Gajah Seblat Terancam

Gajah Seblat Terancam

Lokasi Makan akan Dijadikan Tambang

BENGKULU, Bengkulu Ekspress-Puluhan ekor gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) yang hidup di bentang alam Seblat perbatasan antara Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko terancam populasinya.

Lantaran tempat mereka mencari makan bakal didirikan pertambangan batu bara milik PT Inmas Abadi. Tempat hidup yang semakin menyempit oleh perkebunan sawit, ditambah lagi adanya pertambangan batu bara ditakutkan akan memperparah konflik antara gajah dan manusia. Jika hal tersebut terjadi, populasi gajah tidak menutup kemungkinan akan mengalami penurunan secara drastis.

Mencari solusi tersebut, Koalisi Penyelamat Bentang Seblat meminta agar Plt Gubernur mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Inmas Abadi. Mereka juga bersurat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar menolak seluruh permintaan PT Inmas Abadi untuk mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. \"Plt Gubernur harus menyikapi hal ini, kenapa harus menerbitkan IUP seharunys Plt Gubernur mencabutnya,\" jelas Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah, kemarin (5/10).

Berdasarkan survei yang dilakukan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung dan tim Mitigasi Konflik Manusia-Gajah (MKMG), jumlah populasi gajah di Air Ipuh - Air Teramang tahun 2004 sampai 2009 sebanyak 47 ekor.

Kemudian berdasarkan data WCS-IP tahun 2010 lalu, populasi gajah di Pusat Latihan Gajah (PLG) Seblat-HPT Lebong Kandis sebanyak 60 sampai 100 ekor. Tahun 2017, berdasarkan survei yang dilakukan BKSDA Lampung - Bengkulu populasi gajah di Hutan Produksi (HP) Air Rami-HPT Lebong Kandis sebanyak 37 ekor.

Data tersebut menunjukkan penurunan, mengingat untuk melakukan survei menghitung jumlah populasi gajah tidak mudah. Melakukan survey tanda-tanda keberadaan gajah dari jejak tanah, kotoran dan lain sebagainya. \"Data terbaru, jumlahnya sekitar 30 ekor untuk gajah liar, sementara untuk gajah tangkaran yang ada di PLG sekitar 10 ekor,\" imbuh Beni.

Sementara itu, Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar mengatakan, luas Bentang Seblat yang akan digunakan PT Inmas Abadi sekitar 4.051 hektar. Dengan rincian 735 hektar masuk TWA Seblat, 1.915 masuk kedalam HPT Lebong Kandis register 69 dan sekitar 540 hektar masuk ke dalam hutan produksi yang dapat konservasi (HPK).

Bahkan untuk mendapatkan TWA Seblat yang terdapat PLG Seblat, PT Inmas Abadi bersurat ke Menteri LHK agar mendapatkan izin kawasan tersebut digunakan untuk pertambangan. \"Pemberian IUP PT Inmas Abadi adalah suatu kesalahan, kita yakin hasil dari pertambangan batu bara tidak akan sebanding dengan rusaknya kawasan hutan dan hilangnya hidup kawanan gajah,\" tegas Ali.

Jika tambang batu bara beroperasi, bukan hanya gajah saja yang terancam. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari aliran sungai seblat bakal mendapatkan ancaman krisis air bersih. Setidaknya ada 8 Desa yang memafaatkan aliran sungai Seblat, yakni Desa Suka Baru, Desa Suka Maju, Desa Suka Merindu, Desa Suka Medan, Desa Suka Negara, Desa Karya Jaya, Desa Talang Arah, dan Desa Pasar Seblat.

Bahkan pertambangan akan mengancam kolaborasi periwisata antara PT Alesha Wisata, Yayasan Ulayat dan Forum Ekowisata Seblat Desa Sukabaru. Setidaknya ada 29 orang yang mengelola paket wisata alam Seblat yakni elajah habitat gajah Sumatera.

Direktur PT Alesha Wisata, Krishna Gamawan mengatakan, pertambangan bakal mengancam kegiatan kepariwisataan yang sudah mulai dirintis dan diminati turis lokal dan luar negeri. Padahal pariwisata yang menjadi tulang punggung program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, belum tentu tambang bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. \"Kegiatan yang sudah kita lakukan terancam dengan tambang batu bara,\" jelas Krishna.

Menurut Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu, Sofian Ramadhan, adanya tambang di kawasan Bentang Seblat bakal merusak ekosistem hutan. Bukan hanya gajah Sumatera yang berada di kawasan tersebut, satwa liar lain seperti harimau Sumatera, beruang madu, tapir, burung rangkong, bahkan habitat asli bunga terbesar di dunia, Rafflesia arnoldi ada di hutan tersebut. \"Jika ada tambang artinya merusak ekosistem hutan,\" tegas Sofian.

Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu, Ir H Ahyan Endu mengatakan, PT Inmas Abadi memang berada dikawasan hutan Seblat tepat Pusat Pelatihan Gajah (PPG). Namun sampai saat ini, perusahaan pertambangan batu bara itu belum beroperasi, meskipun izinnya telah memiliki izin operasi produksi. \"Tambang itu belum beroperasi. Jadi belum ada dampak membuat populasi Gajah itu habis dan kerusakan lingkungan. Belum ada aktifitasnya sekarang,\" ujar Ahyan.

Menurutnya, saat ini perusahaan tambang batu bara itu masih memproses izin di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelum izin itu dikeluarkan, maka perushaan tambang itu juga belum bisa beroperasi. \"Kalau operasi sekarang, pasti ditangkap. Karena izin dari Kementerian LHK itu belum keluar,\" paparnya.

Ahyan menegaskan, ESDM Provinsi akan tetap mematuhi apa yang telah menjadi aturan. Karena sebelum memberikan izin, tentu ada izin lingkungan yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh para investor pertambangan khususnya. \"Prinsip kita mematuhi aturan. Karena ada bagian-bagiannya yang harus dilengkapi oleh perusahaan pertambangan itu. Termasuk bagian lingkungan. Kalau clear di lingkungan, maka clear juga dikita,\" tandas Ahyan. (151)

(167) .(167)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: