Dodit Mulyanto, Makin Ngetop setelah SUCI 4
’’HAI, guys… Selamat malam penggemar, Apa kabar, masyarakat?’’ Mendengar sapaan ini, penggemar SUCI pasti langsung tahu siapa yang sedang berbicara. Itu adalah ujaran khas Dodit.
Meski terhenti di enam besar, komika kelahiran Blitar, 30 Juni, yang berdomisili di Surabaya tersebut justru kebanjiran job. Jadwal show-nya menumpuk di berbagai kota seperti Surabaya, Jogjakarta, Pangkal Pinang, hingga Balikpapan.
Efek dari jadwal yang makin sibuk adalah sudah pasti waktu istirahat berkurang. Bukan hanya itu, makin dikenal membuatnya sulit bepergian dengan bebas. Kebiasaan ngopi di warung tetap dilakukan sampai sekarang.
Bedanya, sekarang Dodit harus memakai jaket bertudung dan kacamata. Sebab, orang-orang sudah mengenalinya. Banyak pengunjung warung kopi yang mengajak ngobrol. Bertanya banyak hal.
’’Kamu kenapa kok cepat close mic? Itu cari inspirasinya gimana? Rumahmu di mana?’’ Dodit menirukan pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan.
Lain waktu, saat membeli es tebu, ada orang yang berhenti dan mengajak ngobrol lama sampai Dodit tidak bisa cepat kembali ke kos. Penjualnya tidak mengenali? ’’Mungkin mereka sibuk dengan pembeli. Jadi, nggak pernah nonton SUCI dan nggak tahu saya,’’ ucapnya dengan mimik yang bikin tertawa.
Masih untung tidak ada penggemar yang membuntuti sampai ke rumah kos. ’’Soalnya, kamar kos saya itu privat, terpencil, dan dekat gudang,’’ katanya.
Dodit tidak pernah menyangka respons masyarakat sebesar ini. Dia bersyukur bisa menghibur dan diterima masyarakat. Meski, waktu untuk diri sendiri dan orang terdekat banyak tersita.
’’Rasanya 24 jam itu kurang. Sekarang itu hidup untuk masyarakat. Habis show di kota A, belum sempat pulang ke kos, besoknya saya terbang lagi ke kota B. Waktu buat diri sendiri kurang, mandi aja jarang-jarang. Tapi, saya senang,’’ lanjutnya.
Di akun Twitter-nya, Dodit menulis, ’’Hal sederhana yang saya rindukan, tiduran sambil memandang plafon kos-kosan dan lama-lama ketiduran’’. Tidur di kos jadi hal yang langka buat Dodit sekarang. Bungsu lima bersaudara itu pun belum sempat pulang ke Blitar untuk mengunjungi orang tuanya.
Dodit juga harus rela melepaskan profesinya sebagai guru musik di SD Santa Clara Surabaya karena jadwal show stand-up yang makin padat.
Lama sebelum ikut audisi SUCI, Dodit sering tampil stand-up. Sejak awal, dia membawakan karakter pria Jawa yang memegang erat budaya Eropa. Biola baru dipakai di pertengahan. Kebetulan, ketika itu jadwal open mic bersamaan dengan Dodit sedang kursus biola. Coba dibawa ke panggung saat stand-up, akhirnya terbawa sampai audisi SUCI.
Dia masih ingat pengalaman pertama open mic di salah satu kafe di Surabaya pada 2012. Tanpa persiapan, teman-teman mendorongnya untuk mencoba. ’’Sedihnya pas pertama open mic itu… langsung lucu,’’ kata Dodit.
Akhirnya, dia makin berani tampil dan berusaha memperbaiki performance. Dodit mempelajari teori dari buku, belajar dari komunitas stand-up, dan hasil perenungan pribadi. Inspirasi bisa didapatkan dari berbagai situasi, kondisi nyaman, saat santai, atau saat mengalami momen tidak menyenangkan.
Punya tugas melucu di depan banyak orang bukan hal yang gampang. Tiap akan perform, Dodit menuliskan materi yang akan dibawakan secara detail. Lalu, dia berlatih dengan direkam.
’’Setiap ucapan saya di panggung itu saya tulis. Lengkap dengan habis ngomong ini, saya harus noleh ke mana, juga prediksi jeda tawa. Nah, kadang sudah ngeset jeda tawa, pas di panggung ternyata penonton nggak ketawa. Ya, saya harus improvisasi,’’ tutur Dodit yang berlatih tanpa cermin karena tidak ada cermin di kamar kosnya.
Setiap komika pasti pernah mengalami momen seperti itu. Cara mengatasinya, harus bisa secara cepat mengalihkan dan memancing tawa penonton. Memikirkan bahan stand-up, kata Dodit, tidak jarang membuatnya pusing dan stres.
Kalau sudah begitu, dia menghibur diri dengan nongkrong bersama teman-teman. ’’Mencoba tertawa, meski untuk tertawa itu susah. Saya baru tertawa kalau benar-benar lucu dan spontan. Lihat teman tiba-tiba jatuh dari kursi, itu bisa ketawa banget,’’ katanya.
Dodit menikmati apa yang dia raih sekarang. Dia mengaku tidak memiliki cita-cita. Mengikuti alur kehidupan saja. Lulus dari Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dia lantas diterima bekerja di Surabaya.
Selanjutnya, dia lulus audisi SUCI dan akhirnya harus melepaskan pekerjaan sebagai guru. ’’Selama masih bisa di dunia entertainment, ya saya ambil kesempatan. Nanti kalau harus balik ngajar, ya saya ngajar lagi,’’ tuturnya. (nor/c17/ayi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: