Kekerasan Anak di Bogor Pecahkan Rekor

Kekerasan Anak di Bogor Pecahkan Rekor

BOGOR- Bogor rupanya bukan rumah yang aman bagi tumbuh kembangnya seorang anak. Ungkapan tersebut bukan tanpa landasan yang jelas. Menilik data dari Polres Bogor dan Polres Bogor Kota, angka kekerasan terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatannya bahkan mencapai 146 persen. Tak ayal para pegiat anti kekerasan terhadap anak menyebut bahwa Bogor ialah salah satu daerah terawan bagi anak. Data yang berhasil dihimpun redaksi Radar Bogor (Grup JPNN), angka pencabulan terhadap anak-anak di Kabupaten Bogor setahun lalu(2012) mencapai 79 kasus. Angka itu meningkat 146 persen ketimbang jumlah kasus serupa di 2011 yang hanya 32 kasus. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Bogor juga mencatat, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di 2011 hanyalah 48 kasus. Sementara di 2012 melonjak menjadi 64 kasus. Atau mengalami peningkatan sebesar 13,3 persen. “Untuk kasus pencabulan kebanyakan korban adalah anak di bawah umur. Sedangkan para pelakunya orang dewasa,” terang Kasat Reskrim Polres Bogor, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Imron Ermawan, Selasa (15/1). Yang menjadi ironi ialah, kebanyakan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, justru terjadi di lingkungan keluarga. Mereka-mereka(personal) yang seharusnya memberikan perlindungan kepada anak-anak dari mara bahaya, malah menjadi biang keladi perusak masa depan. Hitung-hituangan kasar yang dimiliki Imron, lebih dari 70 persen pelaku kekerasan seksual terhadap anak dilakukan orang terdekat. “Rata-rata disebabkan faktor ekonomi, pendidikan, dan kurangnya pengawasan terhadap anak. Selain itu, faktor kemajuan teknologi juga menjadi faktor pendukung yang perlu diperhatikan,\" tukas polisi dengan tiga balok emas di pundaknya. Peningkatan juga terjadi di kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dua tahun lalu, angka KDRT di Bumi Tegar Beriman terekam hanya 67 kasus. Sedangkan setahun lalu merambat naik menjadi 92 kasus atau naik 17,3 persen. Meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan tidak hanya terjadi di Kabupaten Bogor. Kasus-kasus asusila itu juga subur di wilayah hukum Polres Bogor Kota. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Sat-Reskrim Polres Bogor Kota membeberkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bogor pada 2012 mencapai 51 kasus. Sebelumnya(2011), jumlah kasus tersebut hanya 43 kasus. Angka penurunan terangkum pada kasus KDRT. Jika tahun  2011 terdapat 51 kasus KDRT, maka tahun lalu hanya 41 kasus. “Untuk kasus pemerkosaan yang kami tangani pada tahun 2011 sebanyak 3 kasus dan pada tahun 2011 turun menjadi 2 kasus,” terang Kanit PPA Polres Bogor Kota, Ipda Mellisa Sianipar. Menurut Mellisa, sejumlah korban dari kasus pencabulan terhadap anak yang terjadi di Kota Bogor mayoritas berasal dari anak yang ditinggal orang tuanya. Mereka biasanya hidup bersama nenek atau kerabat lain. “Karena ditinggal orang tua yang cerai dan hidup dengan orang terdekat, sehingga pengawasannya terlalu longgar,\" katanya. Biasanya, sambung Mellisa, pelaku tindak pencabulan anak di bawah umur akan dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan hukuman 15 tahun penjara. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan, Bogor adalah salah satu daerah dengan angka tindak kekerasan seksual dan fisik terhadap anak tertinggi di Indonesia. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengaku prihatin dengan realita tersebut. Itulah mengapa Arist meminta seluruh pihak terkait agar concern menangkal bibit-bibit kekerasan di dalam keluarga. “Pelaku kekerasan pada anak itu berasal dari lingkungan terdekat. Jadi sulit dipantau kalau hanya polisi yang begerak,” ujarnya kepada Radar Bogor, semalam. Kemiskinan menjadi muara utama meningkatnya angka kekerasan terhadap anak. Setali tiga uang, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menjelaskan, kekerasan pada anak layaknya gunung es. Menurutnya, pertumbuhan jumlah penduduk saat ini tak dibarengi dengan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap anak. “Kekerasan yang terjadi ini semakin bertambah, seolah-olah negeri ini dijadikan surga untuk para phedopil dan ini harus diwaspadai yang berarti stop,” paparnya. Terpisah, Pengamat Sosial Bogor, Ekawati pemerintah tak bisa hanya berpangku tangan melihat realita ini. Disamping itu, tegas Ekawati, tingginya kekerasan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur dapat dipengaruhi oleh kurangnya ruang berekspresi. Dan tuntutan gaya hidup yang terus berkembang. \"Anak membutuhkan ruang untuk berekspresi agar tidak terpaku. Dan saat ini terjadi gap mengenai gaya hidup, jika mereka tidak mampu maka lingkungan sekitarnya lah yang menjadi tindak kekerasan \" katanya. (sdk/cr5)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: