Kisah Perias Artis Cut Tari asal Ternate
Rata-rata perempuan di Kota Ternate pasti mengenal nama Helmi Daeng Barang, yang lebih dikenal dengan Helmi si tukang rias. Padahal, pria kemayu ini nyaris tak pernah beriklan di medi apapun. Ya, reputasi Helmi sebagai perias, terutama rias pengantin, tampaknya menyebar dari mulut ke mulut klien yang puas dengan sentuhan tangannya. Ika Fuji Rahayu, Ternate. Sejak duduk di bangku kelas 1 SD, Helmi Daeng Barang telah menyadari ada yang berbeda dengan dirinya. Ketika anak-anak lelaki lain seusianya lebih suka bermain bola dengan sesama lelaki, Helmi lebih memilih bermain lompat tali dengan anak perempuan. Meskipun begitu, tak ada yang bisa dia lakukan selain memendam keinginan untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Baru ketika duduk di bangku SMP, pergaulan dengan komunitas transgender lainnya mendorongnya untuk lebih terbuka mengenai dirinya sendiri. Dia mulai berdandan seperti perempuan dan terkadang memakai rok. “Keluarga marah besar. Tapi saat itu memang kita sedang puber-pubernya dan mungkin karena bergaul dengan komunitas yang juga sama seperti saya, akhirnya terbawa tampil seperti itu,” tutur Helmi ketika ditemui Malut Post (Grup JPNN.com) di salon miliknya, Helmi Salon, di Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Ternate Tengah, baru-baru ini. Bersamaan dengan perubahan penampilannya, bakat Helmi di bidang kecantikan pun mencuat. Dia mulai ikut menjadi tukang potong rambut di sejumlah salon di Kota Ternate. Anak kedua dari empat bersaudara itu menjadi pemotong rambut dari salon ke salon untuk mencari pengalaman, juga tambahan uang jajan. Dari situ, jaringannya dalam dunia usaha kecantikan makin luas. Menginjak bangku SMA, dia telah mampu membiayai sekolahnya sendiri dari hasil keringatnya di salon. “Waktu itu, karena merasa lebih nyaman berada di salon, saya jadi jarang pulang ke rumah. Sempat merasa jauh dari keluarga juga karena keadaan itu,” ujar pria yang kini berusia 37 tahun itu. Puncaknya, begitu lulus dari SMK Negeri 1 Ternate pada tahun 1997, dia nekat kabur ke Jakarta mengikuti salah seorang kerabatnya. Dua minggu kemudian barulah pihak keluarga mengetahui kepergian Helmi. Sang ayah berang bukan main, namun tak bisa berbuat apa-apa. “Ke Jakarta naik kapal, dengan uang saya sendiri. Hidup di Jakarta semuanya saya tanggung sendiri. Awal-awal di ibu kota, orang tua tidak menerima kondisi saya yang berbeda. Namun lama kelamaan saya bekerja dan membuktikan diri bahwa saya bisa melakukan hal-hal yang berguna untuk diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, dandanan seperti perempuan juga mulai saya tinggalkan,” kisahnya. Di ibukota, Helmi mengikuti kursus menata rambut pada Johny Andrean, penata rambut terkemuka Indonesia. Dia mengambil paket advance lantaran telah menguasai dasar-dasar menata rambut selama di Ternate. Hanya tiga bulan mengikuti kursus, pria berpostur tubuh bongsor ini lantas direkrut menjadi salah satu karyawan tetap Johny. “Kerja bersama timnya Johny sekitar delapan bulan, lalu saya diminta mengelola salon milik tante saya yang berbagi saham dengan istri Bapak Wismoyo Arismunandar (mantan Kepala Staf TNI AD, red),” tambahnya. Setelah itu, Helmi bergabung dengan Johnny Saleh International Salon and Bridal, sambil mengikuti kursus advance make-up di Martha Tilaar. Dia juga rajin menimba ilmu melalui seminar-seminar tata rias dan rambut dari para pakar semisal Rudi Hadisuwarno. Saat itu, Helmi mulai melebarkan kemampuannya di bidang tata rias. Langkah berikut yang diambilnya adalah bergabung dengan Tarzan Foto Bridal yang fokus pada foto dan salon. “Pasar Tarzan adalah kalangan menengah ke atas. Maka saat itu saya juga sudah mulai menangani klien-klien artis dan pejabat. Selain itu, kerja sampingan juga merias model untuk majalah-majalah wanita, seperti Femina, untuk menambah penghasilan dan jam terbang sebagai perias,” ungkapnya. Pada tahun 2000, Helmi juga berkesempatan gabung dengan Tim Artistik Mustika Ratu yang kerap merias kontestan Puteri Indonesia dan Akademi Fantasi Indonesia. Dia pun bekerja sama dengan wedding organizer Pang Sani sebagai make-up artist yang menangani sejumlah selebriti seperti Cut Tari dan Ersa Mayori. Tercatat selebriti seperti Uut Permatasari, Nadila, Selvi KDI, hingga pejabat setingkat gubernur pernah merasakan sentuhan tangan Helmi. Dia juga kerap menerima pekerjaan ke luar daerah seperti Bengkulu, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Timur. “Di Mustika Ratu sampai 2006, lalu saya balik ke Ternate dengan tujuan awalnya adalah cuti liburan. Namun begitu sampai di Ternate dan melihat kondisi orang tua yang semakin tua, saya akhirnya memutuskan untuk tidak lagi kembali ke Jakarta,” katanya. Di Ternate, Helmi awalnya mengelola salon milik orang lain, yakni Celine Salon. Namun dengan pengalaman dan jam terbang yang dimilikinya, dia merasa sudah waktunya membuka usaha sendiri, meskipun kecil-kecilan. Maka pada 2007 hadirlah Helmi Salon yang awalnya terletak di Kelurahan Ubo-Ubo, Kota Ternate Selatan. Salon ini sempat berpindah-pindah tempat sebelum akhirnya menetap di Tanah Tinggi tiga tahun terakhir. ”Dulu Cuma salon standar. Belum ada penyewaan baju pengantin, dekorasi, catering, dan lain-lain, seperti sekarang ini,” ujar pria yang mengidolai make-up artist Willy Wahyudi itu. Kerja keras Helmi selama hampir 20 tahun bergelut di dunia salon berbuah manis. Saat ini, untuk menggunakan jasa rias Helmi, setidaknya sebulan sebelumnya para calon pengantin sudah harus melakukan pemesanan. Untuk klien di luar kota, dua hingga tiga bulan sebelumnya sudah harus mem-booking jadwal sang make-up artist agar tidak bertabrakan dengan jadwal merias di tempat lain. Terkadang dalam sehari dia harus merias di beberapa tempat sekaligus. Selain daerah di Maluku Utara seperti Jailolo, Tidore, Sanana, Morotai, dan Bacan, Helmi juga masih harus menangani klien dari kota lain seperti Jakarta dan Manado. Pejabat hingga anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka merupakan contoh klien tetapnya. “Alhamdulillah banyak yang merasa cocok. Mungkin karena pengalaman, juga layanan yang kita berikan sehingga langganan percaya dengan jasa yang kita tawarkan,” kata Helmi yang kini dibantu lima orang karyawan di salonnya. Dalam merias, Helmi cenderung lebih menekankan pada sisi naturalitas sang pemilik wajah. Dia menyukai riasan yang mewah dan elegan, namun tidak tampak seperti memakai topeng. ”Namun semuanya kita kembalikan ke selera klien masing-masing. Bagaimana pun juga kita harus merias sesuai dengan karakter orangnya,” paparnya. Di balik gayanya yang ceplas-ceplos dan senang melucu, Helmi mengaku terkadang merasa sedih jika ditanya oleh sang ayah kapan dirinya menikah. Pertanyaan itu kadang dilontarkan sebab saudara-saudaranya telah lebih dulu berkeluarga. Helmi mengatakan dia pun sama seperti orang-orang lain, menginginkan kasih sayang dan memiliki keluarga sendiri. “Ayah suka tanya kapan saya menikah? Tapi saya bilang, tidak usah memikirkan itu. Yang penting ayah dan ibu senang, saudara-saudara saya senang, itu yang lebih penting bagi saya. Sebab bagi saya hidup intinya adalah berbuat untuk orang lain,” tandasnya.(kai/fri/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: