Komisioner Yudisial Diberi Gelar Malin Palito Undang

Komisioner Yudisial Diberi  Gelar Malin Palito Undang

BENGKULU, BE - Secara mengejutkan, Anggota Komisi Yudisial (KY) RI, Dr. Taufiqurrohman Syahuri SH MH diberikan gelar Malin Palito Undang oleh masyarakat adat Padang, Sumatera Barat pada Sabtu, 7 Maret 2015 lalu. Gelar adat tersebut dikukuhkan oleh Daulat Rajo Alam Pagaruyuang Sutan Haji Muhammad Taufik Thain di Nagari Luak, Kabupaten 50 Koto, Sumbar. Saat diwawancarai Bengkulu Ekspress usai menghadiri peletakan batu pertama pembangunan Kampus IV Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), kemarin, Taufiqurrohman mengaku terkejut ketika gelar adat itu diberikan. Karena saat itu ia hanya mengisi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Padang. \"Saya merasa kaget karena urusan saya hanya kulih umum di Univcersitas Muhammadiah Sumatera Barat. Tiba-tiba kurang dari satu minggu sebelum acara itu, saya disuruh membawa peci sama jas, katanya mau dikasih gelar adat. Terus saya tanya, gelar adat tentang apa. Perwakilan dari Padang pun menjelaskan gelar adat terkait dengan ilmu bapak,\" ungkap Taufiqurrohman sembari meniru perkapannya dengan tokoh Sumbar. Diceritakannya, setelah memberikan kuliah umum itu, pada malamnya, ia dibawa kerumah salah seorang tokoh adat untuk ganti pakai dan menggunakan topi adat, selendang serta keris dipinggang. Selanjutnya ia pun dibawa menuju balai adat dan disana sudah berkumpul banyak masyarakat adat. \"Saya kembali terkejut karena melihat spanduk dipasang di balai adat itu ada foto saya dengan kalimat Mengggugat Keadilan Hukum Adat. Saya pun bertanya, kok temanya bisa seperti ini, lantas dijawab karena bapak telah membangunkan masyarakat khsususnya di 50 Koto bahwa hukum adat itu bisa diperjuangkan,\" paparnya. Setelah mendapatkan penjelasan itu, Taufiqurrohman pun teringat bahwa satu tahun yang lalu ia pernah datang ketempat tersebut dan berdialog dengan masyarakat tentang hukum adat Minang Kabau. \"Satu tahun lalu saya pernah datang ke Kampung itu, itupun tidak disengaja karena selesai memberikan kuliah umum, kemudian malamnya saya diajak kerumah adat yang sudah ditunggu masyarakat adat untuk berdialog dengan saya. Dialog itu berlangsung sampai pukul 01.00 WIB dini hari, pembahasannya tentang banyaknya sengeka Rumah Gadang kalah di pengadilan, bahkan sampai ke MA tetap dikalahkan. Kemudian Rumah Gadang itu dieksekusi dijual dan digusur,\" terangnya. Menurutnya, Rumah Gadang di Padang adalah rumah adat yang dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat adat. Namun belakang tiba oknum masyarakat mengaku rumah tersebut miliknya yang dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan atas nama pribadi. Kasus itu pun dibawa ke Pengadilan Negeri, namun hakim malah memenangkan oknum tersebut, karena ia hanya melihat hukum positif yang tertulis, sedangkan keputusan atau perjanjian adat sama sekali tidak dihiraukan. \"Hakim yang bukan orang Padang itu kemudian memenangkan oknum itu. Anehnya, sampai di MA juga tetap dimenangkan, dan masyarakat adat tetap dikalahkan. Sehingga dalam dialog itu mereka mengeluhkan kepada saya. Saya katakan waktu itu bahwa instusi melindungi hukum adat. Karena hukum adat adalah perjanjian koletif yang melibatkan orang banyak. Dalam hukum positif pun harus dilihat perjanjin adat itu sebagai dasar hukum, jadi jangan lihat adatnya, tapi perjanjiannnya. 2 orang saja yang berjanji bisa membuat hakim terikat, apalagi ini banyak orang,\" urai Taufiqurrohman. Setelah memberikan penjelasan terkait masalah Rumah Adat tersebut, Taufiqurrohman pun mengakui tidak mengetahui lagi perkembangannya. Namun masyarakat dan LSM adat dari Sumbar terus melakukan koordinasi termasuk konsultasi mengenai masalah yang tengah dihadapinya. \"Saat saya datang kedua kalinya, mereka langsung memberikan gelar adat Malin Palito Undang kepada saya, yang artinya orang cerdik yang alim menerangi hukum,\" ucapnya. Karena gelar sudah diberikan, Taufiqurrohman pun mengaku menjadi beban moral baginya untuk memperjuangkan masyarakat adat tersebut. Ia juga akan menyampaikan kepada Mahkamah Agung agar menempatkan hakim di Sumbar harus mengerti adat setempat, meskipun bukan orang Padang, sehingga tidak mengabaikan hukum-hukum adat yang tidak tertulis. \"Selain itu, mereka ternyata juga sudah mengajukan Rancangan Undang Undangan tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat seperti yang saya sarankan satu tahun yang lalu. Nanti kalau saya bertemu dengan DPR RI, saya akan mminta agar Rancangan Undang Undang Adat itu diperhatikan,\" pungkasnya.(400)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: