Dahlan Iskan Didoakan Jadi Capres

Dahlan Iskan Didoakan Jadi Capres

BATU, BE - Menteri BUMN Dahlan Iskan menjadi keynote speaker International Annual Conference On Islamic Education Management (IACIEM) di Kampus II UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) di Desa Pendem Kota Batu, Minggu (2/12). Di depan mahasiswa pasca sarjana dari berbagai negara, Pak DIs sempat didoakan agar menjadi calon presiden RI dan tetap bergaya apa adanya.

Mochtar Gozali salah satu mahasiswa pasca sarjana sempat menanyakan soal DIs yang diunggulkan jadi capres. Ada juga Ninik Masruroh mahasiwi tertua di pasca sarjana yang mendoakan agar Dahlan jadi presiden. Bahkan, di akhir diskusi, Rektor UIN Imam Suprayoga juga menegaskan, jika Dahlan jadi presiden pasti akan tetap tampil apa adanya. “Sejak saya kenal pak Dahlan mulai jadi wartawan, penampilannya seperti ini, jadi menteri juga seperti ini, maka ketika jadi Presiden, saya yakin juga tetap tampil apa adanya seperti ini,” tegas Imam Suprayoga disambut tepuk tangan membahana. Dahlan sendiri datang sekitar pukul 09.40 menaiki Alphard bersama Rektor UIN MMI Prof. Dr H. Imam Suprayogo. Dia kemudian masuk ke aula paska sarjana di lantai empat dan telah ditunggu ratusan peserta dari Indonesia, Malaysia bahkan Libya. Rektor UIN sendiri yang menjadi moderator dialog tersebut. Imam Suprayoga sempat mengenang masa lalu ketika dia bertemu Dahlan Iskan saat jadi wartawan. Sang rector menyebut, gaya DIs tak berubah, masih memakai baju putih dengan lengan dilinting dan sepatu kets. Karakter seperti itu masih ada pada diri sang Menteri BUMN tersebut. “Pak Dahlan tetap ndak umum, kalau kita ingin maju maka harus tidak umum, makanya kita hadirkan menteri yang tidak umum,”celetuk rector disambut tawa dan tepuk tangan. Dahlan Iskan ketika didaulat berbicara, mengatakan bahwa dirinya kagum dengan konsep asrama setahun ala UIN. Sebab dengan pola seperti itu, maka biaya akan dapat dipangkas disbanding harus tinggal di asrama terus menerus. Tapi untuk saat ini, dunia pendidikan harus mampu menangkap peluang dalam dunia pendidikan. “Belakangan ini, muncul gejala baru, inisiatif mendirikan sekolah baru, dulu atas nama lembaga islam seperti NU. Muhammadiyah dan lain-lain, sekarang gejala perorangan, Ketuanya NU sekretaris Muhammadiyah, sekat itu hilang,” urainya. Dengan manajemen bagus seperti Al Izzah di Kota Batu maupun Al Hikmah di Surabaya maka ini merupakan tren baru. Lembaga pendidikan Islam baru itu muncul dari kegelisahan individu-individu. Yakni kegelisahan bahwa pendidikan khususnya Islam harus bagus dan baik. “Ketika inisiatif pribadi gelisah meningkat maka lembaga pendidikan baru yang profesional akan sangat menonjol dan tren ke depan,” urainya. Hal itu juga didorong ketakutan manusia saat ini, bahwa mereka khawatir anaknya tidak pandai. Dulu semasa Dahlan kecil, para orang tua hanya memiliki ketakutan tak punya beras esok hari. Kini ketakutan itu, kata Dahlan mencapai 136 juta orang, bergeser takut anaknya tidak pandai. “Semua takut anaknya tidak pandai, sekolah makin laris, maka niat bisnis 30-50 persen dan yang penting produk bagus cocok untuk masyarakat yang lagi ketakutan, ini bisnis sekaligus hobi maka manfaatkan ortu yang takut anak tidak pandai,” urainya. Sejumlah peserta langsung memberikan pertanyaan begitu Pak Bos, sapaan akrab Dahlan Iskan di kalangan Grup Jawa Pos itu selesai bicara. Salah satunya adalah Febri Suprapto mahasiswa paska sarjana S.3 UIN. Febri menanyakan mengenai manajemen pendidikan sekolah Islam dan keterkaitannya dengan manajemen korporat. “Pendidikan dilakukan secara koorporasi, maka harus pahami korporasi yang intinya rasional dan hasil,” terang suami Napsiah Sabri itu. Ayahanda Azrul Ananda itu menambahkan bahwa proses penting tapi hasil lebih penting dalam koporasi. Sedangkan, kunci pendifikan adalah mementingkan proses sehingga ketika hasil tidak baik maka akan dievaluasi prosesnya. “Sehingga menurut saya harus ada perpaduan, koorporasi butuh speed dan adanya perhitungan oportunity loss,” terangnya. Ada Fatah Santoso yang menanyakan mengenai penting mana antara softskill  hardskill dalam dunia kerja. Langsung dijawab bahwa hardskill merupakan pintu masuk ke dunia kerja. Sedangkan pada praktiknya lebih banyak menerapkan softskill. Ada juga yang menanyakan cara Dahlan menangkal dan mengelola orang yang tidak suka padanya. “Saya tak pernah menganggap orang itu suka atau tidak suka pada saya, namun untuk di perusahaan memang harus ada yang jelek ya jangan lebih lima persenlah, itu untuk duwen-duwen dan menjadi monumen bagi kawan-kawannya yang lain,” ujarnya dengan diselingi canda. Dalam kesempatan itu seorang peserta dari Libya juga sempat menyambut kedatangan DIs dalam bahasa arab. Oleh peserta lain, dia juga sempat disebut orang sukses yang memiliki hati Mercy. Tapi secara jujus, DIs mengakui bahwa dirinya tak 100 persen sukses, contohnya hanya sampai semester dua ketika kuliah di Tarbiah IAIN Surabaya. “Apapun manajemen pendidikan itu, sebaiknya pendidikan Islam pertahankan satu ruh lama. Ciri pendidikan modern hanya membuat murid tahu (how to know) tapi tidak pernah how to do sedangkan pendidikan lama seperti di pesantren dan mahad mengajari how to know dan how to do,” tutup mantan CEO Jawa Pos itu.(ary)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: