Nekat Maju Jadi Capres meski Perempuan Dilarang

Nekat Maju Jadi Capres meski Perempuan Dilarang

jpnn.com, IRAN - Konstitusi di Iran jelas melarang seorang perempuan untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

Demikian keyakinan Guardian Council, dewan pengawas politik yang berhak merestui dan menolak kandidat presiden.

Namun, tafsir Guardian Council terhadap konstitusi berbahasa Arab itu tidak menyurutkan niat Azam Taleghani untuk mencalonkan diri.

Seperti yang dilakukan dalam pilpres 1997, 2001, dan 2009, Taleghani kembali nyapres dalam pilpres tahun ini.

Seperti yang sudah-sudah, Guardian Council pun kembali menolak. Alasannya masih tetap sama.

Politikus 73 tahun yang pernah menjadi anggota parlemen pada 1980 itu adalah perempuan.

\"Di antara 137 perempuan yang mendaftarkan diri untuk jadi kandidat presiden, tidak ada satu pun yang diterima,\" terang seorang jubir Komite Pemilu Iran.

Taleghani yang datang ke Kementerian Dalam Negeri dengan alat bantu jalan pun harus kembali gigit jari.

Maret lalu, Guardian Council menolaknya beberapa hari setelah dia mendaftarkan diri.

Sejak 1997, pilpres Iran selalu diramaikan kehadiran kandidat perempuan. Sebab, pada tahun itu, Guardian Council mengizinkan perempuan mencalonkan diri.

\"Itu hanya formalitas. Praktiknya, mereka tidak pernah mengindahkan kandidat perempuan,\" kata Mahboubeh Abbasgholizadeh, aktivis HAM Iran, kepada Deutsche Welle.

Semua gara-gara tafsir kata rijal-e-siasi yang berbeda-beda. Guardian Council memaknai kata tersebut sebagai man alias pria.

Maka, hanya kandidat pria yang boleh membidik kursi presiden.

Namun, sebagian kalangan yakin kata itu merujuk kepada person yang bisa berarti lelaki atau perempuan.

Saat ini, posisi politik tertinggi kaum hawa Iran dipegang Wakil Presiden Masoumeh Ebtekar.

Dia menjabat sejak 2013. Ebtekar lah yang menjadi semangat bagi Taleghani untuk terus memperjuangkan mimpi.

\"Mungkin, kami tidak akan pernah punya presiden perempuan. Tapi, itu tidak berarti kami harus pasrah dan berhenti berjuang,\" kata putri mendiang Ayatullah Mahmoud Taleghani itu. (BBC/indian express/hep/c21/any/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: