Hukuman Mati, Kuasa Tuhan yang Diambil Alih Manusia

Hukuman Mati, Kuasa Tuhan yang Diambil Alih Manusia

\"084548_913625_nusakambangan\"Dor.. Dor.. Dor.. Dor... Suara senapan dari 45 orang regu tembak dari kesatuan Brimob Polri memecah kesunyian Pulau Nusakambangan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Satu persatu para gembong narkoba pun bersimbah darah dan meregang nyawa. Inilah yang disebut kuasa tuhan sudah diambil alih oleh manusia. Ketika kematian ditentukan oleh keputusan manusia, tuhan sudah tidak lagi dipandang sebagai sang pencipta. Pro kontra terkait dengan eksekusi ini pun bermunculan. Baik itu dari warga Indonesia sendiri maupun dari warga dunia. Protes eksekusi mati sudah terjadi pada 7 narapidana yang sudah dieksekusi awal tahun 2015. 6 di Nusa Kambangan dan 1 orang di Solo Jawa Tengah. Pemerintah cuek, eksekusi jalan terus. Kali ini, protes yang sama juga dilakukan terkait rencana eksekusi mati gembong narkoba asal Australia. Berbagai protes terus dilakukan oleh negara Australia atas rencana eksekusi dua orang warganya, tentu ini pantas mereka lakukan karena hak hidup seseorang bukan ditentukan oleh manusia tapi atas kuasa tuhan. Sang pencipta saja masih mau memaafkan umatnya ketika bertobat, apakah manusia sudah tidak punya rasa memaafkan. Tentu tulisan ini bukan membela gembong narkoba, penulis sepakat narkoba harus diberantas. Penulis juga sepakat hukum bandar narkoba seberat-beratnya, tapi tidak dengan berujung di peluru senapan Brimob. Masih ada cara lain yang bisa membuat jera para bandar narkoba, masih banyak cara lain untuk menghakimi manusia yang telah merusak generasi muda. Biarkan kuasa tuhan yang menentukan. Penulis menilai wajar Australia membela mati-matian rencana eksekusi tersebut. Ini juga akan dilakukan Indonesia ketika mendengar ada warganya yang akan dieksekusi mati. Masih ingat, bagaimana nasib TKW Indonesia yang nyawanya berujung di pedang milik eksekutor pemerintah Arab Saudi. Indonesia juga melakukan yang sama, bagaimana upaya pemerintah untuk menggagalkan eksekusi tersebut walaupun harus berujung kekecewaan. Dalam pandangan hukum, pembunuhan merupakan kejahatan apakah ini menunjukan jika negara mengizinkan untuk melakukan kejahatan terhadap warganya. Apakah pemerintah Jokowi-JK sudah melihat bagaimana proses hukum yang terjadi di pengadilan? Apa hanya karena berbau narkoba langsung eksekusi, sementara bandar-bandar besar masih bisa tertawa bebas? Apakah Presiden Jokowi sudah membaca permohonan grasi, atau jangan-jangan tidak dibaca bagaimana mereka menyapaikan pembelaanya? Penulis berpandangan jangan sampai eksekusi gembong narkoba ini merusak citra bangsa Indonesia yang terkenal dengan kultur masyarakat ramah, sopan dan santun. Tidak hanya itu, ini juga akan memperburuk hubungan baik bangsa Indonesia yang dilahirkan atas keringat dan darah para pejuang. Ingat, Indonesia bukan tanpa cacat, dari 2004-2014 sudah ada tiga warga Indonesia yang dihukum mati di luar negeri, sementara 360 terancam hukuman mati dan 17 diantaranya sudah vonis tetap. Jika Indonesia masih memaksakan hukuman mati, maka negosiasi dengan negara lain untuk membebaskan para TKI yang terancam hukuman mati akan sulit. Hukuman mati bagi penulis tidak manusiawi, kerena ini bertolak belakang dengan hidup sudah diatur sama maha pencipta. Jika pepatah berkata, hidup, mati, jodoh, rezeki ditangan tuhan, kenapa harus ada hukuman mati yang dilakukan manusia. Hanya sekedar usul, bagaimana jika hukuman tembak diganti hukuman seumur hidup tanpa ada remisi atau apapun. Biarkan dia mati di dalam penjara. Alasan anggaran untuk membiyayai hidup narapidana, toh hukuman mati juga biayanya besar. (Rudi Rasudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: