Santet tak Perlu Pembuktian, Cukup Pengakuan
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Bukhori Yusuf, menilai, pasal santet yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan kemajuan bagi KUHP. Pasalnya kata Bukhori, pasal itu merupakan pasal perbaikan KUHP yang sekarang berlaku, yang mengatur mengenai tentang larangan praktek nujum dan sebagainya. Padahal nujum itu lebih kepada ramalan nasib yang sebenarnya substansinya bisa masuk ke dalam penipuan. Hal itu berbeda dengan santet. \"Santet adalah tindakan jahat yang merusak kepada orang lain atau mengganggunya dengan cara yang halus, alias dengan bantuan jin dan setan,\" ujar Bukhori kepada JPNN, Rabu (20/3). Lalu bagaimana soal pembuktiannya? Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, santet tidak perlu ada pembuktian tapi cukup pengakuan oleh penyantet. \"Itu yang disebut delik formil,\" terangnya. Bukhori mengaku setuju adanya pasal santet tersebut. Sebab menurutnya, pasal itu justru akan melindungi pihak-pihak yang berpotensi untuk dituduh santet dan melindungi pula objek yang berpotensi disantet. Revisi KUHP saat ini tengah dibahas Komisi III DPR. Pada pasal 293 tercantum perihal larangan penggunaan kekuatan gaib sebagai berikut. Di ayat (1) pasal 293 dinyatakan, \"Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.\" Ayat (2), \"Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).\" (gil/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: