Seks Bebas Jadi Gaya Hidup

Seks Bebas Jadi Gaya Hidup

BAGI sebagian orang, sek bebas sudah biasa. Malah dianggap gaya hidup. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor pendorong munculnya praktek aborsi hingga berujung pembuangan bayi. Yadi Mulyadi, ketua Mitra Citra Remaja (MCR) mengatakan seks bebas ada yang menganggap sebagai kebutuhan. “Bahkan sudah menjadi gaya hidup mereka (para pelaku),” ungkap Yadi saat dihubungi Radar (Grup JPNN), Senin (7/10). Menyikapi seks bebas dan pembuangan bayi, aktivis penggiat pendampingan remaja ini mengatakan sepenuhnya kembali kepada keluarga masing-masing. Bagaimana mendidik dan mengarahkan anak-anak mereka agar lebih taat pada agama dan patuh pada norma-norma yang berlaku. ”Yang menjadi pondasi itu di keluarga. Tinggal disekolah itu sejauh mana pengawasannya. Kita nanti diluar dengan teman-teman melakukan pengawasan,” tuturnya. Pelatihan yang dilakukannya, kata dia, menjadikan remaja bisa mengetahui resiko dari setiap tindakannya sehingga akan berfikir dua kali. Hasil pelatihan juga, menurutnya, cukup efektif, dengan banyaknya anak-anak yang pada akhirnya bersedia menjadi kader, bahkan mereka bersedia dites HIV. ”Kita juga coba lakukan pembinaan, termasuk pelatihan kepada para siswa di sejumlah sekolah dari sekarang memberi pemahaman mereka soal reproduksi, dan HIV AIDS juga,” terang Yadi. Terpisah, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tasikmalaya Ahmad Fathoni kaget mendengar ada pembuangan bayi yang tak lebih dari 100 meter dari tempatnya ngantor, Minggu (6/10). ”Saya belum tahu kejadiannya kapan?” aku pejabat lembaga keagamaan ini bertanya. Setelah penemuan bayi, kata dia, razia kos-kosan perlu ditingkatkan lagi. Mengingat banyaknya tempat kos di daerah Tawang. ”Mungkin razia-razia itu perlu digencarkan lagi. Bahaya seperti ini mah,” tuturnya. Kemenag siap jika diajak koordinasi untuk menggelar razia bersama, sehingga ketika menemukan pasangan bukan muhrim dalam satu kamar, bisa diberikan pembinaan. ”Seharusnya kalau ditemukan bukan muhrim dalam satu kamar dinikahkan. Tapi kan itu ranah hukum, kita akan ikut kalau diajak (razia),” katanya. Dihubungi melalui pesan singkat Kepala Satpol PP Kota Tasikmalaya Deni Diyana menuturkan kasus buang bayi sangat terkait dengan perilaku remaja. ”Iya itu (kasus buang bayi) sangat relevan sekali dengan kos-kosan. Karena kurangnya pengawasan dari orangtua dan warga setempat,” tandasnya. Selain itu, faktor lainnya, seringkali menurut Deni, pemilik kos tidak menerapkan aturan ketat, seperti pemisahan pondok putri dan putra. ”Pada akhirnya bisa terjadi seks bebas. Karena memang para pemilik kosnya sendiri, tidak semuanya menerapkan aturan dengan ketat,” pungkas dia. Menyikapi kasus buang bayi di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Pengurus Asrama Selamet Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, Ustadz Muhammad Ahbab Iskandar mengaku prihatin. ”Tasikmalaya sedang menghadapi krisis moral. Ini jelas memprihatinkan. Bisa dengan mudah orang membuang bayi yang tidak berdosa. Ironisnya, jarang sekali pelaku itu terungkap,” ungkapnya kepada Radar saat ditemui di ruangannya di Asrama Selamet Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya. Ustadz kelahiran Pamijahan 24 tahun yang lalu ini juga mengatakan kondisi ini terjadi akibat lemahnya pondasi agama yang ditanamkan oleh para orang tua kepada anak-anaknya. ”Pondasi agamanya lemah. Ini jadi tanggung jawab bagi semua orang tua untuk mendidik anak-anaknya moral dan agama,” lanjutnya. Selain pondasi agama yang lemah, lanjutnya, pemerintah juga dinilai gagal mengawasi warganya. ”Jangankan rakyat biasa, pemimpin di Indonesia lumrah kita mendengar kelakuan mereka yang hina. Kasus terakhir, Akil Mochtar (ketua MK). Memang bukan membuang bayi, tapi pemakai narkoba.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: