Harga Karet dan CPO Berpeluang Menguat

Senin 27-11-2017,12:38 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Kendati mengalami penambahan produksi, harga komoditas ekspor andalan Indonesia khususnya Provinsi Bengkulu seperti karet dan minyak kelapa sawit atau CPO diprediksi masih berpotensi menguat sampai tahun 2018 mendatang. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu, Endang Kurnia Saputra mengaku, optimistis pada tahun depan sektor pertanian diperkirakan akan mengalami peningkatan, Pihaknya sudah mengevaluasi sektor mana yang masih akan berpotensi tahun depan. Namun, pihaknya menilai, sektor pertanian akan mengalami perbaikan. Harga karet yang membaik akan mendorong petani meningkatkan frekuensi panen. \"Kami menilai, untuk sektor komoditas seperti CPO dan karet mulai membaik di 2018,\" ungkap Endang.Pada 2018 mendatang, harga karet dan CPO dunia mulai meningkat seiring dengan tumbuhnya industri otomotif di China yang membutuhkan banyak bahan baku karet serta meningkatnya permintaan CPO dari Malaysia. Adanya pabrik baru yang mulai beroperasi di wilayah Bengkulu juga mendorong meningkatnya produksi karet dan CPO di Bengkulu. \"Satu pabrik karet baru di Bengkulu Utara dan dua pabrik CPO di Mukomuko akan meningkatkan permintaan dunia,\" kata Endang. Selain itu yang memicu akan terjadinya peningkatan harga karet di Bengkulu karena telah terjadi penurunan cadangan karet di Qingdao China, sehingga masih memberikan dukungan terhadap harga karena dapat meningkatkan permintaan komoditas karet dari China.

\"Kami optimis permintaannya meningkat karena ada penurunan cadangan di China,\" tutur Endang.
Sementara itu, untuk komoditas CPO, prospek membaiknya cuaca menumbuhkan optimisme meningkatnya produksi di Indonesia dan Malaysia hingga akhir 2017 dan 2018. Kondisi ini berkebalikan dari tahun lalu ketika perkebunan mengalami masalah pasokan akibat cuaca ekstrim. \"Jika sebelumnya pasokan sedikit berkurang, kondisi pada 2018 akan mengalami pertumbuhan,\" terang Endang.   Namun, bertumbuhnya pasokan tersebut dapat diatasi dengan memacu konsumsi domestik. Indonesia dan Malaysia, dapat menggalakkan lagi pengolahan CPO untuk bahan bakar avtur. Pada tahun depan, diprediksi harga CPO akan bergerak di dalam rentang 2.400 ringgit-3.000 ringgit per ton. \"Kami menilai kenaikan tersebut cukup signifikan,\" ujar Endang. Sementara itu, harga CPO di bursa Malaysia kontrak teraktif Oktober 2017 naik 48 poin atau 1,87% menuju 2.677 ringgit (US$625,75) per ton. Namun, sepanjang tahun berjalan harga masih terkoreksi 16,35%. \"Itu mengindikasikan, peningkatan akan segera tercapai dan akan mendororong pertumbuhan kredit,\" tegas Endang. Terhadap pertumbuhan kredit tahun 2018 mendatang, BI memproyeksi pertumbuhan kredit tahun depan di kisaran 11-12%. Dengan meningkatnya pertumbuhan kredit akan mendorong peningkatan investor yang akan memicu meningkatnya pertumbuhan ekonomi. \"Pertumbuhan ekonomi Bengkulu mulai meningkat, kami harapkan tahun depan bisa di atas 5 persen,\" jelas Endang. Mengenai rasio kredit bermasalah (NPL), memang menjadi tantangan bagi perbankan. Namun, tren mulai meningkatnya harga-harga komoditas diharapkan bisa menurunkan NPL. \"Kami harapkan NPL menurun di bawah 2 persen tahun depan,\" tutupnya. (999)  
Tags :
Kategori :

Terkait