Gambar Aqil Hiasi Popok Bayi hingga Home Living

Gambar Aqil Hiasi Popok Bayi hingga Home Living

Jalani Terapi Disleksia, Aqilurahman Ikut Bantu Para Pengusaha UKM \"8200_6685_oke-Boks-Aqil---Koleksi-Ama\" Menderita disleksia tidak membuat Aqilurahman A.H. Prabowo rendah diri. Berkat ketekunannya menjalani terapi, bocah 10 tahun itu kini menghasilkan banyak karya yang bisa membantu para pengusaha kecil dan menengah. *** DARI gaya bicaranya yang ceplas-ceplos dan ceria, tidak tampak keanehan pada diri Aqilurahman A.H. Prabowo. Padahal, bocah itu sebenarnya sedang menghadapi masalah disleksia, gangguan perkembangan baca-tulis. Gangguan ’’aneh’’ itulah yang membuat Aqil –sapaan Aqilurahman– harus menjalani terapi khusus. Salah satunya terapi menggambar pattern atau pola. Namun, siapa sangka, terapi yang dijalani Aqil sejak dua tahun lalu itu kini membawa manfaat untuk orang lain. Ya, karya-karya Aqil yang awalnya sekadar gambar berulang garis dan bentuk kini membantu produk brand-brand lokal. Yakni, sejumlah gambar karya Aqil diaplikasikan sebagai desain produk usaha kecil dan menengah (UKM). ’’Kami memberikan semuanya dengan free tanpa royalti,’’ ujar ibunda Aqil, Amalia Prabowo, Sabtu (11/10). Amalia lalu menunjukkan contoh gambar karya anaknya yang tersimpan di akun Instagram @amaliaaqil. Kebanyakan gambar hitam putih dengan aneka bentuk yang menarik. Salah satunya menjadi gambar partisi (sekat) tembok produk sebuah UKM Jakarta. Dua sisi partisi itu bergambar pola yang dibentuk dari sebuah pohon, pesawat luar angkasa, hingga Menara Eiffel. Selain partisi, ada gelas, helm, dan tas yang menggunakan gambar karya Aqil. Amalia dan Aqil yang ditemui di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan itu bergantian menjelaskan awal mula gambar hasil terapi tersebut bisa diaplikasikan sebagai desain produk. ’’Waktu ada pertemuan keluarga, saya sempat memamerkan beberapa karya Aqil. Ternyata, ada saudara yang terkesan dan minta izin untuk menggunakan karya anak saya itu untuk produknya,’’ kenang CEO PT Havas Worldwide itu. Saudara Amalia tersebut adalah Handoko Hendroyono yang selama ini dikenal sebagai praktisi periklanan. Dia juga pendiri Komunitas Jakarta Do Art yang selama ini bergerak dalam dunia kreatif. Salah satu kegiatan komunitas itu adalah mengangkat brand lokal dengan mengolaborasikan karya seniman dan produk-produk dalam negeri. ’’Saat ini sudah banyak produk lokal yang memanfaatkan karya Aqil. Mulai popok bayi sampai home living,’’ jelas Amalia bangga. Aqil yang mendengarkan sang ibu bercerita awalnya hanya menganggut-anggut. Beberapa saat kemudian, dia ganti menceritakan kegemarannya menggambar. ’’Aku suka gambar di helm atau kanvas,’’ ujarnya. Mendengar celetukan anaknya, Amalia lalu menunjukkan karya Aqil di helm dan tas kanvas. ’’Ini aku sendiri lho yang gambar. Aku suka karena harus ngecat pakai piloks,’’ celetuk bocah kelahiran Jakarta, 4 Oktober 2004, itu. Amalia mengisahkan, bakat menggambar anaknya tergali secara tidak sengaja. Awalnya, Aqil harus menggambar sebagai bagian dari proses terapi penderita disleksia. Terapi wajib yang harus dijalani Aqil, antara lain, menggambar pattern secara rutin dan sesekali melakukan hiking. Terapi itu bertujuan meningkatkan konsentrasi dan merangsang otak. Tiap hari Aqil menjalani terapi menggambar minimal sejam. ’’Paling senang menggambar sambil menunggu Umi (panggilan sayang Aqil kepada ibunya, Red) pulang kerja. Sebab, kalau lihat aku gambar, Umi seperti suporter nonton bola,’’ ujar Aqil. Amalia membenarkan pengakuan anaknya tersebut. Karena itu, dia mesti menggunakan berbagai cara untuk men-support anaknya agar tidak bosan menjalani terapi gambar yang begitu-begitu saja. ’’Saya berupaya agar saat terapi Aqil bisa menyelesaikan gambarnya dalam satu media. Entah di kanvas, kertas, atau lainnya,’’ terang dia. Semangat Aqil makin menyala saat karyanya ikut dipamerkan dalam acara Jakarta Do Art beberapa waktu lalu. Dari acara itu, sejumlah UKM meminta gambar Aqil untuk digunakan sebagai desain produk mereka. ’’Rasanya seneng dan aneh saja jadinya. Kok bisa ya (aku bikin lukisan),’’ ujar Aqil lugu. Dia juga bangga saat ada orang yang memanfaatkan karyanya. Selama ini, keluarga Amalia tidak pernah meminta royalti dari pihak-pihak yang menggunakan karya Aqil untuk kepentingan bisnis mereka. Meski begitu, ada juga pengusaha UKM yang datang dan memberikan uang jajan untuk Aqil. ’’Pernah ada pengusaha yang mengaku bisa menjual produknya lebih mahal setelah menggunakan desain gambar karya Aqil. Dia lalu memberikan uang untuk Aqil. Tapi, uang itu kami sumbangkan untuk klinik disleksia,’’ ungkap Amalia. Sebelumnya, karya Aqil yang dimanfaatkan para UKM merupakan kumpulan hasil terapinya selama ini. Namun, belakangan, Aqil sanggup membuat karya by order. Salah satunya berupa desain untuk produk promosi pariwisata Pulau Gili, Lombok, NTB. Ada pula gambar yang dipakai untuk sebuah kegiatan kampanye. ’’Aqil diminta menggambar tentang Jakarta,’’ ujar Amalia. Brifing dari ’’klien’’ diterjemahkan dengan unik oleh Aqil. Dia mengimajinasikan Jakarta begitu liar. Kondisi kemacetan dan ondel-ondel digambarkan secara kreatif dengan berbagai pattern. Amalia mengaku bangga dengan talenta anak sulungnya tersebut. Dia tidak menyangka terapi yang dilakoni Aqil selama ini bisa membantu orang lain. Praktisi periklanan yang telah mengenyam sejumlah pendidikan di luar negeri itu menceritakan kondisi anaknya apa adanya. Dia mengetahui kondisi Aqil ’’yang kurang’’ ketika usianya menginjak tujuh tahun. Pada usia itu, secara akademis Aqil sebenarnya sudah bisa menulis dan membaca, meski sedikit-sedikit. Tapi, dia tidak bisa membaca dan menulis dengan normal. Dia menulis dengan huruf terbalik-balik. Begitu pula kalau membaca. ’’Kami sempat bingung mengetahui kondisi itu. Akhirnya, dia kami bawa ke psikolog. Dari situ, kami disarankan agar Aqil mengikuti terapi disleksia,’’ papar ibu dua putra tersebut. Meski memiliki talenta di bidang seni rupa, Amalia membebaskan Aqil untuk beraktivitas. Karena itu, selain melukis, Aqil senang main bulu tangkis. Minggu lusa (19/10), Aqil menggelar pameran tunggal karyanya di Taman Wisata Gunung Pancar, Sentul. Melalui pameran tersebut, Amalia dan keluarga ingin berkampanye agar keluarga lain yang mempunyai anak seperti Aqil bisa mengikuti jejak bocah itu. ’’Anak saya contoh konkret bahwa terapi itu mempunyai banyak manfaat, baik bagi si anak maupun orang lain yang memanfaatkan karya anak saya,’’ tandas Amalia. (*/c5/ari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: