75 Persen “OLeh-oleh” Tak Bersertifikat Halal
BENGKULU,BE- Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Bengkulu bersama dengan Direktur LPPOM MUI Provinsi Bengkulu dan Kasi Halal Kanwil Kemenag Bengkulu melakukan pengawasan produk berlabel di kawasan central makanan khas Bengkulu, kawasan Anggut Atas, Kota Bengkulu, kemarin. Kepala BPOM Bengkulu, Zulkifli APt saat dikonfirmasi mengatakan, tim melakukan peninjauan makanan olahan rumah tangga dikawasan central makanan Anggut. Sedikitnya ada enam toko jajanan yang dikunjungi, disana tim menemukan produk-produk yang salah menggunakan warna logo halal, serta label registrasi IRT yang juga masih ketentuan lama. \" Diketahui 11 jenis produk Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP), dari 11 jenis tersebut hanya 3 IRTP yang mempunyai sertifikasi halal dan mencantumkan label halal, \" jelasnya. Pun begitu tim tidak melakukan tindakan, melainkan hanya memberikan penjelasan sekaligus sosialisasi terhadap UU Nomor 33 tahun 2014 terkait jaminan produk. Masih dikatakan Zulkifli, pengawasan dan kontrol terhadap kehalalan produk yang beredar di pasaran bersama LP-POM MUI perlu diintensifkan, terlebih terhitung januari 2015 mendatang akan diberlakukanya MEA, sehingga perlu melihat sejauh mana kesiapan produk lokal di Bengkulu, sehingga mampu bersaing, baik rasa, harga dan kelengkapan registrasipun perlu diperhatikan. \" Ini juga menyikapi maraknya peredaran produk dengan label halal palsu yang dimasyarakat,\" terangnya. Iapun sengaja menggandeng LPPOM MUI untuk terjun kelapangan untuk melihat peredaran produk dengan label halal palsu di masyarakat. Karena lembaga inilah yang paling berkompeten. Sementara itu, Direktur LPOM MUI Provinsi Bengkulu,Ir Edwar Suharnah Mt, menjelaskan dari pantauan produk makanan khas Bengkulu sebagian besar tidak mengantongi sertifikat halal, terbukti dari pemasangan wara logo halal yang salah. \"Kalau mereka ini mengantongi sertifikat dan mengurusnya tidak mungkin salah, indikasinya 75 persen belum mempunyai sertifikat halal,\" katanya. Dosen Fakultas Pertanian UMB itu menerangkan, minimnya pedagang mencantumkan label halal karena tiga hal yakni kesadaran masyarakat, baik konsumen tidak pernah perduli dan meneliti label halal sebelum membeli. Kemudian pemasangan label halal dinilai kurang penting karena tidak diwajibkan, padahal apa yang dilakukan MUI agar apa yang dikonsumsi masyarakat Bengkulu mayoritas muslim terjamin kehalalanya. Bukan hanya itu, kurang siapnya pedagang lokal bisa merugikan sendiri dan akan kalah bersaing dengan produk makanan dari luar yang lebih terregister, dan dijamin keamanan dan kesehatanya. \"Tahun depan akan diberlakukan MEA, kalau seperti ini kasihan produk Bengkulu, olahan pedagang lokal akan kalah dengan makanan olahan dari luar,\" cetusnya. Ia berharap produsen produk yang bersangkutan mencamtukan label halal dan dapat mengajukan proses pembuatan label halal pada lembaga berkompeten mengeluarkan sertifikasi halal tak lain adalah LPPOM MUI Bengkulu. \"Pembuatan sertifikat halal harus mudah, simple, biaya rendah dan terjangkau, \"tandasnya. (247)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: