Sidang Korupsi Bibit Sawit, Diskon 10 Persen Hak Negara

Sidang Korupsi Bibit Sawit, Diskon 10 Persen Hak Negara

KOTA MANNA, BE – Sidang lanjutan perkara pengadaan bibit sawit, Selasa kemarin dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari BPKP. Dalam persidangan tersebut jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan  Joko Wahyono dari BPKP. Dari keterangan saksi ahli, diketahui bahwa diskon 10 persen dari pihak  pengadaan bibit kepada rekanan Dinas Pertanian yakni CV Dirga Utama yang diklaim sebagai keuntungan perusahaan. Namun hal itu tidak dibolehkan oleh saksi ahli tersebut. Sebab diskon tersebut merupakan hak negara atau daerah, sehingga harus masuk kas negara atau daerah. “Dari keterangan saksi ahli, diskon 10 persen harga bibit sawit itu masuk kas daerah bukan keuntungan perusahaan rekanan,” kata Suhartono, kemarin. Menurutnya, saksi ahli tersebut berpedoman pada surat pernyataan dari pihak produsen bibit sawit Medan yang menyebutkan memberikan diskon sebesar 10 persen  bagi pembelian bibit sawit yang  dilakukan pemda untuk rakyat. Menurutnya, dalam surat tersebut diketahui jika harga umum bibit sawit itu sebesar Rp 7 ribu perbatang. Namun karena pihak rekanan yakni CV Dirga Utama membelinya untuk pemerintah  diberikan potongan harga atau diskon sebesar  10 persen atau Rp 700 per batang. Dengan begitu harga sebesarnya hanya Rp 6.300 perbatang. Namun dalam kontrak pihak CV Dirga Utama dengan Dinas Pertanian tetap menyebutkan harga bibit sawit sebesar Rp 7 ribu perbatang. Oleh karena itu sesuai dengan  UU nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara pada pasal 16 ayat 4 disebutkan bahwa penerimaan berupa komisi, potongan atau pun bentuk apapun dari sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh negara atau daerah adalah hak negara/daerah. “Dalam aturan itu jelas diskon itu harus masuk kas daerah, sedangkan oleh pihak rekanan  tidak dimasukan ke kas daerah,” imbuhnya. Oleh karena itu sambung Suhartono, pihak saksi ahli BPKP menyebutkan besaran kerugian negara dari pengadaan bibit sawit itu sebesar Rp 116,6 juta. Hal itu didasarkan pada selisih harga dari Rp 7 ribu perbatang dengan Rp 6.300 perbatang didapat selisih Rp 70 juta. Selain itu dari proses penentuan pihak rekananan pemenang tender oleh saksi ahli dinyatakan cacat hukum dan salah. Sebab pada saat tender hanya ada dua kontraktor yang mengajukan penawaran yakni CV Dirga Utama dan CV Tunas Karya. Padahal diketahui kedua CV itu penanggungjawabnya Toni Surya  yang merupakan tersangka dari pihak rekanan dalam kasus ini. Seharusnya dilakukan tender ulang. Namun panitia tidak melakukannya sehingga  dimenangkan CV Dirga Utama. Keuntungan perusahaan pun tidak sah. “Untuk sidang selanjutnya Selasa depan dengan agenda keterangan terdakwa,” terang Suhartono. Sekedar mengingatkan tahun 2012 lalu ada pengadaan bibit sawit di Dinas Pertanian BS sebesar Rp 749 juta. Namun dari hasil audit BPKP ada kerugian negara  mencapai Rp 116,6 juta. Penyidik pun menetapkan PPK, Sofyan Martoni dan wakil direktur CV Dirga Utama Toni Surya sebagai tersangka.(369)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: