\"Ini harus diatur nanti. Jadi tidak bisa sembarangan mengangkut penumpang. Karena Grab itu aplikasi dan kendaraan itu angkutan, maka dua hal ini harus dibedakan,\" ujarnya.
Disisi lain Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Dr H Rohidin Mersyah MMA mengatakan, pada prinsipnya grab dan angkot harus tetap melengkapi perizinan. Sebab, sebuah izin itu menjadi kewajiban yang harus dilakukan kepada semua jenis usaha. \"Proses izin yang sedang dilakukan, itu memang harus segera. Jadi jangan sampai tidak berizin,\" ungkap Rohidin.
Rohidin menegaskan, semua angkutan penumpang, baik itu angkot dan Grab atau angkutan online memang semua dibenarkan. Tidak hanya di Bengkulu, di provinsi lain, angkutan online itu diperbolehkan. Namun demikian, mekanismen perizinan menjadi hal wajib dipenuhi. \"Kalau semua lengkap, juga tidak ada alasan kita untuk melarang,\" tambahnya.
Agar semua tetap berjalan dalam mencari rezeki, maka tidak hanya grab, sopir angkot juga diminta untuk berinovasi. Dengan inovasi itu, maka penumpang bisa nyaman di angkot. Karena angkot dan grab itu memiliki pasar sendiri. \"Inovasi itu penting. Bagaimana inovasi itu menjadi daya tarik masyarakat. Jadi masyarakat juga bisa nyaman diangkutan,\" pungkas Rohidin.
Disisi lain, Ketua Organda Provinsi Bengkulu, Syaiful Anwar mengatakan, ada sekitar 1.500 sopir angkot menuntut agar aplikasi online tersebut segera ditutup, karena sudah menyengsarakan pengemudi angkutan umum resmi. Ia menjelaskan sejak transportasi umum berbasis aplikasi online beroperasi, penghasilan para sopir angkot menurun drastis. Bahkan beberapa sopir angkot hanya bisa menyetor sekitar Rp150 ribu hingga Rp200 ribu. Padahal, sebelumnya, rekannya itu bisa menyetor hingga Rp300 ribu. \"Ini jelas merugikan sopir angkot di Bengkulu,\" kata Saiful.
Akibat berkurangnya pemasukan tiap bulan, banyak sopir angkot tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membayar kontrakan. Bahkan, ada istri yang meminta cerai. \"Kami bukannya mempermasalahkan kalah saing dengan transportasi berbasis online. Selama mereka mentaati aturan-aturan yang sudah ada, membayar pajak, jika mereka taksi maka mereka memasang plat kuning, ada argo dan tera, kami tidak mempermasalahkan,\" papar Saiful.
Selain itu, banyak juga sopir angkot mengaku rugi karena harus mengeluarkan biaya untuk mengurus semua persyaratan agar menjadi transportasi umum yang legal. \"Sementara, pengendara Grab kan menggunakan mobil pribadi. Bahkan, ketika kami perhatikan dari platnya tidak ada yang bewarna kuning, ini kan artinya mereka tidak memiliki izin dari Pemerintah,\" tukas Saiful (999/(151)