Rapat PGE Memanas

Rabu 01-03-2017,14:00 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

LEBONG UTARA, BE - Pertemuan ketiga membahas masalah ganti rugi kepada masyarakat terkena dampak uji sumur claster A PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Proyek Hulu Lais periode Januari sampai awal April tahun 2016, kembali dilakukan kemarin (28/2). Rapat yang berlangsung di Hotel Pangeran Kelurahan Amen atas difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lebong itu berlangsung panas. Warga yang ikut rapat emosi. Bahkan seorang ibu rumah tangga (IRT) sempat mengamuk hingga pingsan dalam rapat itu.

Dalam rapat itu, perwakilan warga H Fuad mengungkapkan, tuntutan warga tetap pada Rp. 20 juta perhektar. Angka tersebut dihitung secara fleksibel dan secara merata dari sejumlah warga terdampak. Bahkan jika dihitung sesuai dengan kajian perundang-undangan atas resiko dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan tersebut lebih dari jumlah yang dituntut oleh masyarakat saat ini.

\"Hitungan tersebut jika dihitung secara global, masyarakat masih tetap dirugikan. Karena selama berlangsungnya aktifitas PGE, sudah 3 kali warga mengalami gagal panen. Belum lagi dihitung panen selang untuk memenuhi kebutuhan sehari masyarakat,\" kata Fuad. Dijelaskan Fuad, PT PGE jangan semaunya dan tanpa mempertimbangan hati nurani dalam penyelesaian kerugian yang dialami masyarakat. Jika tidak ada penyelesaian mendatangi Komnas

HAM terkait hak masyarakat yang dirugikan dan terabaikan akibat dampak aktifitas perusahaan.

\"Jika tidak bisa memenuhi tuntutan masyarakat terdampak tersebut, kita langsung menutup akses aktifitas PT PGE. Tidak hanya itu, seluruh manajemen PT PGE kami minta angkat kaki dari Kabupaten Lebong,\" tegas Fuad.

Bahkan disela-sela rapat, seorang IRT mengamuk hingga akhirnya pingsan setelah sebelumnya sempat melempar kertas ke meja peserta rapat dari utusan PT PGE tersebut.

Berdasarkan pantauan BE di lapangan, dalam rapat lanjutan untuk yang ketiga kalinya kemarin, utusan PGE dinilai telah melanggar kesepakatan awal, yakni menghadirkan Direksi perusahaan yang memiliki kapasitas untuk mengambil kebijakan dalam menentukan angka ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat terdampak. Saat rapat kenyataannya hanya utusan dari PGE yang hadir untuk mengikuti rapat tersebut dan tidak mampu memberi keputusan yang jelas sebagaimana tuntutan masyarakat, yakni ganti rugi Rp 20 juta per hektar atas aktivitas uji sumur cluster A PT PGE. Bahkan rapat yang sempat memanas hingga diskor selama 30 menit, lantaran utusan dari pihak perusahaan ingin konfirmasi ke pimpinan, maka tawaran sebelumnya dari PGE dari Rp 5 juta naik menjadi Rp 5,5 juta per hektar dalam hal ini naik 10 persen dari tawaran sebelumnya.

Bahkan setelah konfirmasi terakhir dari pimpinan PGE mentok pada angka Rp 6 juta per hektar. Angka itu tetap ditolak oleh masyarakat. Karena tidak seimbang dengan kerugian masyarakat yang ditimbulkan atas gagalnya hasil perkebunan masyarakat. Lantaran tidak ditemukannya solusi, emosi masyarakatpun semakin meningkat.

Sementara itu, kajian dari manajemen perusahaan mengenai hitungan ganti rugi tersebut hingga ditemukan angka Rp 5 juta, sesuai hitungan dari tim uji yang bekerja sama dengan PT PGE. Dari hasil kajian tim uji saat itu, kondisi perkebunan warga dihitung rata-rata memperoleh penghasilan sekitar lebih kurang 600 kg perhektar. Dari data tersebut dihitung Rp 16 ribu per kilogram. Jika diambil hitungan secara berat atas kerugian masyarakat, hitungan terberat perhektarnya kurang lebih sekitar Rp 9 juta. Sehingga diambil tengahnya secara rata-rata Rp 4, 5 juta.

\"Dari kajian kita seperti itu dan sesuai dengan penentapan angka tersebut, dari perusahaan telah mematok diangka Rp 6 juta setelah kita konfirmasikan terakhir hari ini (kemarin, red),\" ungkap Senior Supervisor General Suport PT PGE Hulu Lais Deki Firdiansyah.

Sementara itu Kepala DLH Kabupaten Lebong Zamhari SH MH dengan tegas mengatakan mengambil sikap menyikapi hal ini. Pasalnya saat ini DLH merasa sedang dihujat. Dari awal sudah diambil kesepakatan yang bisa mengambil keputusan direksi perusahaan, PT PGE sendiri mengirim utusan yang kehadirannya juga tidak bermanfaat. Pasalnya utusan yang hadir juga tidak bisa berbicara.

\"Orang yang diutus PT PGE ke Lebong ini tidak ada manfaatnya. Kami keberataan dengan kebaradaan ini. Kita sudah berlunak, tapi seolah-olah PGE masih bermain-main. Ini jelas UU mengatur ganti rugi atas pelanggaran UU LH. Amdal adalah komitmen perusahaan. Kalau komitmen ini tidak jelas, saya mempertaruhkan jabatan saya. Kita akan meneruskan surat ke presiden. Karena persoalan ini sudah masuk dalam pantauan presiden dan menteri,\" tegas Zamhari.

Hingga pukul 17.15 WIB, kemarin belum ditemukan kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan. Rapat  masih berlangsung yang dipimpin oleh Kepala DLH Kabupaten lebong, Zamhari SH MH, didampingi Asisten I Setdakab Lebong H Kadirman SH MSi dan Perwakilan dari DPRD Lebong Ketua Komisi II, Olan Darmadi, Kasat Intel Polres Lebong, AKP Ngatmin SH, serta dihadiri oleh perwakilan PT PGE, serta masyarakat terkena dampak. (777)

Tags :
Kategori :

Terkait