Bolehkah Membatalkan Nikah, Gara-gara Istri Tidak Perawan?

Bolehkah Membatalkan Nikah, Gara-gara Istri Tidak Perawan?

menurut al-Syafi‘i, ketidakperawanan bukan sebuah cacat bagi pernikahan, sehingga suami tidak berhak melakukan fasakh, tidak pula ada hak untuk menarik mahar. --

BENGKULUEKSPRESS.COM - Menikah dengan seorang gadis yang masih perawan (virgin) merupakan dambaan kebanyakan pria yang pertama kali menikah. Pertanyaannya, bagaimana bila setelah menikah, si pria baru mengetahui bahwa kekasih yang baru dinikahinya sudah tidak virgin. Bolehkah, ia membatalkan pernikahan dan menarik mahar yang telah diberikannya? 

BACA JUGA:Gara-gara Kardus Mencurigakan yang Hebohkan Warga Bengkulu, Pelaku Penipuan Ini akhirnya Ditangkap  

Jumhur ulama memang membolehkan pasangan yang menikah untuk melakukan fasakh (pembatalan) nikah akibat penyakit akut, seperti lepra, tunagrahita, impotensi, cacat kemaluan si istri karena tertutup daging atau tulang, dan sebagainya.  

Namun, mereka berbeda pendapat mengenai keperawanan seorang perempuan. Apakah ketidakperawanannya, baik karena perzinaan atau sebab lain, dianggap sebuah cacat atau bukan. Imam al-Syafi‘i sendiri mengemukakan dalam al-Umm bahwa ketidakkeperawanan perempuan bukan satu cacat yang membolehkah seorang suami menarik mahar atau membatalkan perkawinannya (khiyar fasakh). Hanya saja, secara tidak langsung, ia memberikan khiyar lain, di mana suami boleh memilih, antara melanjutkan pernikahan atau mengakhirinya dengan talak.

BACA JUGA:Oknum Mahasiswa di Bengkulu Ditangkap Usai Petakan Narkoba di Pinggir Jalan

لَوْ نَكَحَ امْرَأَةً لَمْ يَعْلَمْ أَنَّهَا زَنَتْ فَعَلِمَ قَبْلَ دُخُولِهَا عَلَيْهِ أَنَّهَا زَنَتْ قَبْلَ نِكَاحِهِ أَوْ بَعْدَهُ لَمْ تَحْرُمْ عَلَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ أَخْذُ صَدَاقِهِ مِنْهَا وَلَا فَسْخُ نِكَاحِهَا وَكَانَ لَهُ إنْ شَاءَ أَنْ يُمْسِكَ وَإِنْ شَاءَ أَنْ يُطَلِّقَ  

Artinya: Jika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan yang tidak diketahui bahwa perempuan itu sudah pernah berzina, tapi belakangan sebelum bergaul, sang suami tahu bahwa ia telah berzina sebelum atau setelah menikah, maka perempuan tersebut tidak haram baginya. Selain itu si suami juga tidak ada hak untuk mengambil mahar darinya, tidak pula ada hak fasakh baginya. Hanya saja, jika mau, si suami boleh meneruskan pernikahan, atau mencerainya. (Al-Syafi‘i, al-Umm, [Beirut: Darul Ma‘rifah], 1990, cetakan pertama, jilid 5, hal. 13).  

Sementara Ibnu Shalah, salah seorang ulama Syafi‘iyah, dalam Fatâwâ-nya menganggap hilangnya keperawanan sebelum akad dianggap sebuah cacat yang membolehkan suami membatalkan pernikahannya (fasakh).

BACA JUGA:Cara Mudah Mengaktifkan DANA Paylater, Bisa Dipakai dalam Keadaan Sulit

إِذا تزوج امْرَأَة على أَنَّهَا بكر فَلم يكن فَفِي صِحَة النِّكَاح قَولَانِ أصَحهمَا أَنه يَصح وَللزَّوْج الْخِيَار  

Artinya: Jika ada laki-laki menikahi seorang perempuan karena perempuan itu masih perawan, tapi ternyata sudah tidak, maka mengenai keabsahan pernikahannya ada dua pendapat. Namun, menurut pendapat yang paling kuat, pernikahannya tetap sah. Hanya saja, si suami memiliki hak khiyar fasakh. (Lihat: Fatâwâ Ibn al-Shalah, [Maktabah al-‘Ulum: Beirut], cetakan pertama, 1407 H, jilid 2, hal. 660).  

Pendapat Ibnu Shalah ini sejalan dengan pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal yang dikutip Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu. Bahkan, tidak saja menetapkan hak fasakh, tetapi juga menetapkan ketiadaan mahar bagi si perempuan bilamana fasakh dilakukan sebelum bergaul.

BACA JUGA:Dewan Pers Ingatkan Partai Politik dan Penyelenggara Pemilu Jangan Pelit Informasi

 يثبت خيار الفسخ بفوات الوصف المرغوب في عقد الزواج أيضاً، كمن يتزوج امرأة جميلة فيظهر أنها دميمة، أو على أنها متعلمة فإذا هي جاهلة، أو على أنها بكر فإذا هي ثيب فيثبت للزوج حق الفسخ، ولا مهر للمرأة إن حدث الفسخ قبل الدخول، أو بعد الدخول وكان التغرير من المرأة نفسها. فإن كان التغرير من غيرها رجع الزوج على ذلك الغير بما دفعه للمرأة  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: