Guru Kharis: Perintis Pendidikan di Pedalaman Sumatera Selatan

Guru Kharis: Perintis Pendidikan di Pedalaman Sumatera Selatan

Keluarga besar Guru Kharis-(foto: istimewa/bengkuluekspress.disway.id)-

Oleh: Nur’aini Rachman

SUDAH menjadi kebiasaan masyarakat Suku Haji OKU Selatan untuk selalu menambahkan kata ‘Guru’ sebelum menyebut nama pada orang yang profesinya sebagai pengajar.

Hal itu bentuk penghormatan pada posisi mulia seorang Guru. Sebutlah misalnya di Desa Kuripan ada Guru Ali, Guru Bintang, Guru Basar dan lain-lain.

Tulisan ini khusus menceritakan tentang sosok Guru Kharis. Sang pelopor atau perintis sekolah formal di pedalaman Sumatera Selatan tepatnya di Desa Kuripan.

Beliau dilahirkan di Talang Balai OKI. Sempat menikah dengan gadis sedesanya, sebelum merantau ke Desa Kuripan Haji.

Tak lama berdiam di Kuripan, beliau mempersunting Derimah anak sulung Mahmud tukang ahli membuat rumah yang juga perantau dari OKI tepatnya dari Desa Mangun Jaya Kayu Agung.

Guru Kharis adalah perintis sekolah formal di Desa Kuripan sejak tahun 1968. Waktu itu meja kursinya dari bambu, dinding bambu dan papan beratap seng bekas.

Sebagai Kepala Sekolah merangkap wali kelas, beliau betul-betul berpikir keras supaya anak-anak di Desa Kuripan bisa sekolah.

Waktu itu belum ada istilah uang gaji. Hanya setiap bulan, tiap Guru dapat bantuan sekaleng beras dari subsidi pemerintah dan sumbangan wali murid. Itupun kadang ada kadang tidak.

Bandingkan dengan sekarang, selain gaji ada uang remunerasi dan gaji 13 untuk Guru.

Pembawaan Guru Kharis lemah lembut dan sangat hati-hati. Konon jika makan kerupuk pun tanpa menimbulkan bunyi, cocok memang sebagai pendidik.

Pernah beliau mengusir ibu SN (sengaja diinisialkan) dari Muaradua yang ditugaskan mengajar di Kuripan. Karena ibu SN melakukan kekerasan pada murid.

Guru Kharis tidak marah secara langsung pada ibu SN. Beliau hanya menulis pakai kapur dipapan tulis : ‘ibu SN silakan pergi dari sekolah ini’. Hari itu juga ibu SN pulang ke Muaradua.

Beliau bisa juga marah pada orang tua murid kalau ada orang tua yg memberhentikan anaknya sekolah. Dijamin orang tua murid itu akan didatangi oleh Guru Kharis.

Pada murid-muridnya, beliau sering memberi hadiah buku tulis tipis warna ungu (waktu itu buku tulis termasuk barang mewah). Bahkan, bekal pisang rebus beliau sering diberikan pada anak didiknya.

Mungkin beliau tahu bahwa kondisi wali murid ekonominya rata-rata miskin. Jangankan sarapan pagi, untuk sekedar beli buku tulis pun sulit.

Setiap tahun ajaran baru banyak orang tua yang mengantarkan anaknya ke rumah beliau untuk mendaftar sekolah.

Beliau tidak ditanya umur, calon murid hanya disuruh menyilangkan tangan kanan diatas kepala. Jika jari tangan menyentuh telinga, maka murid itu langsung diterima.

Oya kebiasaan beliau juga unik. Sering mengganti nama muridnya. Sebut saja nama Nuriani diganti menjadi Nur’aini (cahaya mata). Tentu si murid dan orang tuanya senang diberi nama baru oleh sang Guru.

Diluar pekerjaan sebagai Guru, beliau juga menjalankan pekerjaan sebagai ‘mantri kampung’. Padahal tidak jelas beliau sekolah apa dulunya.

Kalau ada orang berobat apapun keluhan sakitnya, obatnya hanya dua macam yaitu disuntik dan diberi pil segitiga hijau muda dan semuanya gratis.

Alhamdulillah pasiennya banyak yang sembuh dan tidak terjadi malpraktik.

Rumah beliau setiap hari ada saja orang yang datang walau sekedar numpang mengoleskan obat merah di kaki yang luka.

Oya, beliau bercerita bahwa saat masih di OKI beliau pernah punya pengalaman menjadi tukang obat keliling dari kalangan ke kalangan (pasar tradisional yang buka seminggu sekali). Tentu disertai hiburan sulap, sebagaimana tukang obat pinggir jalan.

Beliau juga disebut-sebut punya keahlian mencetak uang dengan teknik semacam sablon. Mungkin pernah bekerja dipercetakan waktu zaman penjajahan, tapi ini tidak pernah dipraktekkan oleh beliau di Desa Kuripan.

Oya beliau pernah ditusuk (ditujah) orang gila di Kuripan, hampir nyawanya tak tertolong. Akibatnya, tangan kanan beliau cacat dan harus menulis dengan tangan kiri dibantu dengan jari tangan kanan.(**)

 

Penulis adalah seorang Guru yang berasal dari Desa Kuripan yang sekarang menetap di Bandar Lampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: