Pemprov Bengkulu Bakal Cicil Utang DBH Pajak

Minggu 20-09-2020,20:11 WIB
Reporter : Dendy BE
Editor : Dendy BE

  BENGKULU, BE - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu masih memiliki utang Dana Bagi Hasil (DBH) pajak kepada 10 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. Utang tersebut cukup signifikan dari tahun 2018 sampai 2019 mencapai Rp 247,4 miliar. Dengan rincian, tahun 2018 sebesar Rp 81,3 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 166 miliar. Sekdaprov Bengkulu, Drs Hamka Sabri MSi mengatakan, pembayaran utang DBH itu tetapkan akan dilakukan dengan cara mencicil. \"Pembayarannya akan disesuaikan dengan keuangan kita,\" terang Hamka kepada BE, kemarin (20/9). Jika dibayarkan sekaligus utang tersebut, dikhawatirkan anggaran Pemprov tidak mencukupi. Sebab, anggaran saat ini, khususnya di APBD Perubahan tahun 2020 banyak difokuskan untuk penanganan Covid-19 hingga pemulihan ekonomi masyarakat dampak pendemi. \"Kalau anggarannya mencukupi tentu akan dibayarkan,\" tambahnya.  Menurut Hamka, utang tersebut DBH pajak itu wajib dibayarkan kepada kabupaten/kota. Sebab, DBH pajak itu merupakan hak masing-masing daerah. Untuk itu, jika tidak mencucukupi penyaran utang di APBD Perubahan 2020, maka akan dianggarkan lagi pada APBD tahun berikutnya. \"Itu hak dan kewajiban kita untuk membayarkanya,\" tutur Hamka. Selain utang DBH pajak kepada kabupaten/kota, menurut Hamka, untuk kepada pihak ketiga juga akan dianggarkan di APBD Perubahan tahun 2020 ini. Tinggal lagi saat ini akan dilakukan pembahasan bersama DPRD Provinsi Bengkulu untuk penganggarannya. \"Utang ke pihak ketiga dialokasikan di APBD-P,\" ungkapnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler mengatakan, pemprov wajib membayarkan utang DBH tersebut kepada kabupaten/kota. Karena DBH itu merupakan kewajiban didapatkan oleh kabupaten/kota dari sumber pajak yang telah didapatkan selama ini. \"Ini kita sayangkan ketika dua tahun DBH itu tidak kunjung dilunasi. Harusnya ini prioritas dibayarkan. Jangan lagi ditunda-tunda pelunasannya,\" ungkap Dempo. Jika DBH itu tidak dibayarkan kepada kabupaten/kota, maka pembangun daerah juga akan lamban berjalan. Mengingat DBH itu memiliki peran penting untuk mendongkrak pembangunan daerah. \"Jadi harus dianggarkan. Apalagi ditengah pendemi saat ini, anggaran tersebut sangat penting bagi daerah untuk memulihkan ekonomi masyarakat,\" tandasnya. Untuk diketahui, utang DBH sebesar Rp 247,4 miliar itu terdiri dari bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahun 2018 Pemprov terutang pada 10 kabupaten/kota sebesar Rp 19,4 miliar, tahun 2019 sebesar Rp 54,1 miliar. Lalu bagi hasil Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tahun 2018 terutang Rp 13,6 miliar dan 2019 sebesar Rp 33,4 miliar. Kemudian, bagi hasil Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), tahun 2018 terutang Rp 30,6 miliar dan tahun 2019 utang itu sebesar Rp 66,3 miliar. Tidak hanya itu, pajak bagi hasil air bawah tanah/air permukaan, utang 2018 Rp 1,1 miliar dan 2019 Rp 2,1 miliar. Terakhir utang bagi hasil pajak rokok tahun 2018 Rp 16,3 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 9,9 miliar. (151)

Tags :
Kategori :

Terkait