Sedang Dibahas, Memperpendek Masa Tinggal Haji Reguler

Sedang Dibahas, Memperpendek Masa Tinggal Haji Reguler

\"\"Timwas Haji Komisi VIII DPR RI tengah membahas dengan KJRI dan Atase Kemenhub di Jeddah untuk memperpendek masa tinggal jemaah haji reguler selama di Arab Saudi. Selama ini masa tinggal jemaah haji reguler yang 40 hari dinilai terlalu panjang,  kurang efisien dan melelahkan hingga banyak jamaah yang bergelipangan sakit serta meninggal dunia. Hal tersebut  disampaikan Atase Kemenhub  KJRI Jeddah, Swi Handoyo, tentang kesimpulan rapat evaluasi antara Timwas Haji Komisi VIII DPR dengan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH)  di Kantor KJRI Jeddah, Arab Saudi. Menurut Swi, adanya keinginan anggota dewan tersebut  akan terkait dengan sektor perhubungan. Sebab untuk memperpendek masa tinggal jemaah haji, maka perlu penambahan jadwal penerbangan baik berangkat maupun  pulangnya untuk lebih banyak lagi mengangkut jamaah setiap harinya. Selama ini kata Swi, lamanya masa tinggal jamaah di Mekkah karena harus menyesuaikan  dengan jadwal penerbangan maskapai Garuda Indonesia dan Saudri Arabia. “Sekarang per hari ada 20-an penerbangan, yang diminta Timwas DPR agar volume penerbangan ditambah lebih banyak lagi sehingga lebih banyak jumlah jamaah yang diangkut ,” jelas Swi Handoyo. Namun, dalam rapat tersebut  Ketua PPIH Syairozi Dimyathi menjelasan  memperpendek masa tinggal jamaah justru akan menambah biaya. Sebab biaya sewa lokasi maktab di Arafah dan Mina akan terus naik menjelng Hari-H puncak ibadah haji. “Dengan memperpendek masa  tinggal berarti jamaah tidak harus tiba di Arafah satu bulan sebelum wukuf, tapi bisa 1-2 minggu sebelumnya.  Padahal  dua minggu sebelum Wukuf  harga sewa lahan sudah tinggi  lebih dari SR 1.000. Sekarang kita bisa mendapat harga SR 600 karena H-30 sudah pakai duluan,” jelas Syairozi. BERJALAN LANCAR Dalam  evaluasi tersebut, sambung Swi Handoyo  juga dibahas mengenai masih adanya keterlambatan sejumlah penerbangan yang mengangkut pemulangan jamaah baik maskapai Saudi Arabia maupun Garuda Indonesia,  namun secara umum  dinilai berjalan lancar. “Secara umum angkutan penerbangan berjalan lancar. Terlambat satu hingga tiga jam masih batas toleransi,” kata Swi Handoyo. Keterlambatan penerbangan sendiri sebenarnya akibat sikap para jamaah yang tidak mengindahkan himbauan panitia mulai dari pemberangkatan hingga beberapa kali diumumkan bahwa sesuai aturan penerbangan international, penumpang pesawat dilarang membawa cairan dan tas bagasi tidak boleh lebih dari 32 Kg/ penumpang. Namun yang terjadi, jamaah Indonesia tetap nekat menyelipkan air za-zam di tas bagasi. Selain itu banyak tas yang kelebihan muatan 32 Kg. Akibatnya tas jamaah harus dibongkar seluruhnya untuk diambil air zam-zam nya dan sebagian isinya. “Ini memakan waktu berjam-jam, dampaknya efek domino pesawat harus menunggu tas bagasi dan delay,” ungkap Swi.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: