Tradisi Menyapa Masyarakat Timor, Pakai Intonasi Tinggi, Bikin Megawati Terkejut
Masyarakat Timor punya tradisi khusus untuk menyambut tamu yang dinamakan natoni. Tak sembarang orang bisa memimpin ritual itu. Wartawan Jawa Pos Diar Candra dan fotografer Farid Fandi berkesempatan mengikuti natoni saat berkunjung ke Timor Tengah Selatan. Jumat siang (4/10) halaman rumah Bupati Timor Tengah Selatan Paulus Victor Roland Mella di Desa Kesetnana, Kecamatan Molo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, terlihat riuh. Tiga belas orang berpakaian adat Timor dan beberapa warga berpakaian biasa duduk melingkar sambil mengobrol. Kepulan asap rokok, bergelas-gelas kopi serta teh, pinang, dan sirih menemani percakapan orang-orang tersebut. Ketika Jawa Pos mendatangi lingkaran itu, salah seorang di antara mereka berdiri dan memperkenalkan diri. Pria yang bernama Melki itu langsung meminta Jawa Pos berdiri berjajar di samping para pria berbaju adat tersebut. \"Bapak nanti diam dan mendengarkan saja. Bapak akan diwakili dalam natoni ini. Sebab, kalau salah menjawab, malah buruk akibatnya. Saya pun tak punya kewenangan mewakili Bapak,\" bisik Melki kepada kami. Natoni atau sapaan adat masyarakat Timor itu pun segera dilakukan. Para pria berbaju adat Timor kemudian dibagi jadi dua kelompok. Satu bertindak sebagai tuan rumah. Lainnya menjadi tamu. Dibuka dengan nada tinggi dan melengking diiringi gesture tangan di depan dada, natoni pun dilakukan. Satu penutur utama atau yang disebut atonis tuan rumah melontarkan serangkaian pantun dalam bahasa adat Timor. Setiap rima terakhir pantun yang diucapkan atonis diucapkan lagi secara bersamaan oleh atutas, para pengiring, dengan lantang. Setelah atonis tuan rumah selesai melantunkan pantun ucapan selamat datang, atonis pihak tamu pun membalasnya dengan pantun. Ketika Jawa Pos menghitung durasi natoni\"tersebut, waktu yang dibutuhkan sekitar 14 menit. Usai kedua atonis itu berbalas pantun, Jawa Pos pun dikalungi selendang tenun khas Timor sebagai tanda selamat datang. Natoni ditutup dengan acara bersalaman. Paulus Pai, sang atonis tuan rumah, lalu mempersilakan kami duduk sambil menikmati sirih dan pinang. \"Kalau tak biasa, kepala sedikit pusing habis memakan sirih dan pinang ini. Jadi, jangan dipaksa,\" ucap Paulus. Nah, Paulus kemudian menjelaskan dalam bahasa Indonesia apa yang diucapkannya dalam natoni itu. Yakni, ucapan selamat datang serta doa keselamatan kepada rombongan Jawa Pos ketika masuk dan meninggalkan Timor Tengah Selatan. Tak lupa doa untuk keberkahan kepada rombongan pun dipanjatkan kepada Tuhan. Di sisi lain, atonis yang mewakili tamu menuturkan ucapan terima kasih atas doa yang diberikan. Tak lupa sang tamu memohon kepada Tuhan agar keberkahan melimpah kepada tuan rumah. Uniknya, ketika diminta untuk mengulangi apa yang diucapkan pada natoni barus saja, Paulus tak bisa melakukannya. Paulus mengaku seperti dituntun kekuatan lain saat melakukan natoni tersebut. Kalaupun bisa, dia dapat melakukannya dalam bahasa Timor sehari-hari. Bukan dalam bahasa natoni. Pria yang sehari-hari berprofesi petani itu menceritakan, natoni adalah adat yang berumur ribuan tahun. Menjadi atonis sejak 1967, Paulus mendapat kemampuan tersebut dari sang ayah Neno Pai. Paulus pun tak pernah berniat atau bercita-cita meneruskan kemampuan ayahnya menjadi atonis ataupun atutas. Kemampuan ber-natoni itu lahir begitu saja ketika suatu hari pria 74 tahun tersebut mengikuti natoni di kampungnya. Paulus muda yang tak begitu memahami apa yang diucapkan atonis pada upacara natoni tersebut kala itu tiba-tiba masuk rombongan atutas. Sejak itulah Paulus menjadi bagian dari adat natoni. Bahasa yang digunakan dalam natoni bukanlah bahasa Timor keseharian. Tingkat bahasa dalam natoni lebih halus. Kalau dalam adat Jawa, bahasa natoni itu kromo inggil. \"Biasanya hanya dari kalangan keturunan amaf (pembantu raja, Red) yang menjadi penutur natoni ini. Kebetulan saya ini amaf suku Molo,\" tambah Paulus. Di wilayah Timor Tengah Selatan, mayoritas masyarakat berasal dari suku Amanuban, Amanatun, dan Molo. Ada bermacam-macam variasi natoni. Natoni dalam penyambutan tamu seperti yang dilakukan terhadap Jawa Pos berbeda dengan kegiatan lain. Natoni biasa dilakukan dalam acara pernikahan, panen desa, kematian, rumah baru, syukuran adat, dan kelahiran bayi. Natoni juga bisa berakibat buruk terhadap mereka yang salah mengucapkan. Atonis yang salah ucap bisa celaka atau mengalami nasib buruk. Tak sedikit pula yang berakhir kematian. \"Pernah ada kejadian usai natoni. Salah seorang atonis batuk darah. Rupanya, atonis itu salah ucap. Tak berapa lama atonis tersebut meninggal dunia. Kejadian seperti itu berulang-ulang terjadi,\" ungkap Paulus. Simson Panam, sang atonis yang mewakili tamu, menambahkan bahwa asal keluarga para pelaku natoni tecermin dari bentuk tutup kepala yang dikenakan. Tutup kepala terbuat dari kain tenun yang motifnya mirip batik. \"Kalau bertanduk dua itu menunjukkan mereka adalah keturunan raja atau bangsawan. Kalau bertanduk satu, mereka berarti dari keluarga pahlawan,\" tutur Simson. Simson bergabung dalam barisan adat natoni sejak 2007. Proses yang dilalui pria berusia 54 tahun itu pun sama dengan yang dialami Paulus. Di sisi lain, kemampuan atonis Paulus dan Simson itu membuat keduanya pernah bertemu dengan presiden Indonesia. Paulus bahkan dua kali bertemu Megawati Soekarnoputri. Yakni, pada 2003, ketika Megawati menjabat presiden keempat, dan 2008, saat Megawati berkunjung ke Kupang sebagai ketua umum PDIP. Sementara itu, Simson pernah sekali menyambut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di SoE pada 2011. Paulus dan Simson tak merasa grogi meski menyambut orang nomor satu di republik ini. Keduanya pun tak mempersiapkan apa yang harus diucapkan saat berjumpa presiden. Mereka percaya bahwa kekuatan luhur akan membimbingnya selama berniat baik. Pengalaman berjumpa para presiden itu meninggalkan cerita masing-masing. Simson menyebutkan, saat menyambut SBY, dirinya dibrifing protokoler presiden bahwa natoni tak boleh melebihi 15 menit. Padahal, soal durasi, Simson tak bisa menentukan. \"Saya hanya bilang iya dan iya. Katanya, jadwal presiden padat. Jadi, harus singkat, padat, dan jelas,\" kata Simson. Untung, natoni SBY di Penfui, Kupang, saat itu pas 15 menit. \"Kalau lebih, saya tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,\" sambung dia. Sementara itu, Paulus dengan bangga menyebutkan Megawati selalu teringat kepada dirinya. Pada pertemuan pertama, 15 Maret 2003, di helipad SoE, Paulus mengawali natoni dengan nada tinggi. Ekspresi wajah Megawati tertangkap kaget. Paulus memaklumi itu. Lalu, pada pertemuan kedua, 15 Mei 2008, di Penfui Kupang, Megawati menghampiri Paulus. \"Rupanya kamu lagi yang menemui saya di sini. Saya sekarang sudah tak lagi kaget ketika kamu pertama mengucapkan salam pembuka (natoni, Red) tadi,\" kata Paulus menirukan kata-kata Megawati yang selalu diingatnya itu.(*/c10/tom)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: