PT SIL Tetap Menolak
BENGKULU, Bengkulu Ekspress – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu kembali memediasi konflik lahan antara PT Sandabi Indah Lestari (SIL) dengan warga di Kabupaten Bengkulu Utara.
Hasilnya, PT SIL tetap menolak untuk menghibahkan lahan hak guna usaha (HGU) 33 kepada warga yang berada di tiga desa yaitu Desa Sebayur, Simpang Batu dan Bukit Harapan Kabupaten Bengkulu Utara.
“Tadi sebenarnya sudah mengerucut tapi, pada intinya PT SIL tetap menolak untuk mengikhlaskan lahannya.
Karena menurut mereka (PT SIL) pernah mengikhlaskan 1.300 hektara lahan di HGU 33,” terang Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik Pemprov Bengkulu, Hj Oslita SH MH, usai menerima hearing PT SIL dan warga BU di ruang rapat Kantor Gubernur Bengkulu,selasa (11/2).
Dijelaskanya, beratnya PT SIL untuk menghibahkan lahan HGU di nomor 33 itu, lantaran sebelumnya PT SIL sudah menghibahkan lahan HGU di nomor 11 kepada warga.
Hanya saja, warga yang telah lama bercocok tanam di lokasi HGU yang dulunya bukan milik PT SIL itu, tetap menuntut agar tanah tersebut diserahkan oleh PT SIL.
Bahkan, masyarakat sudah diminta untuk menyerahkan dana untuk pembuatan sertifikat lahan tersebut oleh BPN.“Masyarakat diminta untuk segera menyampaikan datanya ke PT SIL,” tambahnya.
Pemprov, menurut Oslita, tetap akan berusaha mengakomidir harapan masyarakat tersebut.Tentunya dengan membuat surat khusus kepada PT SIL.
Agar nantinya, ada solusi yang tepat, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam waktu dekat ini.“Kita mencoba membantu mengakomodir apa yang diinginkan oleh masyarakat, sebelum bentuk tindaklanjut hasil rapat,” tegas Oslita.
Meski telah diberikan peluang itu, namun demikian warga tetap ingin bertemu dengan gubernur. Agar gubernur bisa memberikan kebijakan khusus, untuk membela masyarakat.“Warga tetap ingin ketemu dengan gubernur,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan masyarakat dari Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP), Adi Prabowo mengatakan, apa yang dituntut oleh warga itu merupakan haknya.
Karena di lahan sebelum ada PT SIL itu, tempat bercocok tanam, menghidupi keluarganya, hingga anak-anaknya bisa sekolah sampai saat ini.
“Masyarakat harus kita bela. Jangan sampai masyarakat pribumi asli tergeser oleh perusahaan dari luar,” ujar Adi.
Warga menurutnya, tidak akan keberatan atas hadirnya perusahaan tersebut. Namun tetap, nasib masyarakat harus diperhatikan. Sehingga hasinya investasi itu tidak merugakan masyarakat.“Kami harapkan dengan kami kesini, dapat memberikan jalan keluar terhadap rakyatnya,” tandasnya. (151)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: