BPJS Berbasis Syariah Segera Diterapkan

BPJS Berbasis Syariah Segera Diterapkan

JAKARTA, BE - Pro dan kontra pembentukan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berbasis Syariah yang direkomendasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya disetujui oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Nantinya, tiga hal yang diminta MUI. Yakni, gharar, maysir, dan riba akan dihapus. Hal ini terungkap dalam pertemuan antara BPJS Kesehatan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan perwakilan pemerintah di kantor OJK, Selasa (4/8). Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan akan berusaha menghilangkan tiga hal yang disebut MUI sebagai hal yang belum syariah dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Namun, dia enggan menyebutkan secara terperinci teknis dan untung rugi dari program tersebut. \"Nanti saja, tunggu keputusan dewan direksi dan komisaris,\" ujarnya. Dari hasil pertemuan itu akan dibentuk sebuah tim untuk merumuskan program jaminan kesehatan syariah. Tim dibentuk usai rapat konsolidasi bersama pihak-pihak terkait yakni MUI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional dan OJK yang dilakukan hari ini untuk segera mencegah isu ini berkepanjangan. Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi Fatwa MUI, Jaih Mubarok menjelaskan bahwa program BPJS Kesehatan selama ini belum menerapkan unsur syariah. Karena, menjalankan tiga hal yang bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu gharar, maysir, dan riba. \"Jadi, kalau suatu waktu itu dihilangkan, akan dengan sendirinya sesuai dengan syariah. Kami sudah memikirkan bagaimana transaksi ini yang sesuai unsur syariah,\" kata dia. Selain itu, sambung Jaih, pengelolahan dana konsumen BPJS Kesehatan selama ini juga tak sejalan dengan hukum syariah. Seharusnya, pemilik dana (peserta) ikut mendapat keuntungan dari pengolahan dana tersebut. \"Tapi kenyataan para peserta tidak pernah dibagi hasil,\" selorohnya. Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank OJK, Firdaus Djaelani mengapresiasi wacana pembentukan program jaminan kesehatan syariah yang disanggupi oleh BPJS. Meskipun, risiko keuangan masih besar. \"BPJS enggak perlu takut rugi,\" kata Firdaus. Sebab, fungsi utama BPJS mengedepankan jaminan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Menurutnya, Undang-undang BPJS menyebutkan segala kerugian neraca keuangan perusahaan ditanggung oleh pemerintah. Sedangkan segala profit akan dikembalikan kepada perusahaan. \"Neraca keuangan tahun lalu yang rugi Rp 3,5 triliun kan ditombokin pemerintah,\" ucap Firdaus. Selain itu, Firdaus memaklumi ruang BPJS untuk memutarkan uangnya sangat terbatas. Pasalnya, likuiditas sangat ketat karena uang yang ada selalu digunakan untuk membayar rumah sakit rekanan. Secara umum, Firdaus berpendapat tak ada kesulitan berarti bagi BPJS untuk mengatur keuangannya nanti. BPJS Kesehatan, hanya perlu memisahkan dana dari program konvensional ke bank umum dan dana program syariah ke bank syariah. Dari hasil pertemuan tersebut menyatakan bahwa tidak ada kata haram dari Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, terkait penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan BPJS Kesehatan. \"Isu yang beredar luas bahwa ada sedikit kosa kata yang mengharamkan. Padahal, tidak ditemukan di ijtima fatwanya,\" imbuhnya. Firdaus menyatakan, hal ini harus diluruskan, karena ada kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat menanggapi rekomendasi Ijtima tersebut. Program BPJS adalah program baik dari pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat. \"Isu ini, pernyataannya belum sesuai syariah,\" tutupnya. (wmc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: