bekerja untuk mendapatkan uang guna melanjutkan studinya. Atas kebaikan bapak kosnya, ia diberi referensi untuk melamar pekerjaan pada Bank Sriwijaya, karena salah satu direktur bank tersebut adalah sahabat baiknya. Bagi bapak/ibu kosnya, tidak ada- keraguan sedikit pun untuk memperkenalkan dan mengajukan Ichwan bekerja di kantor sahabatnya itu. Ia tahu persis kemampuan Ichwan, dan pasti tidak akan mengecewakan apapun pekerjaan yang dibebankan kepadanya, asalkan masih dalam bidangnya. Hampir tidak ada hambatan atau kesulitan, akhirnya Ichwan diterima dan mulai bekerja pada bank milik daerah ini dengan gaji yang cukup, bahkan berlebih jika hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Belum lama bekerja di bank ini, ia dibebani pekerjaan pembukuan Persatuan Sarjana Hukum Indonesia. Karena mungkin pekerjaan ini dianggap berat dan memerlukan waktu dan konsentrasi ekstra, maka Ichwan diberi waktu dua hari, dan selama itu pula ia diizinkan untuk tidak masuk kantor sampai pekerjaan itu selesai. Namun apa yang terjadi, betul-betuI diluar dugaan. Pekerjaan yang diberi waktu dua hari itu dapat dirampungkan dengan baik oleh Ichwan dalam tempo kurang dari empat jam. Sungguh spektakuler, mengundang decak kagum  bagi petinggi-petinggi dan karyawan Bank Sriwijaya. Tidak hanya itu, prestasi mengagumkan ini sampai pula  ke telinga Direktur Utama. Suatu saat Ichwan dipanggil menghadapnya. Di hadapan Dirut, ichwan tidak hanya mendapatkan pujian, tetapi lebih dari itu ia diberi memo untuk menghadap Direktur Bank Tani dan Nelayan (sekarang Bank BRI), untuk bekerja sekaligus mendapatkan jatah Sekolah Staf Bank. “ ..... saya kagum dengan pekerjaan dan prestasi anda, sekarang you bawa memo saya ini menghadap Direktur Bank Tani dan Nelayan. You  bisa bekerja di sana dan sekaligus mengikuti Sekolah Staf  Bank\". Demikianlah Ichwan berusaha mengingat kembali kata-kata Dirut Bank Sriwijaya ketika itu. Setelah keluar dari ruang Dirut Bank Sriwijaya, perasaan harap dan cemas menyelimuti hatinya.  Satu sisi hatinya sangat senang mendapatkan semacam reward (penghargaan) yang luar biasa dari pimpinannya, dan ia berharap dapat diterima di Bank Tani dan Nelayan, sekaligus Sekolah Staf Perbankan.  Masa depan yang cerah  seolah sudah di depan mata. Di sisi lain Ichwan merasa cemas bagaimana dan apa saja yang harus ia persiapkan untuk menghadap  Direktur Bank Tani dan Nelayan. Sesampainya di rumah kos, Ichwan menceritakan semua hal ikhwal seputar pertemuannya dengan Big Boss di kantornya kepada Bapak Indekosnya. Setelah mendengarkan dengan seksama cerita Ichwan, dengan serta merta Bapak Indekos memberikan suport kepada Ichwan untuk menuruti saran Dirut Bank Sriwijaya.  Ia meminta Ichwan untuk segera mempersiapkan segala sesuatunya.(bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait