Royalti Batu Bara akan Dihapus
BENGKULU, bengkuluekspress.com - Pemerintah tengah menyiapkan insentif bagi perusahaan tambang batu bara dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Salah satunya mengenai pembebasan royalti atau royalti nol persen untuk perusahaan tambang batu bara. Jika aturan tersebut diketok, artinya pemerintah memberikan karpet merah bagi pengusaha batu bara nasional untuk tidak menyetor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Padahal, PNBP dari sektor ini merupakan yang tertinggi menyumbang penerimaan negara.
Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta mengatakan, pada 2018 silam, PNBP di sektor mineral dan batu bara (minerba) nasional mencapai Rp 50 triliun yang sekitar 80 persen di antaranya berasal dari setoran pengusaha batu bara. Jika royalti ini dikurangi, artinya pendapatan negara akan terpangkas. \"Kalau pungutan royalti ditiadakan, maka penerimaan negara akan terpangkas,\" kata Uli, Rabu (5/2).
Ia menjelaskan, untuk di Provinsi Bengkulu saja pendapatan royalti dari perusahaan batu bara di Bengkulu mencapai kurang lebih Rp 125 miliar. Jika royalti batu bara dihapuskan, maka daerah akan kehilangan pendapatan yang cukup besar. \"Pada 2019 lalu saja Royalti dari Batu Bara saja di Bengkulu mencapai Rp 125 miliar, kalau dihapuskan pada 2020 ini, maka kedepan tidak ada PNBP dari Royalti,\" tutupnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bengkulu, Ir Ahyan Endu mengatakan, pembebasan royalti tersebut rencananya akan diberikan pada perusahaan tambang batu bara yang melakukan hilirisasi, seperti mengolah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) alias gasifikasi batubara. Sedangkan perusahaan yang tidak melakukan hilirisasi akan tetap dikenakan pembayaran royalti.
\"Kita menilai pemerintah pusat akan membebaskan royalti batu bara untuk perusahaan yang melakukan hilirisasi saja,\" kata Ahyan.
Pembebasan Royalti Dipercaya Mampu Menyerap Banyak Tenaga Kerja Lokal
Ia mengaku, dengan adanya pembebasan pembayaran royalti dari perusahaan tambang yang melakukan hilirisasi maka dipercaya akan mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal dan mendorong berdirinya industri pengelolaan batu bara dari mentah menjadi barang setengah jadi. Sehingga PNBP yang diperoleh daerah juga akan semakin tinggi. Apalagi jika di hitung-hitung, royalti yang diterima oleh provinsi hanya sebesar 16 persen atau Rp 20 miliar, sementara 32 persen diberikan untuk daerah penghasil dan 32 persen lainnya untuk kabupaten tetangga. Oleh sebab itu, hal ini dapat menjadi angin segar bagi perkembangan industri batu bara di daerah.
\"Jelas ini hal yang baik bagi daerah. Kalau perusahaan tambang batu bara di daerah bisa melakukan hilirisasi kenapa tidak. Kan itu nanti bisa mendorong peningkatan pendapatan juga bagi daerah,\" tuturnya.
Ia menjelaskan, pendapatan daerah dapat meningkat lebih besar dibandingkan pungutan royalti. Sebab perusahaan yang melakukan hilirasasi didorong untuk mengubah batu bara menjadi DME. Produk DME ini nantinya dapat menggantikan LPG yang selama ini masih diimpor. Sehingga produksi LPG didalam negeri juga akan meningkat.
\"Kan kalau mereka bisa hilirisasi maka kontribusinya bagi daerah juga akan semakin besar. Perusahaan tambang batu bara akan mampu menciptakan DME yang bernilai tinggi daripada menjual batu bara,\" tutupnya. (999)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: