KPK Tuntut Ringan Rio

KPK Tuntut Ringan Rio

JAKARTA, BE - Penanganan perkara suap yang melibatkan mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella mengundang tanda tanya. Tidak biasanya KPK menuntut penyelenggara negara dengan hukuman ringan. Kemarin (7/12), Rio hanya dituntut dua tahun penjara. Hukuman tambahan sebagaimana yang lazim dijeratkan pada politisi pun tak dituntutkan. Tuntutan ringan itu salah satunya karena Rio tiba-tiba diberi predikat Justice Collaborator atau pelaku yang bersedia bekerjasama dengan penegak hukum. Jaksa KPK Budi Sarumpaet mengatakan pertimbangan yang meringankan tuntutan Rio ialah dia dianggap sopan, belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya. \"Terdakwa juga mengajukan sebagai justice collaborator,\" ujar jaksa. Pertimbangan meringankan itu terkesan berlebihan. Sebab sejak dipenyidikan, Rio kerap tidak mengakui uang yang pernah diterimanya. Apalagi dalam dakwaan jaksa jelas disebutkan Rio sempat mengatur agar seolah-olah uang yang diterimanya telah dikembalikan. Sebagai perbandingan, sama-sama anggota DPR, politisi PAN Wa Ode Nurhayati dituntut hukuman penjara 14 tahun. Saat menangani kasus Wa Ode, KPK juga mengejar pencucian uangnya. Dalam kasus Rio ini KPK seolah terburu-buru membawa perkara ke penuntutan. Upaya mengejar ke praktek-praktek korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Rio tak dilakukan. Hal lain yang tak lumrah ialah KPK selama ini kerap mengajukan tuntutan pencabutan hak dipilih. Hal itu dilakukan pada banyak politisi, mulai dari Lufthi Hasan Ishaaq (mantan Presiden PKS) sampai Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat). Dalam persidangan Rio Capella, Jaksa KPK juga memberi kesempatan pada Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh untuk mangkir sebagai saksi. Dua kali Surya Paloh tak menghadiri sidang. Padahal dalam penyidikan Rio, Surya Paloh pernah menjalani pemeriksaan. Perlakuan itu jarang dilakukan jaksa penuntut umum KPK. Biasanya mereka tetap berupaya menghadirkan saksi yang dianggap perlu dan namanya muncul dalam dakwaan. Nama Surya Paloh memang muncul dalam dakwaan Rio Capella. Surya disebut ikut mendamaikan Gatot Pujo Nugroho dan wakil gubernur Sumut Teuku Erry Nuradi. Entah apa saja pembicaraan yang disampaikan Surya Paloh dalam islah tersebut. Yang pasti dari islah itulah kemudian terjadi sejumlah praktek penyuapan yang dilakukan Gatot dan Evy. Selain menyuap Rio Capella, Gatot dan Evy juga terungkap KPK menyuap tiga hakim dan seorang panitera PTUN Medan. Suap itu diberikan lewat pengacara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem O.C Kaligis. Lewat Kaligis juga Gatot dan Evy mengaku telah memberikan uang untuk Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejagung, Maruli Hutagalung. Evy juga mengaku sempat menyiapkan uang untuk Jaksa Agung H.M Prasetyo. Dalam tuntutannya, jaksa menyebut Rio terbukti menerima suap Rp 200 juta dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti. Uang suap itu diberikan untuk mengamankan penyelidikan dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung.  \"Oleh karenanya, jaksa penuntut umum meminta majelis hakim memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,\" ucap jaksa. Selain vonis dua tahun penjara, jaksa juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Dalam perkara suap ini, Rio dijerat pasal 11 UU Tipikor. Gatot dan Evy memberikan suap lewat perempuan yang menjadi teman dekat Rio, Fransisca Insani Rahesti. Uang suap sebesar Rp 200 juta diberikan dengan maksud agar Rio membantu \"mengamankan\" kasus bansos yang ditangani Kejagung. Dalam perkara itu nama Gatot telah disebut sebagai tersangka. Mengenai tuntutan ringan itu, Rio mengaku hal tersebut masih tergolong berat. \"Tuntutan itu masih berat bagi saya, makanya nanti saya akan sampaikan pembelaan,\" ujarnya. Mengenai tuntutan ringan itu, pimpinan KPK Johan Budi mengaku masih perlu menyakan pada jaksa penuntut umum. \"Harus saya tanya dulu ke jaksa,\" ujar Johan.(gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: