Pecat PNS Eks Napi Korup
BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Terkait rencana pemecatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) mantan narapidana (eks Napi) korupsi yang telah mendapatkan putusan inkrah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu sampai saat ini belum menentukan kebijakan. Baik akan dilakukan pemecatan, maupun justru tidak memecat semua PNS eks Napi korupsi, sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) antara Mendagri, Menteri PAN RB serta Kepala BKN.
Sebab, sesuai dengan SKB itu, maka Pemda wajib memecat PNS sampai tanggal 31 Desember mendatang. Kebijakan itu belum diputuskan, mengingat saat ini PNS eks Napi yang ada di Pemprov sedang mengajukan gugatan atau judicial reviews ke Makamah Konstitusi (MK).
\"Kita patuhi saja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,\" terang Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Nopian Andusti SE MT kepada Bengkulu Ekspress, kemarin (19/10).
Diterangkannya, gugatan yang dilayangkan oleh PNS eks Napi itu murni dilakukan melalui Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Artinya Pemprov tidak ada ikut campur dalam gugatan yang dilayangkan tersebut. \"Itu murni dari Korpri, bukan pemerintah,\" tambahnya.
Dengan berjalannya gugatan ke MK itu, maka prosesnya itu biarkan berjalan sampai selesai nantinya. Apapun menjadi kesimpulan yang dilakukan pada gugatan tersebut, Pemprov tetap akan meminta petujuk dari pemerintah pusat. \"Biarkan itu berjalan. Kita patuhi aturan saja,\" tutur Nopian.
Belum ditentukan sikap untuk memecat PNS eks napi korupsi itu, lantaran sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Dr H Rohidin Mersyah MMA mengadukan permasalahan tersebut ke Mendagri dan Kepala BKN. Karena menurut Rohidin, PNS eks napi korupsi itu rata-rata hanya sebagai korban. Bukan menjadi pelaku utama. Karena pelaku utama itu ialah pihak ketiga yang tidak menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). \"Itu pihak ketiga yg tidak mengembalikan temua negara. Itu menjadi aktor utama,\" ujar Rohidin.
Menurut Rohidin, pemecatan itu perlu dilakukan pertimbangan, karena PNS eks Napi korupsi itu tidak hanya sudah dipenjara, tapi juga sudah mendapatkan sanksi sosial dari masyrakat. \"Kita ingin keadilan hukum bisa dirasakan,\" paparnya.
Rohidin menceritakan, sebagai kepala daerah memang gamang memberikan putusan itu. Dicontohkannya, dirinya pernah didatangi oleh salah satu mantan kepala dinas. Dalam kasusnya, mantan pejabat itu tersandung kasus dalam anggaran Rp 150 juta. Tanpa sepengetahuan mantan kepala dinas itu menandatangi surat proyek itu.
\"Dia (mantan pejabat) itu datang ke ruangan saya, langsung pingsan. Setelah itu menceritakan, dirinya sudah dipenjara, rumah disita bank dan ditambah terkena sanksi sosial. Ini mau dipecat lagi, bisa bunuh diri,\" tandas Rohidin. (151)