Kiprah Deretan Samurai Wanita dalam Sejarah Kekaisaran Jepang

Kiprah Deretan Samurai Wanita dalam Sejarah Kekaisaran Jepang

wanita Jepang kelas atas telah mempelajari keterampilan bela diri. Mereka berpartisipasi dalam pertempuran bersama dengan samurai pria.--

BENGKULUEKSPRESS.COM - Jauh sebelum istilah "samurai" digunakan, para pejuang Jepang telah terampil menggunakan pedang dan tombak. Para pejuang ini termasuk beberapa wanita, seperti Permaisuri Jingu yang legendaris, yang hidup antara tahun 169 dan 269 Masehi.

Para ahli linguistik mengatakan bahwa istilah "samurai" adalah kata yang maskulin, sehingga tidak ada "samurai wanita". Meskipun demikian, selama ribuan tahun, wanita Jepang kelas atas telah mempelajari keterampilan bela diri. Mereka berpartisipasi dalam pertempuran bersama dengan samurai pria.

“Beberapa wanita muda adalah pejuang yang terampil sehingga mereka pergi berperang di samping para pria, daripada duduk di rumah dan menunggu perang datang kepada mereka,” terang Profesor Sejarah Universitas Boston, Kallie Szczepanski.

BACA JUGA:Kuat & Anggun, Baju Zirah Samurai Kekaisaran Jepang Bak Mahakarya Dewa!

Tomoe Gozen: Samurai Wanita Kekaisaran Jepang Paling Terkenal

Tomoe adalah seorang samurai perempuan nan sohor di Jepang. Dia dikenal sebagai sosok penunggang kuda yang tak kenal takut dan cekatan menggunakan pedang dan busur untuk membinasakan seribu musuh.
Seorang wanita muda nan cantik, Tomoe Gozen, terlibat dalam perang Genpei dari tahun 1180 hingga 1185. Ia bertempur bersama daimyo dan calon suaminya, Minamoto no Yoshinaka, melawan Taira dan kemudian pasukan sepupunya, Minamoto no Yoritomo.

Perang Genpei pada akhir era Heian adalah konflik sipil antara dua klan samurai, Minamoto dan Taira. Kedua keluarga tersebut berusaha untuk mengendalikan keshogunan. Pada akhirnya, klan Minamoto menang dan mendirikan Keshogunan Kamakura pada tahun 1192.Nahas calon suami Tomoe Gozen harus gugur dalam pertempuran Awazu. Dus, sepupunya, Minamoto Yoritomo, menjadi shogun.

BACA JUGA:Terlibat Perdagangan Orang, IRT Ini Menangis Usai Divonis Penjara

Kallie menjelaskan, ada beberapa laporan yang berbeda mengenai nasib Tomoe Gozen. Ada yang mengatakan bahwa dia tetap ikut bertempur dan tewas. “Ada pula yang mengatakan bahwa dia pergi dengan membawa kepala musuh kemudian menghilang.” Namun, “ada juga yang mengatakan bahwa dia menikah dengan Wada Yoshimori dan menjadi seorang biarawati setelah kematiannya,” tambahnya.

Kisah Tomoe Gozen telah menginspirasi para seniman dan penulis selama berabad-abad. Penggambaran Tomoe Gozen yang cantik ini menunjukkan dia hampir seperti seorang dewi, dengan rambut panjang dan balutan sutra yang tergerai di belakangnya.

BACA JUGA:Kunyit, Si Kuning Yang Kaya Manfaat Bagi Kesehatan Dan Kecantikan

Hangaku Gozen: Kisah Cinta dari Perang Genpei Kekaisaran Jepang

Pejuang wanita terkenal lainnya dari Perang Genpei adalah Hangaku Gozen, yang juga dikenal sebagai Itagaki. Namun, ia bersekutu dengan klan Taira yang kalah dalam perang dalam sejarah Kekaisaran Jepang. Kemudian, Hangaku Gozen dan keponakannya, Jo Sukemori, bergabung dalam Pemberontakan Kennin 1201 untuk menggulingkan Keshogunan Kamakura yang baru.

“Dia membentuk sebuah pasukan dan memimpin pasukan yang terdiri dari 3.000 tentara untuk mempertahankan Benteng Torisakayama melawan pasukan penyerang yang terdiri dari para loyalis Kamakura yang berjumlah 10.000 orang atau lebih,” jelas Kallie.

Pasukan Hangaku menyerah setelah dia terluka oleh panah, dan dia kemudian ditangkap dan dibawa ke shogun sebagai tahanan.Meskipun shogun bisa saja memerintahkannya untuk melakukan seppuku, salah satu tentara Minamoto jatuh cinta pada tawanan tersebut dan diberi izin untuk menikahinya. Hangaku dan suaminya, Asari Yoshito, memiliki setidaknya satu anak perempuan dan menjalani kehidupan yang relatif damai di kemudian hari.

BACA JUGA: Pilih Pakai Gurita atau Stagen Usai Melahirkan? Ini Pertimbanganya

Yamakawa Futaba: Putri Keshogunan dan Pendekar Wanita

Perang Genpei pada akhir abad ke-12 tampaknya menginspirasi banyak pejuang wanita untuk ikut bertempur. Perang Boshin pada tahun 1868 dan 1869 juga menjadi saksi semangat juang para wanita kelas samurai Jepang. “Perang Boshin adalah perang saudara lainnya,” kata Kallie, “mempertemukan Keshogunan Tokugawa yang berkuasa dengan mereka yang ingin mengembalikan kekuasaan politik yang sesungguhnya kepada kaisar.”

Kaisar Meiji yang masih muda mendapat dukungan dari klan Choshu dan Satsuma yang kuat. Meski memiliki jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit daripada shogun, tetapi mereka memiliki persenjataan yang lebih modern.

Setelah pertempuran sengit di darat dan di laut, shogun turun tahta dan menteri militer keshogunan menyerahkan Edo (Tokyo) pada bulan Mei 1868. Namun demikian, pasukan keshogunan di bagian utara negara itu bertahan selama berbulan-bulan.

BACA JUGA:Kota Bengkulu Jadi Kota Sehat 2023

“Salah satu pertempuran terpenting melawan gerakan Restorasi Meiji, yang menampilkan beberapa pejuang wanita, adalah Pertempuran Aizu pada bulan Oktober dan November 1868,” jelas Kallie.

Sebagai putri dan istri dari pejabat keshogunan di Aizu, Yamakawa Futaba dilatih untuk berperang. Kemampuannya sangat memungkinkan dirinya untuk terlibat dalam pertahanan Kastil Tsuruga melawan pasukan kaisar.

Setelah pengepungan selama sebulan, wilayah Aizu menyerah. Para samurainya dikirim ke kamp perang sebagai tawanan. Wilayah kekuasaan mereka dibagi-bagi dan didistribusikan kembali kepada para loyalis kekaisaran Jepang.

Kallie menjelaskan, ketika pertahanan kastel ditembus, banyak dari para pembela melakukan seppuku. Namun, Yamakawa Futaba selamat. Ia kemudian “memimpin upaya untuk meningkatkan pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan di Jepang.”

BACA JUGA:Wajib Pajak UMKM Dikenakan Pph 0,5%, Cek Hak dan Kewajibannya

Yamamoto Yaeko: Penembak di Aizu Kekaisaran Jepang

Pembela samurai wanita lainnya dari wilayah Aizu adalah Yamamoto Yaeko, yang hidup dari tahun 1845 hingga 1932.  Ayahnya adalah seorang instruktur senjata untuk daimyo di wilayah Aizu.“Sejak usia yang tergolong muda, Yaeko menjadi penembak yang sangat terampil di bawah bimbingan ayahnya,” jelas Kallie.

Setelah kekalahan terakhir pasukan keshogunan pada tahun 1869, Yamamoto Yaeko pindah ke Kyoto untuk merawat kakaknya, Yamamoto Kakuma. Dia ditawan oleh klan Satsuma pada hari-hari terakhir Perang Boshin dan mungkin menerima perlakuan kasar dari mereka.

BACA JUGA:Semakin Mewah, Big Skutik Premium New Honda PCX160 Hadir dengan Warna Terbaru

Yaeko kemudian menjadi seorang Kristen dan menikah dengan seorang pendeta. Dia hidup hingga usia 87 tahun dan membantu mendirikan Universitas Doshisha, sebuah sekolah Kristen di Kyoto.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: