Mendorong Ekosistem Kendaraan Listrik yang Solid
Salah satu transportasi berbasis listrik. ANTARA/HO-BSD-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-
Bagi pelaku usaha tambang nikel, untuk mengembangkan produksi baterai EV merupakan "barang" baru mengingat awalnya hanya diproduksi dalam bentuk lain.
Seperti sebuah grup pertambangan yang beroperasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, sejak tahun 2010, awalnya untuk memproduksi bahan baku besi tahan karat (stainless steel).
Perusahaan itu beroperasi melalui dua perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), dengan total wilayah operasi 5.523 hektare.
Dalam mendukung program hilirisasi pemerintah, perusahaan itu mendirikanperusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian nikel menggunakan teknologi hidrometalurgi berbasis high pressure acyd leach (asam alkali bertekanan tinggi) yang menghasilkan produk mixed hydroxide precipitate dan produk akhir nikel sulfat dan kobal sulfat.
Turunan nikel saat ini dapat digunakan untuk pembuatan besi tahan karat (stainless steel), campuran besi baja, industri otomotif (velg, kerangka, knalpot), dan bahan dasar baterai isi ulang.
Dengan kebijakan hilirisasi melalui UU Nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sangat dimungkinkan untuk membangun industri baterai di tanah air mengingat bahan bakunya memang tersedia.
Dalam upaya untuk mewujudkan ekosistem EV itu perlu kebijakan lanjutan terkait baterai yang digunakan. Hal ini mengingat baterai untuk ev itu ada berbagai macam.
Dengan potensi yang ada maka untuk ekosistem EV sepertinya akan dikembangkan baterai berbasis nikel dengan komposisi 80 persen nikel, 10 persen mangan, dan 10 persen kobal (cobalt).
Apabila hilirisasi nikel ini dapat terealisasi hingga ke produksi masal baterai, maka berpotensi meningkatkan nilai tambah bagi ekonomi Indonesia 26 hingga 30 kali.
Sepeda motor
Program konversi dari BBM fosil ke listrik menyasar kepada sepeda motor. Hal ini dikarenakan populasi kendaraan ini cukup besar sampai ke pelosok-pelosok serta banyak digunakan sebagai transportasi segala lapisan masyarakat.
Alasan mendesaknya konversi energi dari fosil menjadi listrik karena dua tahun lalu neraca perdagangan Indonesia sempat kebobolan karena impor minyak terlalu banyak, padahal energi di dalam negeri mencukupi.
Dengan populasi 130 juta sepeda motor, artinya per hari membutuhkan 800 ribu barel, sementara produksi 800 barel. Jadi kebutuhan per hari itu 1,6 juta barel dan separuhnya dari sepeda motor.
Saat itu Pemerintah Indonesia melakukan konversi kendaraan sepeda motor berbasis BBM ke listrik. Apabila target tersebut tercapai, minimal bisa memangkas impor BBM.
Terkait konversi ke listrik, kalau pada 2020 pemerintah baru bisa menyasar 10 unit motor listrik, maka 2021 sudah meningkat menjadi 100 unit, kemudian untuk tahun 2022 ini targetnya bisa 1.000 unit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: