Tornado Turun karena Banyak Gay
Reporter:
Rajman Azhar|
Editor:
Rajman Azhar|
Minggu 26-05-2013,13:08 WIB
BANYAK negara mulai memperdebatkan pernikahan sejenis (same-sex marriage) dan pertautan sipil pasangan homoseksual (civil union) pada level pemerintahan. Hukum, norma sosial, dan nilai agama menjadi tiga di antara banyak faktor yang mengerucutkan publik pada dua kutub. Yakni, pro atau kontra pernikahan sejenis dan pertautan sipil pasangan homoseksual.
Sejauh ini, pernikahan sejenis masih menjadi topik yang lebih kompleks ketimbang pertautan pasangan homoseksual. Sebab, untuk bisa menikah, kaum gay maupun lesbian tidak hanya harus menghadapi prinsip hukum dan norma sosial, tapi juga agama. Sebab, pernikahan yang sah selalu melibatkan unsur religi di dalamnya. Padahal, semua agama menentang bentuk pernikahan sejenis.
Saat ini 13 negara di dunia mendukung pernikahan sejenis. Di Amerika Serikat (AS) sembilan negara bagian melegalkan pernikahan pasangan gay atau lesbian. Itu belum termasuk District of Columbia dan tiga suku asli Amerika. Di negara-negara tersebut pernikahan pasangan sejenis memiliki kekuatan hukum dan mereka pun berhak mengupayakan keturunan, salah satunya lewat adopsi.
Beberapa waktu lalu Selandia Baru dan Uruguay telah mengesahkan undang-undang pernikahan sejenis. Namun, aturan itu baru berlaku beberapa bulan mendatang. Kini pemerintah sedang menyosialisasikan aturan tersebut dan menyempurnakan segala sarana dan prasarana penunjuangnya. Hal yang sama juga terjadi di tiga negara bagian AS. Yakni, Rhode Island, Delaware, dan Minnesota.
Sebenarnya, problem kaum homoseksual tidak hanya soal pernikahan. Jauh sebelum isu pernikahan menjadi topik hangat masyarakat internasional, kaum gay dan lesbian sudah memperjuangkan hak mendasar mereka. Yakni, hak untuk mengungkapkan jati diri mereka secara terbuka dan mendapatkan pengakuan atas keunikan mereka tersebut.
April lalu Presiden AS Barack Obama menelepon Jason Collins, pemain basket NBA, hanya untuk memuji keberaniannya. Ya, atlet profesional itu mempertaruhkan seluruh reputasinya dan mengumumkan bahwa dirinya seorang gay. Aksi Obama tersebut memantik kontroversi. Kalangan konservatif pun langsung mengecam pemimpin 51 tahun tersebut.
”Kaum sayap kanan menganggap keberanian hanya dimiliki para pahlawan atau serdadu yang bertugas di medan perang. Mereka tidak menganggap keterbukaan kaum gay sebagai keberanian,” ungkap Scott Leffler, kolumnis pada Lockport Union-Sun & Journal, Sabtu (25/5). Padahal, kaum gay dan lesbian butuh nyali yang sangat besar untuk mengakui penyimpangan mereka.
”Menjadi gay memang tidak butuh keberanian. Itu tidak beda dengan menjadi kulit putih atau kulit hitam dan menjadi lelaki atau perempuan. Tapi, mengaku sebagai seorang gay atau lesbian di hadapan publik bukan perkara mudah,” lanjut Leffler. Begitu seseorang mengaku sebagai gay atau lesbian, reaksi publik akan sangat beragam. Dan, sebagian besar akan berupa reaksi negatif.
Collins pun mengalami dampak buruk karena pengakuannya. Tidak seperti Obama yang memuji keberaniannya, sejumlah besar tokoh AS justru mencaci pria 34 tahun tersebut. Salah seorang di antaranya adalah Chris Broussard, komentator olahraga pada saluran ESPN. Begitu Collins mengakui bahwa dirinya adalah seorang gay, Broussard langsung menyebutnya sebagai seorang pendosa.
Bahkan, ada juga yang mengaitkan bencana tornado di Negara Bagian Oklahoma dengan ke-gay-an Collins. Melalui akun Twitter-nya, Fred Phelps Jr., putra pendeta Gereja Baptis Westboro Fred Phelps, menyalahkan Collins atas tornado yang merenggut 24 nyawa tersebut. ”Bagi saya, ini tidak masuk akal. Saya tidak yakin, Tuhan menghukum Oklahoma hanya karena Collins adalah gay,” tandas Leffler.
Sementara itu, Boy Scouts of Amerika (BSA), organisasi kepanduan semacam pramuka, resmi membuka diri pada kaum gay. Jumat lalu BSA memutuskan untuk tidak lagi melarang seorang gay menjadi anggotanya. Untuk kali pertama, BSA juga mengizinkan kaum gay menjabat pemimpin kepanduan lokal. Tapi, untuk sementara, kaum gay belum diizinkan menjabat sebagai petinggi BSA.
”Ini menjadi babak yang sangat menentukan pada sepanjang sejarah perjalanan kami sebagai organisasi kepanduan,” ungkap Wayne Brock, chief evecutive BSA. Dia menambahkan bahwa mulai saat ini seluruh anggota BSA memiliki pemahaman yang lebih baik pada kaum gay. BSA pun akan menjadi sarana yang positif bagi bocah lelaki atau remaja pria dan pemuda dalam memandang dan menyikapi kaum gay. (AP/hep/c10/dos)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: