Izin Sakit Tidak Ada Batas Waktu
BENGKULU, BE - Terkait penambahan izin cuti ketiga Walikota Bengkulu, H Helmi Hasan, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu (UNIB), Dr Elektison Somi SH MHum berpandangan, bahwa walikota yang dikabarkan sedang menjalani perawatan di Pakistan, bisa saja menambah permohonan izin ke sekian kalinya ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Karena menurutnya, asalkan semua pertimbangannya memenuhi syarat yang ditentukan oleh Mendagri, maka bisa saja petimbangan tersebut dikabulkan oleh pemberi kewenangan, dalam hal ini Mendagri. Pertimbangan itu, seperti kesehatannya, rekomendasi dokter terkait rekam medik hingga perkembangan sakitnya walikota. \"Soal permohonan izin itu tergantung Mendagri, asalkan pertimbangannya jelas dan dapat diterima oleh pemberi kewenangan. Maka tinggal menunggu hasil dari penilaian Mendagri tersebut, dikabulkan atau tidak dikabulkan,\" terang Elektison kepada BE, kemarin. Elektison menjelaskan bahwa soal permohonan izin sakit juga tidak ada batasan untuk semua orang termasuk kepala daerah. Karena, dalam posisi sakit, setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perawatan hingga sakitnya benar-benar sembuh. \"Kalau posisinya sakit, dalam undang-undang tidak diatur batas waktunya izin sampai kapan. Itu kalau benar-benar sakit, berbeda seperti izin umroh, ada limit waktunya. Tapi kalau terbukti tidak sakit, maka bisa saja Mendagri mencabut izin cutinya tersebut,\" ujarnya. Bukan hanya dicabut izin cutinya, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu (UNIB) menegaskan bahwa kapala daerah tersebut juga akan mendapatkan sangsi berupa surat teguran. Namun demikian untuk jabatannya sendiri, Mendagri bisa saja melakukan pemberhentian jabatan sementara, bila dinilai sudah tidak efektif lagi alasannya. \"Kalau terbukti salah, bisa saja melakukan pemberhentian jabatan sementara. Kalau untuk pemakzulan soal izin sakit, sejauh ini saya belum pernah menemukannya,\" tegas Elektison. Pemakzulan Sulit Dilakukan Elektison juga menjelaskan tetang proses pemakzulan atau proses menuju kemungkinan pemecatan jabatan secara tetap, sulit untuk dilakukan. Karena menurutnya, proses pemakzulan tersebut harus melalui proses yang panjang. Sehingga Dewan Pimpinan Rakyar Daerah (DPRD) dapat menggunakan hak suaranya, berupa hak angket hingga dapat menyatakan pendapat. \"Dari hasil hak pendapat tersebut, nantikanya akan memberikan suatu pandangan. Apakah kapala daerah tersebut benar-benar melanggar humuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan,\" tuturnya. Elektison melanjutkan, kalau memang nantinya dalam pendangan bahwa kepala daerah benar-benar melanggar perundangan. Maka pendangan tersebut akan diputuskan DPRD melalu putusan paripurna. \"Sudah didapatkan hasilnya, tidak langsung pemakzulan tapi putusan tersebut akan dibawa ke Makamah Agung,\" terang Elektison. Setelah itu, tinggal lagi nantinya Makamah Agung melihat sejauh mana pelanggaran yang dilakukan oleh suatu kepala daerah. Bila benar dilakukan pelanggaran bisa saja, Makamah Agung memutuskan untuk dilakukan pemakzulan. \"Kalau sakit biasanya tidak sampai disitu, karena setiap manusia memliki hak untuk mendapatkan perawatan dan izin kesehatan. Namun semunya harus jelas dan transparansi sehingga pemangku kebijakan dapat memberikan jaminan,\" pungkas Elektison. Soal penambahan izin walikota ke tiga tersebut, sebelumnya Pelaksana tugas (Plt) Sekda Provinsi Bengkulu, Drs H Sumardi MM bahwa rencana permohonan perpanjangan izin tersebut harus disertakan bukti-bukti otentik tentang sakitnya walikota. \"Untuk surat izin Walikota, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) meminta pertimbangan dengan adanya kejelasan sakitnya apa, dimana dirawatnya, keterangan dokter ahli yang merawatnya dan harus disertai foto-foto sakitnya walikota. Oleh karena itu, Pemprov yang hanya menjalankan perintah untuk memfasilitasi, masih menuggu permohonan tersebut untuk langsung diserahkan ke Mendagri. Tergantu Mendagri keputusannya seperti apa,\" tandas Sumardi. (151)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: