Ichwan Yunus Jadi PNS Departemen Keuangan (2)
Lebih kurang empat bulan setelah kepulangan Ayahnya, perasaan Ichwan kembali terpukul. Kali ini lebih keras, sehingga menimbulkan kegoncangan yang luar biasa pada dirinya, ketika mendapat berita dari Bengkulu bahwa Ayahnya telah pergi untuk selama-lamanya. Ichwan baru sadar bahwa kata-kata pamitan yang diucapkan Ayahnya pada saat- saat menjelang keberangkatan pulang ke Palembang tersebut adalah kata-kata terakhir. Tidak akan pernah lagi ia melihat sosok pekerja keras yang selalu diteladaninya. Tidak akan pernah lagi ia mendengar ucapan-ucapan yang mengandung makna dan falsafah kchidupan dari sang Ayah tercinta. Ichwan juga baru menemukan jawaban mengapa hatinya begitu bergetar disaat Ayahnya bcrucap: “ ..... Ayah sudah Iega dan sangat senang karena sudah bertemu denganmu ....kalau pun akhirnya Ayah meninggal, tidak masalah.’’ Terbayang jelas suara khas dan gcrakan bibir Ayahnya ketika mengucapkan kata-kata terakhir itu. Ichwan pun mengingat kembali masa-masa kecil di kampung halaman bersama Ayahnya. Ia merasakan dirinya benar-benar tidak berguna, karena tidak sempat berbakti kepada Ayahnya. Ingin rasanya ia menjerit dan meratap sekeras-kerasnya, tapi sekuat tenaga pula ia menahannya, karena tidak akan berarti apa-apa lagi bagi Ayah dan dirinya. Ratapan dan jeritan tangis tidak mungkin akan mengembalikan Ayahnya yang sudah tiada. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat kecuali do’a. Sambil sesekali menghapus air matanya yang terus mengalir, Ichwan berucap dalam do’a: Ya Allah, Saya yakin bahwa ini semua karena kehendak Mu,tidak satu pun makhluk Mu yang mampu menghindar dari kehendak Mu. Ampunilah segala salah dan dosa Ayahku, berikanlah ia tempat yang layak di sisi Mu. Berikanlah kekuatan dan ketabahan pada saya dan keluarga dalam menghadapi musibah ini. Walaupun dalam keadaan duka yang mendalam, Ichwan masih berusaha mempersiapkan diri untuk. menghadapi ujian, karena ia merasakan ujian kali ini betul-betul berat. Terasa berat karena memang materi ujiannya yang sulit dibanding ujian-ujian yang pernah Ichwan lewati, dan penuh kompetitif dengan kawan-kawannya yang mempuyai kemampuan rata-rata sama dengannya. Ia juga dihadapkan pada masalah pribadi yang tidak kalah beratnya, mulai dari harus memulangkan Ayahnya dalam keadaan sakit parah. Belum lagi hilang rasa bersalah karena tidak bisa berbuat yang terbaik kepada Ayahnya, tiba-tiba mendapat berita bahwa sang Ayah tercinta sudah pergi untuk selama-lamanya. Saat ujian pun tiba, tidak kurang dari 200 mahasiswa siap bertarung untuk meraih predikat yang masih tergolong langka ketika itu. Ujian yang memakan waktu beberapa hari itu memang cukup melelahkan. Seperti biasanya, Ichwan tidak sedikit pun ada rasa cemas dan ragu. Berdasarkan tingkat kesulitan soal-soal yang ia kerjakan dalam ujian itu, ia merasa optimis dan percaya diri bahwa ia akan berhasil. Tidak terlalu lama Ichwan dan kawan-kawannya menunggu, akhirnya hasil ujian pun diumumkan, Ichwan hanya tersenyum kecil menyaksikan namanya tercantum dalam 11 orang yang dinyatakan lulus dari 200 lebih peserta ujian. Tidak ada ekspresi berlebihan dari Ichwan dengan keberhasilannya ini. Dia hanya bersyukur kepada Allah, karena kerja kerasnya selama dua tahun memperoleh hasil yang memang cukup melelahkan. Seperti biasanya, Ichwan tidak sedikit pun ada rasa cemas dan ragu. Berdasarkan tingkat kesulitan soal-soal yang ia kerjakan dalam ujian itu, ia merasa optimis dan percaya diri bahwa ia akan berhasil. Dia hanya bersyukur kepada Allah, karena kerja karasnya selama dua tahun memperoleh hasil yang memuaskan, walaupun penuh tantangan, hambatan, rintangan, dan juga pengorbanan.(bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: