Premium-Solar Diusulkan Naik Rp 500

JAKARTA, BE — Pembahasan kebijakan subsidi BBM terus dimatangkan. Dua opsi terus dibahas, yakni kenaikan harga dan pembatasan konsumsi untuk mobil pribadi. Kementerian Keuangan mengusulkan kombinasi dari dua opsi tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, kombinasi pilihan kebijakan tersebut akan membawa dampak lebih baik bagi masyarakat. “Hasilnya akan lebih optimal,” ujarnya.
Bagaimana kalkulasinya? Jika pemerintah ingin mendapatkan penghematan subsidi dalam jumlah signifikan, langkah paling efektif adalah menaikkan harga BBM bersubsidi dengan besaran signifikan, misalnya dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter atau Rp 6.500 per liter.
Namun dengan kenaikan tersebut, seluruh konsumen mulai dari pengguna sepeda motor, angkutan umum, hingga mobil pribadi akan ikut merasakan imbasnya. Padahal, pemerintah sepakat bahwa pemilik mobil pribadi tidak layak mendapat subsidi karena termasuk golongan masyarakat mampu.
Karena itu, menurut Bambang, dengan mempertimbangkan tujuan alokasi subsidi tepat sasaran dan penghematan subsidi BBM, maka cara paling optimal memberlakukan pembatasan dan kenaikan harga. “Dengan kombinasi (kebijakan), harga tidak perlu naik banyak,” katanya.
Menurut Bambang, agar tidak memberatkan pemilik sepeda motor dan angkutan umum, harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar akan diusulkan naik sekitar 10 persen, atau dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.000 per liter. “Jadi, penghematan (subsidi) berasal dari kenaikan harga dan volume turun (karena pembatasan untuk mobil pribadi),” ucapnya.
BKF merupakan otak dari seluruh kebijakan fiskal di kementerian keuangan, akan memfinalisasi usulan tersebut, termasuk kalkulasi perhitungan potensi penghematan dan dampaknya terhadap inflasi dan perekonomian nasional. “Semua akan kami serahkan, tergantung persetujuan presiden,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: