Oknum Anggota DPRD Diduga Gelapkan Dana PGRI

Oknum Anggota DPRD Diduga Gelapkan Dana PGRI

BENGKULU, BE - Oknum anggota DPRD Provinsi Bengkulu berinisial Su diduga telah menggelapkan uang pembelian tanah milik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Bengkulu. Penggelapan itu diketahui disaat PGRI Kota Bengkulu tengah hendak melaksanakan proses pembangungan gedung PGRI oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan proses pekerjaan itu kemudian dihentikan oleh pemilik tanah atas nama Kuterdi.

Pada tahun 2015 lalu PGRI Kota Bengkulu telah membeli lahan sebanyak 5 kapling tanah di areal seluas 1.250 meter di kawasan Bentiring. Lahan ini milik PNS Kehutanan yang bertugas di Bengkulu Utara atas nama Kuterdi. Pembelian lahan itu, telah diserahkan kepada pengembang yang dikelola SU. Di atas lahan itu sudah dilakukan peletakan batu pertama oleh Wakil Walikota Bengkulu, Ir Patriana Sosialinda pada tanggal 25 November 2015 bertepatan dengan HUT PGRI ke-70.

Selanjutnya, Rabu (4/8), tim PGRI bersama Pemerintah Kota Bengkulu, melalui Dinas PU berencana melakukan pembangunan gedung PGRI. Saat di lokasi, tim PU bersama pengurus PGRI telah melihat desain (gambar) bangunan gedung. Saat hendak melakukan pengukuran, di atas areal lahan itu, Kuterdi selaku pemilik lahan mendatangi tim PU dan PGRI meminta pembangunan dihentikan. Pasalnya sang pengembang belum melunasi pembayaran yang dijanjikan.

Pengakuan Kuterdi membuat kaget ketua dan pengurus PGRI lainya, dan juga tim dari Dinas PU. Pada kesempatan itu, Kuterdi pun membeberkan awal terjadinya perjanjian bersama pengembang dan membawa bukti-bukti surat pernjajian dan surat hibah serta Surat Keterangan Tanah miliknya.

Dibeberkan Kuterdi, sebelum dikaplingkan lahan seluas 1.250 hektar itu, ia bersama Su selaku pengembang membuat surat perjanjian, yang diteken diatas materai Rp 6000. Pasca ditekenya surat perjanjian itu, SU menyetujui harga tanah yang ditawarkan senilai Rp 2 miliar, namun baru dipanjang/uang pangkal (DP) senilai Rp 200 juta. Ada tiga point dalam perjanjian itu,diantaranya batas akhir pembayaran dilakukan bulan juli 2015,jika tidak terbayar maka, tanah ini kembali kepada pihak pertama (Kuterdi), dan DP yang sudah masuk hilang.

Pada tanggal 5 Juli 2015, SU mendatangi Kuterdi dan mengaku tidak bisa memenuhi janjinya untuk membayar sisa yang pembayaran. SU pun meminta tenggang waktu masa pelunasan ditunda hingga 26 Desember 2015, sehingga perpanjangan masa pelunasan dikabulkan Kuterdi.

Hingga 26 Desember 2015 pengembang SU mengeluh dananya habis. Saat itu saya hanya menegaskan kepada SU untuk memilih, \"bayar tanah atau gagal. \"Kalau tidak jadi tanah ini saya pagar, \" ungkap Kuterdi. Saat pemagaran itu, Kuterdipun menelpon pengembang SU apakah akan dilunasi atau dipagar, oleh SU dijawab dilanjutkan untuk di pagar. Sejak pemagaran dilakukan hingga saat ini, SU belum menemui Kuterdi.

\"Kami selaku warga ingin mempertahankan tanah milik kami. dasar surat menyurat dan surat perjanjian bersama dengan Su, sesuai isi perjanjian, jika su (pengembang) tidak sanggup membayar, maka kepemilikan tanah kembali kepada pihak pertama. Bukti kepemilikan tanah mulai surat keterangan hibah dari orang tuanya, dan kami memiliki surat keterangan tanah (SKT), semuanya lengkap,\" bebernya.

Kuterdi mengaku tidak ambil pusing dengan tidak ada pelunasan yang dilakukan Su. \" Untuk apa saya mencari Su, perjanjiannya kan sudah selesai, jika tidak dilunasi, tanah kembali kepada saya dan uang muka hangus. Saya berhak menjual kepada orang lain, \" terangnya. Sementara Su belum bisa dikonfirmasi, handphonenya dalam kondisi tidak aktif.

Menanggapi hal ini, Ketua PGRI Kota Bengkulu, Hery Suryadi mengaku merasa ditipu oleh Su (pengembang), pasalnya PGRI telah membeli tanah kepada pengembang sebanyak 5 kapling kepada dengan harga Rp 50 juta/kapling. Pembelian itu sudah lunas kepada pengembang. \"Makanya kita tuntut pihak pengembang untuk menyelesaikan persoalan tanah ini karena kita sudah bayar Rp 250 juta, dan sudah lunas, \" terang Hery.

Hery menambahkan, PGRI akan menuntut SU untuk bertanggungjawab sehingga pembangunan gedung guru tetap dilakukan. Apalagi Pemerintah Kota Bengkulu telah mendukung atas pembangunan gedung guru lewat APBD tahun 2016. Dengan adanya kendala status tanah ini, dan jika tidak ada pertanggungjawaban pengembang, bukan tidak mungkin PGRI akan meminta bantuan aparat penegaj hukum. (247)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: