Mutasi Usai 100 Hari

Mutasi Usai 100 Hari

BENGKULU, BE - Berhembusnya isu mutasi selama beberapa waktu terakhir ditampik oleh Walikota Bengkulu H Helmi Hasan SE.  Dinyatakannya, Pemda Kota saat ini masih berkonsentrasi dengan program 100 hari yang masih belum usai.

Dengan adanya isu mutasi tersebut, ia khawatir akan membuyarkan konsentrasi kinerja aparaturnya untuk mencapai target yang belum tercapai dalam program 100 hari yang ia susun.

\"Kami sama sekali belum memikirkan soal itu (mutasi, red). Konsentrasi kami sekarang bagaimana menuntaskan program 100 hari. Kita fokus kerja saja dululah,\" ujarnya, kemarin.

Politisi PAN ini mengakui, masih banyak kekurangan-kekurangan yang belum tercapai dalam target program 100 hari yang telah ia janjikan kepada masyarakat. Karenanya Helmi meminta kepada seluruh aparaturnya untuk dapat fokus menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang telah ditetapkan dalam rapat-rapat yang ia selenggarakan.

\"Jangan sampai semua menjadi buyar karena isu-isu yang kurang dapat dipertanggungjawabkan. Baik soal mutasi atau isu lainnya. Selesaikan lah dulu pekerjaan-pekerjaan yang diamanahkan kepada kita semua,\" kata dia.

Mengenai beberapa kekosongan pejabat seperti Asisten III, Helmi kembali menandaskan akan diselesaikannya usai kerja 100 hari bergulir. \"Sekarang kita kan baru melewati 62 hari. Artinya masih ada kekurangan 38 hari lagi. Kita selesaikan dulu ini. Kekosongan-kekosongan itu masih bisa diatasi dengan penempatan para pejabat sementara,\" tegasnya.

Terpisah, akademisi Universitas Bengkulu, Dr Fachruzzaman Hanafi SE menyatakan, langkah mutasi yang dilakukan walikota disarankannya harus berdasarkan dengan analisa yang tepat. Sebab, bagi Hanafi, walikota memiliki janji-janji politik yang cukup berat untuk direalisasikan. \"Kalau Helmi tidak didukung oleh aparatur yang memadai, janji-janji politiknya bisa kandas.

Makanya, kenapa mutasi tidak dilakukan dengan pertimbangan yang teliti dan mendalam? Kalau ia mampu didukung oleh aparatur yang berintegritas baik, realisasi janjinya akan lebih mudah tercapai,\" urai salah satu Dosen Magister Manajemen ini.

Hanafi memberikan rekomendasi, walikota dapat melakukan fit and proper test kepada calon-calon pejabat yang akan ia tempatkan pada dinas-dinas tertentu.  Dalam penyelenggaraan fit and proper test itu, lanjutnya, walikota dapat melibatkan kalangan independen non pemerintah seperti akademisi dan media.  \"Fakta integritas saja tidak cukup. Harus juga dengan fit and proper test.

Lihat bagaimana kemampuan orang-orang yang akan ia posisikan sebagai kepala dinas. Lihat jejak rekamnya, integritasnya, skillnya, attitudenya dan lain-lain. Dan penilaian ini jangan hanya sekadar dari pemerintah. Undang akademisi dan media untuk ikut andil dalam menyeleksi mereka,\" sambungnya.

Keterlibatan akademis dan media itu, kata Hanafi lagi, adalah untuk mengikis kesan bahwa selama ini analisis jabatan didasarkan kepada hubungan kekerabatan serta perasaan suka atau tidak suka. \"Jadi hasil seleksinya nanti benar-benar pejabat yang sungguh-sungguh berkompeten. Bukan karena Walikota punya hubungan khusus dengan orang itu atau karena ia semata-mata suka dengan pembawaannya,\" pungkasnya. (009)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: