Soal Novel, KPK-Polisi Sama Ngotot

Soal Novel, KPK-Polisi Sama Ngotot

\"\" Perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri bakal semakin panas. KPK bertekad melindungi penyidiknya, Kom­pol Novel Baswedan, se­da­ngkan Polri juga tak mau mundur. Korps Bhayangkara itu akan tetap me­nangkap Novel di mana pun meskipun dia di bawah perlin­dungan KPK.   Seperti di­beritakan, se­telah delapan jam me­me­rik­sa ter­sang­ka korupsi simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo, Novel hendak ditangkap polisi Jumat malam (5/10). Puluhan provos dan polisi berpakaian preman mendatangi gedung KPK dengan membawa surat perintah pe­nang­kapan. Noval dituding terlibat pem­bunuhan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.   KPK sendiri menganggap penangkapan itu hanya rekayasa dan upaya polisi melemahkan KPK yang tengah menyidik kasus korupsi simulator SIM Mabes Polri. Karena itu, lembaga anti­korupsi itu bertekad melindungi Novel. Wakil Ketua KPK Bam­bang Widjojanto mengatakan, kasus penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet itu memang ada. Tapi, hal itu tidak dilakukan oleh Novel.   ”Kalau penegak hukum sudah merekayasa kasus, bagaimana negara hukum bisa ditegakkan?” kata Bambang di kantornya ke­marin (6/10).   Menurut Bambang, rekayasa kasus dilakukan dengan me­mak­sa sejumlah orang agar mem­berikan kesaksian yang tidak benar untuk menjerat Novel. Versi polisi, Novel turut me­nembak enam tersangka pencuri sarang burung walet di pinggir Pantai Panjang Ujung, Bengkulu, pada 2004. Kala itu Novel men­jabat kepala satuan reserse kri­minal Polres Be­ng­kulu. Me­nurut Bambang, Novel tidak terlibat penembakan.   No­vel juga tidak berada di tem­pat kejadian saat penganiayaan ter­sebut ber­lang­sung.   Kasus yang terjadi delapan tahun silam itu juga sudah disi­dangkan di majelis etik kepolisian. Novel mengambil alih tanggung jawab atas kesa­lahan yang dila­kukan anak buah­nya dan men­dapat hu­kuman berupa teguran keras. Atas fakta-fakta itu, Bambang menilai telah terjadi kriminalisasi yang dila­kukan terhadap Novel.   ”Ada surat perintah pe­na­ng­kapan yang berdasar kasus 2004. Kasus itu sendiri dike­tahui oleh polres di sana bahwa kasus ini sudah selesai. Sudah ada majelis kehormatan etik. Kalau itu sudah dilakukan semua, terus apa kok tiba-tiba muncul kasus ini. Ini kan mengada-ada,” seru Bambang.   Surat penangkapan dibawa oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Dedy Irianto. Dedy juga membawa surat penggeledahan. Setelah diperiksa biro hukum KPK, surat penggeledahan itu belum men­dapat persetujuan pengadilan. ”Surat penggeledahan juga be­lum ada nomornya,” kata Bam­bang.   Novel adalah ketua satgas penyidikan kasus korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas (Kor­lantas) Mabes Polri dengan salah satu tersangka Irjen Pol Djoko Susilo. Pada Jumat siang (5/10) dia juga ikut memeriksa Djoko selama delapan jam. Sepupu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan itu adalah pe­nyidik andalan KPK. Dia telah menangani sejumlah kasus be­sar.   Novel menyidik kasus ko­rupsi wisma atlet yang menjerat mantan bendahara umum Par­tai Demokrat M Nazaruddin. Dia juga menjerat Wa Ode Nur­hayati dalam kasus mafia ang­garan DPR serta suap cek pela­wat yang menyeret mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goel­tom. Novel juga beraksi saat me­nghadapi serangan pengawal Bupati Buol Amran Batalipu yang digerebek saat menerima suap.   Bambang menyebut aksi kriminalisasi terhadap Novel merupakan bagian dari teror-teror yang dialami para penyidik KPK selama ini. Upaya kri­mi­nalisasi mulai diketahui Kamis (4/10), saat Novel dikontak dua orang utusan Mabes Polri yang meminta dia bertemu dengan Korsespim Polri Yazid Fanani. Tujuannya, dimintai keterangan soal sejumlah tudingan kri­mina­lisasi dan teror yang dialamatkan kepada Novel. Dia juga akan dimintai keterangan seputar peralihan statusnya menjadi pegawai tetap di KPK. Novel bersedia menemui asalkan men­dapat izin dari pimpinan KPK. Busyro Muqoddas, pimpinan KPK yang berada di kantor Kamis itu, tak memberikan izin.   Menurut Bambang, eskalasi tekanan terhadap penyidik-penyidik yang menangani kasus simulator memang meningkat. ”Mereka sering diminta segera bertemu dengan Kapolri atau orang-orang yang ditunjuk Ka­polri,” katanya.   Teror yang ditujukan kepada Novel juga terjadi sebelumnya. Rumah Novel juga didatangi sejumlah polisi yang diduga dari Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. ”Mereka menanyakan rumah Novel. Ada yang me­nerobos masuk,” ujar Bambang.   Karena hal itu, KPK akan terus memberikan perlindungan hukum kepada Novel. Kea­ma­nan secara fisik juga akan dibe­rikan. ”Kami harus me­lindungi keluarga dan Saudara Novel,” kata Bambang. Selain Novel, teror kerap dialami penyidik kasus korupsi simulator Kor­lantas yang lain, yakni Yuri Siahaan.   Cerita tentang teror yang dialami Novel juga diceritakan kakaknya, Taufik Baswedan. ”Ada yang memfoto-foto ru­mah­nya. Teror yang lain juga ban­yak,” tutur Taufik.   Kasus yang menimpa Novel diyakini merupakan titipan Mabes Polri. Taufik bercerita, dua hari sebelum ada upaya penangkapan, adiknya dihu­bungi beberapa kolega aparat kepolisian di Bengkulu. ”Mereka menangis-nangis, meminta ma­af karena ditekan-tekan oleh Mabes Polri,” katanya.   Bukan Kriminalisasi KPK   Pihak Mabes Polri tak mau disalahkan dalam penangkapan Kompol Novel Baswedan. Ke­pa­la Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Sutarman mem­bantah tudingan bahwa Polri sengaja melakukan kri­minilisasi terhadap penyidik KPK itu.   ”Tolong diluruskan, kalau tidak ada kasusnya, lalu dibuat seolah ada tindakan kriminal, itu baru disebut kriminilisasi. Kalau ini, lain, jelas ada tindak pidana,” ujar Sutarman kepada wartawan di Mabes Polri kemarin. Mimik muka Sutarman yang me­nge­nakan baju putih itu tampak serius dan dingin.   ”Kami dengan KPK itu mit­ra. Polri mengirim penyidik-penyidik terbaiknya untuk KPK. Jadi, bagaimana mungkin kami disebut melemahkan KPK?” kata mantan ajudan Presiden Gus Dur itu. Dalam kasus Novel Baswedan, lanjut Sutarman, ada penyidikan yang sudah berjalan.   ”Kasusnya, penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet. Ada korban yang me­ning­gal dunia. Jadi ini nanti bisa dibuktikan di pengadilan,” kata Sutarman. Walaupun terjadi pada 2004, kasus itu belum dinyatakan selesai. ”Ada fakta baru. Setelah korban dioperasi, masih ada peluru yang melekat di betis kirinya,” tambahnya.   Dari peluru itulah keterli­ba­tan Novel dibongkar. Sebab, menurut Sutarman, hasil uji balistik menyebutkan bahwa peluru itu cocok dengan senjata Novel. ”Karena itu, akan kami periksa yang bersangkutan,” katanya.   Penjelasan Sutarman itu menggarisbawahi penjelasan tim penangkap Novel dari Polda Bengkulu di Mabes Polri Sabtu dini hari pukul 02.00 (6/10). Saat itu semua petugas Humas Polri melakukan piket siaga darurat. Mereka merekam dan memonitor suasana demo dan jumpa pers pimpinan KPK yang baru berakhir pukul 01.30.   Sesaat setelah jumpa pers pimpinan KPK selesai, Ka­div­humas Irjen Pol Suhardi Alius dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bengkulu Kom­bespol Dedy Iriyanto me­ne­ra­ng­kan kronologi penangkapan. Malam itu (Jumat malam hingga Sabtu dini hari kemarin) semua penyidik Polda Bengkulu me­ngi­nap di mes PTIK Kebayoran Baru. Dedy mengatakan tak sempat berganti baju saat tampil lagi mendampingi Sutarman 6 jam setelahnya. ”Ini tugas, tidak sempat (ganti baju),” kata per­wira kelahiran Slawi, Jawa Te­ngah, itu.   Polri menilai kasus dugaan pelanggaran berat yang me­ng­akibatkan seorang ter­sangka pencuri sarang burung walet tewas di bawah kepemimpinan Kompol Novel Baswedan di Bengkulu belum kedaluwarsa. Dia menambahkan, pe­ngu­su­tan kasus dugaan pe­ng­ania­ya­an setelah delapan tahun itu dilakukan karena adanya do­ro­ngan dari masyarakat. Dedy menegaskan, dugaan pe­ng­ania­yaan yang dilakukan Kompol Novel merupakan pidana murni. Bukan dugaan pelanggaran kode etik anggota kepolisian. ”Itu kriminal murni,” katanya.   Menurut Dedi, Novel akan dijerat dengan pasal 351 ayat 1 dan 2 KUHP tentang pe­ng­ania­yaan berat. Dia juga membantah pernyataan pihak KPK bahwa Polri tidak menyertakan nomor dalam surat perintah pe­nang­kapan Novel. ”Ini suratnya,” katanya sambil menunjukkan surat perintah. Di kepala surat tersebut tercantum logo Polri dan nomor surat SP.KAP/136/X/2012/DIT RESKRIMUM. Surat tersebut juga me­nye­butkan bahwa penyidik akan menahan tersangka Novel Bas­wedan.   Dua orang korban atas nama Erwansyah Siregar dan Dedi Mulyadi menjadi pelapor tin­dakan pidana umum tersebut pada 1 Oktober 2012. ”Yang terpaksa dipotong tulangnya ini Erwan, itu pelurunya masih le­ngket,” katanya sembari me­nun­jukkan fotocopi gambar tulang di sebuah kertas HVS.   Bagaimana jika Novel tetap menolak diperiksa? Sutarman menyatakan, pihaknya akan melakukan upaya paksa. ”Siapa pun itu boleh ditangkap, di mana saja. Tanpa diberi tahu dulu pun boleh,” ujarnya.   Karena Novel berstatus se­ba­gai penyidik KPK, Polda Be­ngkulu meminta izin pim­pinan KPK. ”Jadi, kami ini sudah memenuhi etika koordinasi di antara penegak hukum,” ka­tanya.Dalam waktu dekat, Sutar­man akan menemui salah seo­rang pimpinan KPK Busyro Muqoddas. ”Kami akan ketemu, teman lama,” katanya menolak kapan dan di mana lokasi per­temuannya.(jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: