Polemik Parkir Elektronik Belum Berakhir, Hearing Tak Membuahkan Hasil

Kamis 09-03-2017,10:10 WIB
Reporter : redaksi
Editor : redaksi

BENGKULU, BE - Ancaman mogok berjualan secara massal, benar-benar dilakukan oleh para pedagang di Pasar Tradisional Modern (PTM) Kota Bengkulu.

Aksi tersebut dilakukan atas penolakan sistem parkir elektronik atau komputerisasi yang diberlakukan pihak pengelola PTM sejak beberapa hari lalu.

Pantau BE, akibat para pedagang mogok massal, semua kios pun tampak tertutup. Bahkan Kapolres Bengkulu AKBP Ardian Indra Nurinta SIK tampak meninjau kios-kios tersebut, kemarin (8/3).

Aksi para pedagang ini tidak hanya sebatas mogok berjualan, tapi juga mendatangi DPRD Kota Bengkulu untuk menyampaikan penolakannya.

Dalam hearing atau rapat dengar pendapat yang juga dihadiri oleh perwakilan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bengkulu, pengelola PTM berlangsung panas karena pedagang dan pengelola PTM sama-sama mempertahankan kehendaknya masing-masing sehingga hearing itupun belum menemukan kesepakatan.

Namun dalam hearing yang berlangsung sekitar 2 jam itu terungkap bahwa belum ada MoU untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkait penerapan parkir elektronik tersebut. Hal ini membuktikan bahwa parkir tersebut dilakukan secara sepihak oleh pengelola PTM.

Berdasarkan catatan dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bengkulu, selama ini untuk retribusi parkir di PTM sebesar Rp Rp 2,1 juta perbulan atau Rp 25,2 juta per tahun. Sementara, dengan diubahnya sistem perparkiran ke sistem komputerisasi ini justru tidak ada perjanjian kerjasama untuk target peningkatan PAD atau masih sama dengan perjanjian yang lama.

“Kita sayangkan dengan adanya parkir elektronik ini justru tidak ada perubahan target PAD, ini tentu menjadi kekeliruan yang perlu diperhatikan. Jadi, untuk apa diterapkan parkir yang mahal tetapi tidak ada pengaruh ke PAD, ditambah lagi merugikan pedagang, jadi uang ini kemana,” kritik Ketua Komisi III DPRD Kota Bengkulu, Sudisman SSos saat memimpin rapat.

Sementara itu, Anggota Komisi IIm M Awaludin mengaku, dalam penerapan sistem parkir baik manual maupun elektronik ini belum ada dasar hukumnya. Karena, jika dilihat dari site plan awal masa pembangunan pasar PTM beberapa tahun lalu, jalan tersebut bukanlah dijadikan sebagai lahan parkir, tetapi merupakan jalan untuk beraktifitas atau jalur darurat yang digunakan ketika terjadi musibah kebakaran, dan bencana-bencana lainnya. Atau juga bisa digunakan sebagai jalur drop out untuk mobil angkut barang dalam waktu hitungan menit.

“Sebenarnya dijadikan parkir manual pun tetap salah, tetapi itu tidak jadi persoalan selama keamanan dan ketertiban terjaga. Nah, sekarang dibuat portal dan menjadi masalah, seharusnya pemkot harus mempertimbangkan itu. Karena timbul gejolak, kita akan minta Dishub mengkaji aturannya apakah memang boleh ada parkir apa tidak,” tambah Awaludin.

Ia meminta Dinas Perhubungan Kota Bengkulu untuk mengkaji ulang terkait aturan-aturan hukum terkait jalan di dalam PTM dijadikan lokasi parkir.

“Untuk menentukan besar PAD itu harus dilihat dari potensi, dan kalau diubah sistemnya nanti jadi seperti apa, sehingga memang ada alasan kuat untuk itu,” jelasnya.

Wakil Ketua Komisi II, Iswandi Ruslan mengatakan, sistem parkir elektronik ini sudah harga mati harus dicabut, karena tidak ada peningkatan PAD ditambah lagi sudah mendapatkan penolakan dari khalayak ramai. Bahkan, berdasarkan aspirasi pedagang, apabila kebijakan portal parkir ini tetap dipasang, maka pedagang mengancam untuk berjualan di luar atau badan jalan seperti di Pasar Panorama.

“Kalau menurut pihak pengelola ancaman ini tidak jadi persoalan, tapi bagi kami DPRD ini jelas menjadi masalah yang besar. Cukup kami repot dengan Pasar Panorama, ini berdasarkan aspirasi pedagang,” tandas Iswandi.

Sementara, Tim Advokasi Pedagang PTM, Melyan Sori memaparkan, sejak 2014 lalu, PTM maupun Mega Mall tidak ada kontribusi apapun ke Pemkot. Sehingga jika portal elektronik tersebut dijadikan alasan untuk meningkatkan PAD, justru menjadi pertanyaan besar. Karena apa yang dilakukan pihak pengelola hanya berdasarkan kepentingan bisnis secara pribadi.

“ Nah, sekarang mereka membuat portal parkir yang sangat memberatkan sekali, yang dalilnya pedagang dituntut pemda kota untuk PAD kata pihak pengelola pada saat kami  kemarin, jadi dimana logikanya jika mereka mengenjot PAD sementara sektor penghasilan selama ini tidak pernah serupiah pun diberikan ke pemda kota. Maka kita minta agar portal itu segera dibongkar,” papar Melyasori.

Sementara itu, Direksi Pimpinan PTM-Mega Mall, Yohanes Lee menjelaskan, sistem parkir komputerisasi tersebut untuk menjaga keamanan kendaraan secara maksimal, terutama dari tindak curanmor dan lain-lain. Karena, jika ada yang kehilangan maka akan diganti melalui asuransi. Sementara menyesuaikan kondisi pasar, maka pihak pengelola juga membuat kebijakan diantaranya, motor masuk lokasi parkir PTM dalam waktu 5 menit tidak dipungut biaya alias gratis.

Selain itu, gerobak yang keluar-masuk mengangkut barang dagangan juga digratiskan.

“Jelas keliru kalau parkir ini membuat pengunjung tidak datang. Karena kebanyakan pengunjung ini datang karena nyaman dan aman. Kalau gerobak itu saya gratiskan, kemudian kalau orang hanya lewat saja pakai kendaraan sebelum 5 menit itu masih gratis,” jelas Yohanes.

Pejabat Pemkot Mangkir Di sisi lain, anggota dewan menyayangkan tidak ada satupun Kepala Dinas yang hadir, seperti Disperindag, Dishub, dan Dispenda. Sehingga pelaksanaan hearing tersebut tidak menemukan solusi apapun. Oleh sebab itu, dalam waktu dekat DPRD kota akan mengundang kembali dinas atau instansi terkait untuk melakukan hearing lanjutan.

Mogok Tak Dipatuhi

Sementara itu, meski sebagian besar kios, auning, lapak, di setiap blok tutup, namun masih ditemukan beberapa pedagang yang berjualan. Terutama para pedagang pakaian yang berjualan di PTM lantai 2.

Hal ini dikarenakan imbauan atau sosialisasi tidak dilakukan secara merata sehingga pedagang ini tidak mengetahui bahwa akan digelar aksi mogok.

“Karena mereka para pedagang di bawah itu tidak memberitahu kami yang di atas, jadi kami tidak peduli juga, karena tidak sampai imbauan itu ke kami,” ungkap Mayola, salah satu pedagang pakaian.

Hal senada juga disampaikan pedagang lainnya, Hilda. Karena merasa rugi menutup jualannya, maka ia tetap memilih untuk membuka kiosnya untuk berjualan seperti biasanya.

“Ya sulit kalau mau tutup, masih banyak hutang yang mau dibayar. Kemudian kebutuhan hidup kita masih banyak, jadi tetap buka saja seperti biaya,” beber Hilda.

Mengetahui adanya rencana aksi mogok jualan ini, pihak kepolisian mendatangi pedagang sejak pagi agar pedagang tidak melakukan aksi mogok, dan tetap berjualan seperti biasanya. (805)

Tags :
Kategori :

Terkait