Di Balik Kehidupan Transmigran Pertama di Bengkulu Utara

Di Balik Kehidupan Transmigran Pertama di Bengkulu Utara

 Datang di Zaman Belanda, Tertekan di Masa PKI

Zaman dahulu, hidup sebagai transmigran bukan hal yang menyenangkan. Sebab, mereka yang ikut program ini harus memulai hidup baru di daerah yang tidak mereka kenal. Begitu juga awal kisah kehidupan para transmigran pertama di Bengkulu Utara, yang datang ke Bengkulu pada tahun 1930-an silam, tepatnya pada masa kolonial Belanda. Alfi Kurnia - Bengkulu Utara

Para transmigran pertama di Bengkulu Utara didatangkan dari Pulau Jawa sekitar tahun 1933. Pada masa itu, Belanda sangat berkuasa penuh atas rakyat Indonesia. Sebanyak 1403 jiwa rakyat Kebumen dan Banyumas Provinsi Jawa Tengah dikumpulkan menjadi satu kelompok, untuk dibawa bertransmigrasi di suatu tempat yang dulunya masih hutan belukar, dan kini dikenal dengan sebutan Kelurahan Kemumu Kecamatan Arma Jaya Kabupaten Bengkulu Utara (BU).

Meski hidup di bawah pemerintahan kolonial Belanda, bukan berarti membuat transmigran pertama di Kabupaten Bengkulu Utara (BU) hidup dalam tekanan penyiksaan. Malahan, transmigran yang menyebrang dari Pulau Jawa melalui jalur darat itu diberi modal untuk bercocok tanam. Di zaman penjajahan itu, para transmigran dikenal sebagai transkolonialisasi. Dengan memakan waktu berhari-hari bahkan diperkirakan hingga satu pekan lebih, 350 kepala keluarga (KK) yang diangkut menggunakan mobil truck akhirnya tiba suatu perbukitan. Setelah masing-masing KK itu diberi 0,25 hektar lahan untuk mendirikan rumah dan 0,75 hektar, lahan untuk mengembangkan persawahan mereka dibiarkan hidup secara mandiri.

\"Tidak ada penyiksaan pada masa itu,\" ujar Sudarmin SSos (40), Lurah Kemumu yang juga tokoh masyarakat Kemumu kepada BE kemarin. Hanya saja, ratusan KK itu dibiarkan hidup bersusah payah tanpa diberi bekal sedikitpun. \"Mereka dibiarkan mencari makan sendiri setelah diberi lahan tersebut,\" ujar lelaki berkumis panjang itu.

Setelah itu, penduduk yang hidup berkelompok oyi menamai kawasan di bawah kaki bukit itu sebagai Desa Sidomulyo. Namun, nama itu tidak bertahan lama, karena penduduk yang saat itu mengembangkan persawahan tanpa ada irigasi, banyak menemui adanya tanaman keladi, sehingga mengubah nama desa itu menjadi Desa Kemumu.

Dua tahun berlalu tepatnya tahun 1935, kolonial Belanda yang menyadari persawahan itu tidak akan berkembang pesat tanpa ada irigasi air, sehingga mereka memanfaatkan tenaga penduduk itu sendiri untuk membangun irigasi di balik keindahan air terjun Kemumu. \"Saat itu, semua penduduk dipaksa untuk bekerja, tetapi keringat yang mereka keluarkan itu diupah dengan makan,\" tutur Sudarmin.

Setelah sepuluh tahun mengerjakan pembangunan untuk kemajuan bidang pertanian itu, sebelum kemerdekaan di tahun 1945 irigasi yang mengairi lokasi persawahan rampung dibangun. \"Setelah ada irigasi persawahan mereka mulai berkembang,\" ucap Sudarmin.

Namun, belum puas menikmati kebebasan setelah Presiden pertama, Ir Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, penduduk yang baru akan mengembangkan perekonomian itu mesti merasakan kehidupan yang tertekan kembali. Mereka kembali terpaksa hidup susah dibawah tekanan pemberontakan Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena merasa was-was.

Namun, setelah hampir satu windu hidup setelah pemberontakan PKI ditumpas, para transmigran yang telah bertambah jumlah penduduknya benar-benar dapat menikmati, nikmatnya udara kebebasan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu para penduduk transmigrasi itu dapat kembali, memperbaiki pertanian untuk terus bertahan hidup. \"Saat zaman pemberontakan dulu kan semua kehidupan susah, setelah bubarnya PKI kehidupan dan perekonemian mereka mulai membaik,\" imbuh ayah dua anak tersebut.

Setelah itu, hari-hari pun berlalu, masa-masa kelam yang silih-berganti menyelimuti kehidupan pun mulai ditinggali dan dilupakan. Lima tahun kemudian, tepatnya tahun 1970. Masyarakat Desa Kemumu yang fokus mengembangkan persawahanan akhirnya benar-benar dapat menikmati hasil pertanian yang melimpah ruah tanpa ada rasa takut sedikitpun. \"Dengan bertahap kembali memperbaiki mental dan kehidupan, sekitar tahun 1970 kehidupan mereka baru dapat dikatakan normal,\" ungkap lelaki kelahiran Desa Kemumu tersebut.

Sebelum desa ini dirubah mejadi kelurahan pada 1 April 1981, di Desa Kemumu ini sudah sepuluh kali berganti kepala desa (kades). Setelah itu, seiring dengan bergantinya zaman perekonomian penduduk yang meningkat dengan memanfaatkan, hasil panen persawahan dan perkebunan tetap berkembang hingga sekarang. \"Selama perjalanannya sudah ada sepuluh kali terjadi pergantian kades, kemudian tanggal 1 April 1981 diubah menjadi kelurahan dan sampai sekarang persawahan, kebun dan perekonomian masyarakat berkembang,\" pungkasnya.

Selain itu, saat ini warga Kelurahan Kemumu sudah tidak hanya menopang kehidupan mereka, dengan memanfaatkan hasil pertanian dan perkebunan saja tetapi sudah banyak generasi muda yang telah memilih kehidupannya, bekerja dibidang yang lebih baik lagi. \"Sekarang masyarakat kita hidup tidak hanya memanfaatkan hasil pertanian dan perkebunan lagi, karena sudah banyak generasi muda yang memilih bekerja di perkantoran dan ada juga yang menjadi guru,\" tutupnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: