Ganti Rugi HPT Salah

Ganti Rugi HPT Salah

BENGKULU, BE - Sidang dugaan korupsi pengadaan lahan pabrik semen di Desa Lubuk Resam dan Skalak Seluma terus berlanjut, kemarin (28/05). Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Khairil Burhan BSc, kemarin bersaksi di Pengadilan Tipikor Bengkulu terkait perkara korupsi tersebut. Khairil membeberkan prosedur hukum yang seharusnya dilakukan ketika akan memanfaatkan Hutan Produksi Terbatas (HPT) untuk proyek pengadaan lahan pabrik semen senilai Rp 3,5 miliar. Menurut keterangan Khairil, setiap pengunaan kawasan HPT, harus mendapatkan persetujuan atau izin dari Kementerian Kehutanan. Bila tidak, maka semua aktivitas tersebut dianggap legal dan salah. “Berdasarkan UU 41 tahun 2009, pengunaan kawasan HPT harus melalui persetujuan Kementerian, bila berdasarkan aturan itu, tidak ada ganti rugi kepada pemilik tanam tumbuh dilokasi tersebut, jadi ganti rugi tersebut salah, kalau menurut aturan,” ujar Khairil, ketika menjawab pertanyaan ketua majelis hakim Sulthoni SH MH kemarin. Lanjutnya, pemanfaatan kawasan HPT, harus melibatan pihak Dinas Kehutanan, semua itu dilakukan untuk melakukan koordinasi dengan kementerian. Tetapi pada proyek pabrik semen ini, pihak Dinas Kehutanan Propinsi tidak terlibat sama sekali. “Saya tidak pernah tahu-menahu permasalahan proyek tersebut, tidak ada koordinasi sama saya, saya juga tidak pernah mengeluarkan surat izin pinjam pakai kawasan,” ungkapnya. Selain itu, problem sering terjadi antara kawasan HPT dan perkebunan masyarakat, yakni masyarakat lebih dulu menguasai wilayah tersebut sebelum ditetapkan sebagai kawasan HPT. Terkait promblem seperti itu, sehingga diambil kebijakan, saksi tetapi bertahan dengan aturan berlaku, kecuali bila pemohonan baik pemerintah daerah maupun pihak pengelolah mengajukan permohonan kepada kementerian terkait untuk membebaskan lahan tersebut. “Sebenarnya bila bicara hukum semua pengelolah kawasan itu ditangkap, tetapi ada problem lagi, maka seharusnya pengantian rugi atau permintaan pembebasan harus izin menteri,” imbuhnya Selain Khairil Burhan, Kadis Perdagangan Propinsi Bengkulu Ismet Lakoni, juga dihadirkan menjadi saksi. Ismet bersaksi ketika masih menjabat Kabag Pembendaharaan Pemda Propinsi Bengkulu. “Saya hanya bersaksi tetang SP3D, fakta kejadian SP3D tersebut tertulis nama Murman,itu yang saya tahu, selain itu saya tidak tahu pak hakim,” terangnya. Terkait keterangan saksi pada persidangan tersebut, terdakwa Murman Effendi paling banyak mengajukan keberatan, pertama Murman keberatan atas SP3D atas nama dirinya,kedua keberatan atas surat kuasa. “Saya keberatan, nama Murman belum tentu saya, saya juga keberatan atas surat kuasa, karena saya tidak pernah mengeluarkan surat kuasa,” kata Murman. Untuk diketahui, dalam kasus ini ada 6 terdakwa masing-masing mantan Bupati Seluma, Murman Effendi, sekretaris panitia tim 9 Tarmizi Yunus, anggota panitia 9 Saiful Anwar Dali (mantan Sekda), Direktur PT PSP Khairi Yulian, dua mantan Kadis ESDM Provinsi Bengkulu, Karyamin dan Surya Gani. Pihak BPKP sudah mengeluarkan hasil penghitungan kerugian negara dalam kasus ini yakni sebesar Rp 3,4 miliar. Tahun 2007 Dinas ESDM Provinsi Bengkulu menganggarkan dana sebesar Rp 3,5 miliar untuk pembebasan lahan pabrik semen. Uang tersebut diberikan kepada panitia yang langsung diketuai Murman Effendi. Sebagian uang dibayarkan kepada warga di sekitar lahan sebagai ganti tanam tumbuh, termasuk kepada pemilik gua sarang walet. Penyerahan uang untuk pembebasan lahan tersebut diduga melanggar aturan. Seharusnya dibentuk panita khusus untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan kebenaran dan harga lahan dari para pemilik tanah tersebut. (927)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: