Anggota DPRD Kota Bengkulu, Nuharman SH menuturkan, sistem 5 hari kerja sebelumnya pernah dilakukan. Dan saat itu berlangsung kurang lebih satu tahun lamanya. Namun karena dinilai kurang efisien, sistem kerja dikembalikan 6 hari.
\"Pemkot sebelumnya pernah memberlakukan sistem 5 hari kerja. Karena kurang efektif, dan tidak banyak pekerjaan sehingga dikembalikan menjadi 6 hari kerja,\" ungkap Polisi PKS ini. Sebelum sistem pelaksanaan 5 hari kerja diberlakukan, walikota hendaknya mengkonsep lebih matang, jangan hanya meniru dengan provinsi namun kenyataanya banyak PNS (Pegawai Negeri Sipil) banyak tidak bekerja, dan pulang lebih cepat.
\'\'Program 5 hari kerja jangan hanya coba-coba tapi konsepnya lebih dimatangkan lagi, seperti pola pendanaan, dan fasilitas seperti apa,\" katanya.
Di masyarakat juga perlu disosialisasikan, karena selama ini masyarakat hanya tahu pelayanan kerja di kota ditutup pukul 14.00. Kalau ini dijalankan, maka pelayanan diperpanjang hingga pukul 16.00 WIB, hingga peningkatan pelayanan publik dapat meningkat. \"Jangan sampai jam-jam sore itu dibiarkan pegawai duduk-duduk dan tidak melayani publik,\'\' tegasnya.
Disingung soal konsekuensi penambahan jam kerja itu akan berimbas pada anggaran yakni untuk uang makan, jelas akan terjadi peningkatan dan sampai saat ini program itu belum masuk dan diusulkan dalam PPAS.
Sementara itu anggota DPRD lain, Effendi Salim juga menegaskan jika 5 hari kerja dilakukan, maka Pemkot akan menyedot anggaran hingga miliaran rupiah. Dicontohkan Effendi Salim, jika satu hari saja satu PNS diploting uang makan Rp 8 ribu/hari dikalikan 26 hari kerja dikalikan 12 bulan dikalikan 7 ribu PNS se-Kota Bengkulu, maka menyedot anggaran sebesar Rp 17.472.000.000. Sedangkan dana saat ini masih tersedot untuk uang belanja pegawai.
Sementara itu, Wakil Walikota Ir Patriana Sosialinda menuturkan, rencana pemberlakuan 5 hari kerja untuk menyeimbangkan pemerintah provinsi dan perbankan. Untuk menyesuaikan hal tersebut, Pemkot tidak grasa grusu. Terlebih dulu dilakukan penampungan aspirasi pejabat dan PNS di lingkungan Pemkot yang dikemas dalam bentuk kuisioner, jajak pendapat, ataupun dalam bentuk polling. Dan terhitung kemarin, Sekkot telah menyebarkan kuisioner untuk diisi kepada PNS. (247)