Alih Fungsi Lahan Pertanian Kian Marak

Alih Fungsi Lahan Pertanian Kian Marak

BENGKULU, BE - Hasil pertanian di Kota Bengkulu terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan (DPPPK) Kota Bengkulu, penurunan produksi tersebut disebabkan terjadinya penyempitan lahan persawahan yang mencapai 400 hektare dalam kurun waktu 1 tahun belakagan ini. Hal tersebut dikarenakan banyak petani yang mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi rumah maupun tempat usaha lainnya.

\"Pada tahun 2015 yang lalu, luas lahan pertanian kita mencapai 1700 hektare untuk wilayah Kota Bengkulu, saat ini hanya tinggal 1300 hektare setelah kita lakukan pengukuran ulang,\" kata Kadis DPPPK Kota Bengkulu, Matriyani Amran MPd.

Ia mengungkapkan, sangat sulit mencegah alih fungsi lahan pertanian yang dijadikan peruntukan lain, misalnya dijadikan lokasi membangun rumah maupun menjadi sektor industri perumahan.

\"Ini sangat sulit kita cegah, oleh sebab itu kita akan mengambil langkah tegas jika masih ada petani yang mengubah lahan pertanian menjadi rumah maupun industri lainnya,\" tuturnya.

Dikatakannya, banyak faktor lain juga yang melatarbelakangi alih fungsi lahan pertanian, seperti pembangunan kota dan semakin bertambahnya jumlah penduduk menjadi pemicu utama banyaknya alih fungsi lahan.

\"Kita mengharapkan kepada petani untuk tidak lagi mengalih-fungsikan lahan pertanian karena bisa-bisa sektor pertanian kita menurun setiap tahunnya,\" pintanya.

Ia memaparkan, berkurangnya lahan pertanian otomatis mempengaruhi produksi padi yang rata–rata produksinya sekitar 4 ton per hektare, dan sekarang sangat menurun drastis dibandingkan tahun yang lalu. Belum lagi ditambah penyebab lainnya seperti musim hujan atau adanya serangan hama tikus dan ada juga sebagian daerah seperti di daerah Muara Bangkahulu yang tidak melakukan penanaman.

\"Untuk menekan angka penurunan lahan pertanian, Pemerintah Kota Bengkulu berencana akan mengupayakan perluasan lahan abadi sebesar 20 hektare yang akan dirancang tahun 2017 mendatang,\" ungkapnya.

Ia menjelaskan, untuk mempertahankan lahan pertanian sulit dilakukan, karena memang alih fungsi lahan tidak bisa ditahan. Akibatnya kebutuhan pangan kota Bengkulu tahun ini turun mencapai 50 persen.

\"Wilayah Kecamatan Tanjung Agung yang paling banyak mengalami alih fungsi lahan. Saat ini kita akan lakukan pengecekan dan pengukuran lebih lanjut mengenai masalah tersebut,\" jelasnya.

Sementara itu, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu juga mencatat bahwa penyempitan tidak hanya terjadi di Kota Bengkulu, melainkan terjadi hampir di semua kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu.

Kepala Distan Provinsi Bengkulu, Ricky Gunarwan mengatakan, penyempitan lahan ini terjadi karena adanya alih fungsi lahan.

\"Masyarakat banyak mengalih-fungsikan lahan persawahan menjadi lahan perkebunan seperti sawit, karet hingga perkebunan lainnya,\" ungkap Ricky kepada BE, kemarin.

Dijelaskannya, alih fungsi lahan ini menjadi permasalahan serius diseluruh wilayah. Tidak hanya di Bengkulu, di provinsi lain juga mengalami hal yang sama. Terlebih untuk melakukan percetakan sawah membutuhkan biaya yang besar. Sebab, pembuatan irigasi hingga kepastian ketersediaan air harus ada di wilayah tersebut.

\"Izinnya juga berat untuk membuat percetaan sawah. Jadi jika banyak dialihkan akan menjadi mubazir saja, sedangkan biaya yang telah dikeluarkan untuk mencetak sawah baru cukup besar,\" tambahnya.

Meski demikian, lanjutnya, pada tahun 2016 ini pihaknya telah mencetak sawah seluas 140 hektare di Kabupaten Kaur. Sementara untuk tahun 2017 mendatang ditargetkan 2000 hektare di Kabupaten Mukomuko.

\"Validasi survei kita ada 6 ribu hektare. Namun tahun 2017 mendatang kita akan realisasikan 2 ribu hektare di Mukomuko,\" terang Ricky.

Tak hanya mencetak sawah baru, Distan saat ini juga tengah mendorong pemerintah daerah untuk menerbitkan aturan larangan melakukan pengalihan fungsi lahan persawahan. Sehingga penyempitan lahan persawahan tidak selalu terjadi. Karena dengan penyempitan lahan sawah, tentunya surplus ketersediaan beras akan tergangu.

\"Pemda kabupaten dan kota harus menerbitkan aturan. Jika tidak dilarang, maka lahan persawahan kita akan semakin menyempit,\" pungkasnya. (151/529)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: