Pak Amat Pantang Meludah di Depan Mayat

Pak Amat Pantang Meludah di Depan Mayat

PAK Amat, begitu biasa dipanggil. Dia sudah akrab dengan bau mayat. “Kalau leher baju terasa ditarik orang dari belakang, padahal di belakang tak ada siapa-siapa, itu biasalah,” kata dia.

Iman Santosa, Pontianak

SEKONYONG-KONYONG rumah di Komplek Bhayangkara itu dikerumuni orang ramai.

Sesosok mayat dalam kondisi sudah membusuk terlentang dalam rumah. Sudah meninggal empat hari, tak pelak jenazah menebarkan aroma yang amat menyengat, Rabu (16/11) pekan lalu.

Tak ada yang berani mendekat untuk memindahkannya, termasuk beberapa anggota kepolisian yang segera tiba di lokasi.

Semua yang melihat harus menutup hidung. Lalu seorang lelaki baya muncul menyeruak di antara kerumunan, mendekati jenazah.

Tanpa masker maupun menutup hidung, lelaki itu melihat sejenak.

“Oohhh gampang,” cetusnya. Sejurus kemudian ia membuka pakaiannya dan mulai memimpin proses pemindahan jenazah yang sudah dalam kondisi mengenaskan itu, dan akhirnya berhasil dievakuasi.

Lelaki itu bukan polisi atau dokter. Dia adalah Muhammad Asli Taqin, kelahiran Tebas, yang lebih dikenal dengan panggilan Pak Amat atau Amat Mujahidin.

Ia adalah supir ambulans dari Yayasan Masjid Raya Mujahidin. Dialah langganan kepolisian setiap kali ada kasus kematian atau evakuasi maupun mengantar jenazah.

“Entah sudah berapa dah, tak terhitung,” tutur Pak Amat kepada Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group) tentang  jumlah jenazah yang pernah diurusnya.

Beberapa diantaranya adalah pelaku kejahatan yang ditembak mati polisi. Termasuk pula mayat-mayat yang ditemukan dalam kondisi sudah membusuk.

Rakyat Kalbar menjumpainya di kediaman Jalan Danau Sentarum, Gg. Pak Madjid III No.9 Pontianak Kota, Senin (21/11) siang.

Amat bertutur mengurus jenazah membusuk  kemarin itu bukanlah pengalaman pertama.

Sebelumnya yang lebih parah, jenazah seorang perempuan yang telah membusuk 8 hari di daerah Wajok Hulu, dengan kondisi sudah rusak karena ulat.

Karena jenazah perempuan, Amat membawa seorang wanita pemulasara untuk memandikannya.

Ternyata, ibu pemulasara jenazah itu tidak sanggup memandikan karena terlalu bau. Terpaksalah Pak Amat yang menanganinya.

“Sebenarnya tidak boleh laki-laki memandikan perempuan,” jelasnya.

Setelah berkonsultasi dengan pihak keluarga dan pemuka agama akhirnya ia mendapatkan izin memandikan jenazah.

“Akhirnya saya mandikan sendiri, nyedok air sendiri, semua saya sendiri,” ucapnya.

(lebih…)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: